Monday, July 31, 2006

Darah Masih Mengalir, Jenderal!

Poso di Tahun 2002

Penegakan hukum dan HAM di Poso tak berubah. Insiden masih terjadi. Banyak juga yang dilakukan oknum aparat. Operasi pemulihan keamanan tetap dilanjutkan.


SEORANG lelaki berdasi tampak duduk di bagian utara ruang rapat kantor Lembaga Pengembangan Studi Hukum dan Advokasi Hak Asasi Manusia (LPS-HAM) di Jalan Satsuit Tubun, Palu Timur, Senin pekan lalu.

Di depan lelaki rapih jali itu berserak lembaran kertas kerja di atas meja. Duduk di hadapan lelaki kecil bersuara lantang itu para jurnalis dari berbagai media. Mereka semua mengelilingi meja rapat berbentuk persegi panjang.

Lelaki berdasi itu Adalah Dedy Askari, SH, Direktur Eksekutif LPS-HAM. Di sampingnya, Moechtar Mahyuddin, Kepala Divisi Kampanye dan Syamsu Alam Agus, Sekretaris Eksekutif duduk dengan mengapit lembaran kertas kerja.

Mereka bertiga tampak serius. Dahi berkerut dengan mimik muka tanpa senyum menghiasi wajah ketiga pegiat HAM itu. Hari itu, LPS-HAM memang tengah menggelar konferensi pers akhir tahun 2002 bertajuk “Merentang Damai Dalam Tawanan Militer Sesat dan Pemerintahan Korup di Kabupaten Poso”. Sebuah dokumen setebal 24 halaman berisikan hasil investigasi LPS-HAM di Poso selama tahun 2002 dibagikan. Dokumen itu kemudian dipresentasekan Dedy.

Dedy menyebut, kondisi hak sipil politik masyarakat Poso selama tahun 2002 tidak mengalami perubahan dibanding tahun 2001. “Semua upaya pasca Deklarasi Malino yang diteken akhir 2001 seakan tidak memiliki arti apa-apa,” terang alumni Fakultas Hukum Universitas Tadulako itu.

Hasil studi LPS-HAM menunjukkan selama kurun tahun 2002, kekerasan-kekerasan masih senantisa terjadi di kabupaten tertua di Sulawesi Tengah itu. Bulan Januari terjadi tujuh kasus, Februari kosong, Maret dua kasus, April kosong, Mei empat kasus, Juni enam kasus, Juli 19 kasus, Agustus 40 kasus, September dua kasus, Oktober empat kasus, November satu kasus dan Desember hingga tanggal 30 ada delapan kasus.

“Data itu menunjukkan rangkaian peristiwa yang terpelihara yang dilakukan oleh institusi negara baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif, lebih-lebih oleh institusi militer, tentara maupun polisi,” urai mantan Ketua Dewan Daerah Walhi Sulteng itu.

LPS-HAM melihat naiknya eskalasi konflik meningkat antara bulan Juli dan Agustus itu tidak terlepas dari berakhirnya proyek pengamanan. “Institusi-institusi berkepentingan membuat letupan-letupan kecil secara berantai dan sistemik agar kebijakan terhadap proyek keamanan terus ada,” kata Dedy.
Hasil investigasi LPS-HAM, lanjut Dedy, menunjukkan dari 95 insiden (lihat tabel), terdapat 21 kali penembakan misterius. “Dari jumlah kali itu 36 persen korban penembakan misterius tertembak di kepala,” kata Dedy.

Menurut Dedy, ditilik dari sasaran tembak penembakan misterius itu, LPS-HAM menyimpulkan, sosok pelaku di balik itu bukanlah orang-orang sipil, atau paling tidak, sebagian besar pelaku penembakan adalah anggota-anggota dari sebuah institusi negara yang terlatih.

Insiden-insiden yang terjadi, dalam kajian LPS-HAM, paling nyata dilatarbelakangi buruknya kinerja aparat keamanan dan penegakan hukum. “Bahkan tidak jarang meningkatnya eskalasi konflik karena perilaku buruk aparat keamanan,” tutur Dedy mengutip hasil penelitian lembaga yang dipimpinnya itu.

Rangkaian peristiwa yang banyak mengalirkan darah di Poso itu membimbing LPS-HAM untuk tiba pada simpualan, dalam tahun 2002, negara, dalam hal ini aparat keamanan telah gagal menuntaskan konflik berkepanjangan di Poso. “Kinerja eksekutif, legislatif dan yudikatif dalam penegakan hukum dan HAM sangat mengecewakan,” tandas Dedy.

LPS-HAM juga berkesimpulan, polisi telah gagal dalam menciptakan rasa aman pada masyarakat dengan merebaknya penembakan misterius.

Itu sebabnya, LPS-HAM meminta dukungan politis terhadap kepolisian dicabut. “LPS-HAM juga menolak penambahan pasukan serta pembentukan batalyon baru di Poso. Pemerintah sebaiknya mengefektifkan 3500 personil aparat yang ada di sana,” tandas Moecthar.

Aparat Bukan Bagian dari Konflik
Apapun, operasi pemulihan keamanan Sintuwu Maroso yang kerap disebuat Opslihkam tetap akan dilanjutkan. Operasi yang digelar pasca penekenan Deklarasi Malino itu semestinya berakhir 31 Desember silam.

Namun, menurut Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah, Brigadir Jenderal Taufik Ridha, per 1 Januari 2003, Opslihkan diperpanjang lagi selama enam bulan. Kondisi keamanan Poso yang meski diakui Taufik telah kondusif namun masih berisi riak-riak menjadi alasan utama perpanjangan operasi itu.

Dalam evaluasi akhir tahun 2002, Selasa pekan lalu, di ruang Rupatama, Markas Polda Sulteng, Taufik menegaskan, aparat bukan merupakan bagian dari konflik Poso. “Tapi, harus diakui ada oknum-oknum aparat yang melakukan tindakan indisipliner. Meski pelanggaran manusiawi tapi kami tetap menindaki oknum aparat itu,” tekan Taufik.

Sayang dalam pertemuan Selasa itu, Taufik tak menyebutkan berapa pelanggaran yang dibikin oknum aparat. Taufik hanya memaparkan, selama tahun 2002 terjadi 197 kasus kriminalitas di Poso. Itu artinya terjadi peningkatan sebanyak 9,44 persen dibanding angka kriminalitas tahun 2001 yang berjumlah 180 kasus.

“Dari lima polres yang ada di Sulawesi Tengah, angka kriminalitas di Poso untuk tahun 2002 berada dirangking IV terbanyak,” jelas mantan Wakil Kepala Polda Sulteng itu.

Data itu menunjukkan situasi keamanan dan ketertiban di Poso tak lebih buruk dibanding dengan tujuh kabupaten dan satu kotamadya yang ada di Sulawesi Tengah. Sebaliknya, data itu juga menyiratkan satu hal, Deklarasi Malino belum sepenuhnya berjalan di bumi Sintuwu Maroso itu. Darah masih mengalir di sana, Jenderal. ***

2 comments:

Term Papers said...

Nice work and development, the text is great and keep it up.

Term Papers said...

Really I am pleased about the effort you made to share the knowledge. The topic here I found was really efficient to the topic which I was researching for a long time.

Custom Thesis

Blog Info

BLOG ini berisi sejumlah catatan jurnalistik saya yang sempat terdokumentasikan. Isi blog ini dapat dikutip sebagian atau seluruhnya, sepanjang menyebutkan sumbernya, karena itu salah satu cara menghargai karya orang lain. Selamat membaca.

Dedication Quote

ORANG yang bahagia itu akan selalu menyediakan waktu untuk membaca, karena itu sumber hikmah. Menyediakan waktu tertawa karena itu musiknya jiwa. Menyediakan waktu untuk berfikir karena itu pokok kemajuan. Menyediakan waktu untuk beramal karena itu pangkal kejayaan. Menyediakan waktu untuk bersenda gurau karena itu akan membuat awet muda.Menyediakan waktu beribadah karena itu adalah ibu dari segala ketenangan jiwa. [Anonim]