Sunday, April 13, 2008

Bukan Pengikut Ajaran Sesat, Tiga Warga Dibebaskan



Palu - Tiga warga Salena, Aminuddin, Sania dan Lumi, akhirnya dibebaskan oleh Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah setelah tidak terbukti sebagai pengikut Madi. Ketiganya ditangkap tidak jauh dari lokasi penyergapan yang menewaskan Madi, pimpinan spiritual ajaran ikat kepala putih di Palu, Sabtu (05/04) sore lalu.

Aminuddin (50), yang juga mertua Madi terlihat senang setelah kembali berkumpul dengan keluarganya di Dusun Salena, Kecamatan Palu Barat. Aminuddin mengaku tidak pernah menjadi pengikut ajaran sesat seperti yang dibawa Madi.

Menurut Aminuddin, dirinya ditangkap saat berada di sebuah kebun untuk mencari bambu di pegunungan Lompu. Tiba-tiba datang polisi. Aminuddin langsung diminta menyerahkan diri kemudian diborgol.

Saat Madi diberondong tembakan, Aminuddin dalam keadaan tiarap. Aminuddin mengaku tidak melihat langsung saat madi ditembak. Tetapi Aminuddin mengaku mendengar suara rentetan tembakan yang tidak terhitung. Saat itu Madi sama sekali tidak melakukan aksi perlawanan, seperti yang dikatakan oleh pihak kepolisian.

”Saya tidak lihat Madi melawan. Yang saya dengar hanya rentetan tembakan. Setelah tembakan berhenti, saya kemudian disuruh lihat apa benar itu Madi. Saya bilang benar. Saat itu Madi sudah mati,” Ungkap Aminuddin.

Pengakuan yang sama juga disampaikan oleh Sania dan Lumi. Saat kejadian itu terjadi mereka tidak melihat Madi melakukan perlawanan.

Sementara itu, sejumlah lembaga swadaya masyarakat menurunkan tim pencari fakta, memperlihatkan puluhan selongsong peluru yang ditemukan di tempat penyergapan Madi, Sabtu sore (05/04) lalu.

Mereka masih meragukan fakta-fakta yang disampaikan kepolisian terutama saat penyergapan yang menyebutkan jika Madi melakukan perlawanan.

Mereka memastikan akan menyampaikan sejumlah fakta yang bertentangan dengan informasi, yang disampaikan kepolisian ke Komisi Hak Asasi Manusia.

Menurut Erwin Laudjeng dari salah satu LSM itu, mereka berencana menggugat kepolisian terkait kasus ini.

“Dari data sementara kami menduga polisi melakukan tindakan tidak procedural saat penyergapan tersebut. Polisi menyatakan bahwa Madi melakukan perlawanan, sementara dari kesaksian yang kami kumpulkan ternyata Madi diberondong di dalam pondoknya,” kata Erwin.

Terkait rencana gugatan tersebut, Kepala Bidang Humas Polda Sulteng AKBP Irfaizal Nasution mengatakan tidak ada masalah, itu hak mereka.

“Tindakan polisi sudah sesuai prosedur, tapi jika masih ada orang-orang yang tidak puas dengan ini, silahkan saja mereka menggugat kami, “ tandas Irfaizal.***

Monday, April 07, 2008

Setelah Madi Tewas Ditembak Polisi



Palu – Madi (41), pemimpin spiritual 'ajaran ikat kepala putih' di Salena, Buluri, Palu Barat, Sulawesi Tengah akhirnya ditembak aparat Detasemen Khusus 88 Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah, Sabtu (5/4) sekitar pukul 18.00 Waktu Indonesia Tengah. Lelaki yang sudah diburu lebih dari dua tahun ini, terpaksa ditembak setelah melakukan perlawanan kepada aparat Kepolisian yang menyergapnya di Dusun Lompu, di kawasan pegunungan Gawalise. Madi pun tewas, padahal dia disebut-sebut memiliki ilmu kekebalan tubuh.

Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah, Brigadir Jenderal Polisi Badrodin Haiti mengatakan bahwa Madi yang bernama asli Arifin ditembak karena hendak membacok aparat Kepolisian yang menyergapnya.

“Dia awalnya ditembak di kaki, namun masih melawan, karenanya kemudian ditembak di bahu. Karena masih melawan lagi, akhirnya kita melumpuhkannya,” terang Badrodin.

Adapun jenazah Madi setelah diotopsi dan diinapkan semalam di Kamar Jenazah Rumah Sakit Bhayangkara Polda Sulteng, akhirnya pada Minggu (6/4) diserahkan kepada keluarga. Madi pun dikebumikan di tanah lahirnya di Salena.

Sekadar diketahui, Madi dengan sejumlah pengikutnya pada 2005 sempat meresahkan warga Palu Barat, Sulawesi Tengah dengan ajarannya. Mereka selalu mengenakan ikat kepala putih dari kain kafan dan berselempang kain kuning.

Lalu pada Sabtu, 22 Oktober 2005, Polisi yang dipimpin Kepala Kepolisian Sektor Kota AKP Bayu Wijanarko mengadakan pertemuan dengan Madi dan kelompoknya. Polisi meminta agar Madi memberikan keterangan kepada Polisi terkait ajarannya yang dianggap meresahkan itu. Namun ia menolak mengikuti kemauan Polisi.

Lantaran suasana sempat menegang, apalagi Madi dikawan dengan pengawal bersenjata tombak dan parang, Polisi pun mengambil langkah mundur. Madi pun tidak ditahan.

Namun, pada Selasa, 25 Oktober 2005, sejumlah aparat Kepolisian dari Samapta, Reserse dan Intelijen mendatangi Madi di padepokannya di Dusun Salena II. Sayang, bukan sambutan hangat yang diterima para Polisi itu justru perlawanan sengit dari Madi dan kelompoknya.

Akhirnya tiga Polisi tewas. Mereka adalah Kepala Satuan Samapta Kepolisian Resor Kota Palu AKP Fuadi Chalis, Kepala Satuan Intelijen dan Keamanan AKP Imam Dwi Haryadi dan Kepala Unit Reserse dan Intelijen Polsekta Palu Barat Brigadir Polisi Satu Arwansyah. Sementara sejumlah Polisi lainnya luka-luka.

Sejak saat itu, Madi dan pengikutnya pun diburu Polisi. Sebanyak 13 pengikutnya ditangkap dan diadili di Pengadilan Negeri Palu. Mereka mendapat hukuman 4-6 tahun kuruangan penjara. Namun Madi sendiri raib entah kemana, sampai kemudian ditembak Sabtu sore lalu.

Ajaran aneh yang dikembangkan Madi sendiri sebenarnya hanyalah padepokan ilmu bela diri. Mereka mempunyai kitab bertajuk 'Karangan Dentete 10 Kungfu Anak Ramah Membela Masyarakat Kaili.'

Meski itu sepintas terlihat seperti kitab ilmu beladiri, namun di dalamnya berisi sejumlah pegangan. Dalam kitab itu disebutkan lima hal yang harus ditinggalkan kelompoknya. Pertama. jaga ketaatan kepada amir (pimpinan). Kedua, tinggalkan mengharap daripada Allah. Ketiga, tinggalkan meminta kepada Allah. Keempat, tinggalkan memakai barang teman tanpa seizin, dan kelima tinggalkan sifat boros dan mubazir.

Selain mengharamkan hal-hal di atas, ada beberapa hal yang harus dikurangi oleh pengikut Mahdi. Pertama, kurangi masa makan dan minum. Dua, kurangi masa tidur dan istrirahat. Tiga, kurangi berbicara sia-sia. Dan empat, kurangi keluar masjid.

Apakah Madi sendiri taat dengan aturan ini? Ketika polisi mendatangi Madi dan berdialog beberapa hari sebelum terjadi bentrokan, Mahdi malah tidak puasa. Ia tetap makan, minum dan mengunyah sirih saat puasa. Padahal, ajarannya mengurangi masa makan dan minum.

Bagaimana pula komentar Misna, yang ditinggalkan Madi lima orang anak? “Biarlah saya sudah iklas. Saya sudah ingatkan dia jangan lagi buka-buka perguruan itu. Tapi dia tetap buka. Akhirnya begini jadinya,” kata Misna.

Sementara itu, tiga orang yang ditangkap bersama Madi, yakni Sania, Lumi dan Aminuddin, Senin (7/4) pukul 12.15 WITA dibebaskan Polisi. Mereka tidak terbukti sebagai pengikut Madi.

Saat ini, situasi di Salena, kembali tenang. Meski tim reserse dan intelijen Kepolisian masih terus mondar-mandir di sana. Setelah Madi tewas ditembak, rasa-rasanya masalah ini belum selesai. Lembaga Pengembangan dan Studi Hak Azasi Manusia (LPSHAM) berencana menggugat Polda Sulteng karena diduga melakukan tindakan inprosedural dalam penangkapan Madi. Kita tunggu!

Blog Info

BLOG ini berisi sejumlah catatan jurnalistik saya yang sempat terdokumentasikan. Isi blog ini dapat dikutip sebagian atau seluruhnya, sepanjang menyebutkan sumbernya, karena itu salah satu cara menghargai karya orang lain. Selamat membaca.

Dedication Quote

ORANG yang bahagia itu akan selalu menyediakan waktu untuk membaca, karena itu sumber hikmah. Menyediakan waktu tertawa karena itu musiknya jiwa. Menyediakan waktu untuk berfikir karena itu pokok kemajuan. Menyediakan waktu untuk beramal karena itu pangkal kejayaan. Menyediakan waktu untuk bersenda gurau karena itu akan membuat awet muda.Menyediakan waktu beribadah karena itu adalah ibu dari segala ketenangan jiwa. [Anonim]