Wednesday, November 29, 2006

Masyarakat Tidak Bantu TNI, Pembangunan Rumah Pengungsi Poso Terhambat

Poso - Pembangunan 1009 unit rumah tinggal sementara (RTS) yang diperuntukan bagi korban konflik Poso, Sulawesi Tengah masih teradang sejumlah kendala. Saat ini baru sekitar 20 persen target pembangunan yang bisa tercapai padahal waktu pengerjaannya sudah lebih dari dua pekan. Sementara Pemerintah Pusat memberikan target 1009 unit RTS itu sudah bisa terbangun seluruhnya pada Desember mendatang.

Demikian disampaikan Kepala Dinas Kesejahteraan Sosial Kabupaten Poso Drs Amirullah Sia saat dihubungi Kamis (30/11). Menurutnya, 20 persen rumah yang tengah dikerjakan pihak Batalyon Zeni Tempur TNI AD tersebut, secara fisik rata-rata baru mencapai 70 %. Padahal, sesuai target yang diberikan pemerintah, pembangunan 1009 unit itu harus selesai Desember mendatang.

"Banyak kendala yang dihadapi dilapangan. Mulai dari lambatnya izin Menhut, hingga kepersoalan tenaga kerja," ujar Amirullah, menjawab SH terkait lambatnya pembangunan RTS tersebut.

Salah satu kendalanya adalah tenaga kerja di lapangan. Masyarakat yang semula diharapkan membantu TNI justru tidak mau melibatkan diri dalam proyek pengembangan rumah buat korban konflik Poso itu. "Masyarakat yang diharapkan akan membantu TNI dalam membangun RTS justru sulit didapatkan. Masyarakat lebih memilih kerja proyek diluar, ketimbang ikut bekerja membangun RTS," kata Amirullah.

Padahal, rencana semula selain melibatkan delapan anggota TNI dan penerima RTS dalam setiap pembangunan satu unit rumah juga akan melibatkan sedikitnya 10 anggota masyarakat.

Selain tenaga kerja, keterlambatan tibanya bahan bangunan di lokasi juga menjadi alasan lambatnya pekerjaan. " Sudah seminggu rumah ini berdiri, tapi batako, semen, dan pasirnya belum ada," kilah seorang warga penerima RTS.

Meski target dari Pemerintah Pusat dipastikan tidak akan tercapai, pihak Dinkessos Poso yakin hal tersebut dapat dimengerti karena kendala di lapangan.***

Saturday, November 25, 2006

Keluarga 26 Buronan Terorisme Poso akan Lawan Polisi

Poso - Rencana polisi menangkap 29 DPO (daftar pencarian orang) kasus kekerasan di Poso bakal mendapat perlawanan. Keluarga dari para buronan polisi itu berkumpul dan menyatakan siap melakukan perlawanan. Mereka akan membela mati-matian keluarga mereka jika Polisi melakukan penangkapan. Untuk diketahui, Selasa (7/11) hari ini adalah batas akhir yang diberikan agar para DPO tersebut menyerahkan diri sebelum Polisi melakukan tindakan represif.

Bagaimana dengan tanggapan pihak keluarga. Sejumlah keluarga DPO
menyatakan akan melawan Polisi jika melakukan penangkapan.

“Siapa yang mau menyerahkan mereka ke polisi. Kita tidak mau menyerahkan. Nyawa taruhannya. Lebih baik berkumpul dengan mayat daripada harus menyerahkannya ke polisi,” kata Ny Jamilah, warga Tanah Runtuh, Gebang Rejo, Poso Kota yang anaknya Irwan Asafa yang dituduh membunuh wartawan Poso Post I Wayan Sumariyase.

Seperti diberitakan, polisi sudah mengumumkan 29 DPO yang dituding terlibat dalam serangkaian aksi kekerasan di Poso. Kekerasan itu merupakan buntut konflik komunal antara dua komunitas di bumi Sintuwo Maroso tersebut.

Di antaranya pembunuhan I Wayan Sumariyase, bendahara GKST Drs Orange Tadjoja, pembunuhan Kepala Desa Pinedapa Carminalis Ndele, penembakan jaksa Ferry Silalahi dan mutilasi terhadap tiga siswa SMK Kristen Poso. Nama-nama DPO itu muncul atas hasil penyidikan terhadap 15 pelaku kekerasan di Poso yang sudah tertangkap terlebih dulu.

Sebelumnya, polisi menyatakan bahwa beberapa tokoh Islam Poso bersedia menyerahkan 29 DPO tersebut. Namun ini dibantah H. Adnan Arsal, salah seorang tokoh Islam. Adnan mengaku pihaknya tidak pernah menjanjikan penyerahan 29 DPO itu, melainkan hanya bersedia menjadi mediator untuk mencarikan jalan tengah terhadap rencana penangkapan tersebut.

Polisi kemudian sempat menyebutkan deadline seminggu kepada para DPO itu untuk menyerahkan diri. Baik menyerahkan diri langsung maupun diantar tokoh masyarakat. Bila deadline itu ditepati, maka hari ini batas akhir deadline dan polisi mengancam akan melakukan penangkapan.

Para keluarga DPO itu sudah bersepakat menentang rencana penangkapan polisi. Meski mereka sendiri sampai sekarang mengaku tidak tahu di mana keberadaan para keluarganya yang tercatat dalam daftar buron polisi.


Sebut lagi Ny Iis. Dia tidak terima anaknya yang bernama Amrin alias Aat masuk DPO dengan tuduhan terlibat dalam pengeboman di Pasar Tentena. Sebab, katanya, saat kejadian anaknya ada di rumah kakaknya.

“Anak saya masuk dalam daftar buronan. Saya tidak terima. Padahal saat bom Tentena meledak dia sedang main play station di rumah kakaknya,” tutur Iis.

Senada dengan Iis , Ny Munfiatun juga menentang rencana penangkapan polisi terhadap suaminya, M. Nasir, yang dituduh terlibat perampokan. Sebab, katanya, saat terjadi perampokan, suaminya sedang salat di rumah.

“Kami ini sudah susah. Rumah kami dibakar. Keluarga kami ada yang dibunuh. Sekarang semuanya sudah tenang, suami saya dikejar-kejar. Sejak dijadikan buron, suami saya menghilang dan tidak pernah pulang sampai sekarang. Masya Allah,” ucapnya sambil mengusap air matanya yang meleleh.

“Kami melihat bahwa penetapan DPO ini hanyalah upaya polisi untuk mengalihkan kasus penyerangan di Tanah Runtuh yang menewaskan seorang warga sipil. Juga sebagai upaya legitimasi aparat karena tidak mampu memberi rasa aman,” sambung Yunus Ghofur yang dua cucunya juga diburu Polisi

Bagaimana jaminan polisi yang tidak akan menganiaya dan mempermudah akses bertemu jika para DPO itu ditangkap? Mereka pun tidak percaya.

“Kita tidak ingin seperti yang sudah terjadi. Ditangkap dan digebuki. Malah ada yang setelah digebuki dilepas karena tidak terbukti. Padahal kondisinya sudah babak belur,” kata Ny Rusmin.

Menurut para keluarga DPO itu, polisi dinilai masih belum adil dalam menangani kasus di Poso. Mereka menyebut sampai sekarang polisi juga belum menindaklanjuti dugaan keterlibatan 16 nama yang disebut Tibo dalam serangkaian aksi kekerasan di Poso.***

Pedagang Ikan asal Masamba Dibunuh karena Tibo cs

Palu-Setelah mengungkap pelaku aksi kekerasan di Poso, Polisi kembali mengungkap motif pembunuhan 2 pedagang ikan asal Masamba Kabupaten Luwu Utara Provinsi Sulawesi Selatan, Arham Badaruddin dan Rendi Rahman 23 September Lalu.

Wakadiv Humas Mabes Polri Brigjenpol Anton Bachrul Alam kepada wartawan mengatakan berdasarkan pengakuan para tersangka terungkap bahwa motif pembunuhan tersebut dikarenakan tidak puas atas eksekusi Tibo CS. Para tersangka menganggap eksekusi itu tidak adil.

Oleh karena itu mereka kemudian menggelar razia yang berbuntut pada pembunuhan terhadap dua pedagang ikan yang mengendarai mobil Carry Pick Up biru bernomor polisi DD 8624 CT yang melintasi Jl Trans Sulawesi di Desa Taripa Kecamatan Pamona Timur.

Dari hasil penyidikan dan pemeriksaan terhadap 17tersangka pengeroyokan dalam aksinya mereka mendatangi rumah salah satu warga dimana kedua korban berusaha menyelamatkan diri namun para tersangka tetap nekad mendatangi dan menyeret korban ke luar rumah lalu dikeroyok beramai-ramai.

Tak hanya itu, polisi juga membeberkan peran masing-masing tersangka Edwin Poima menebas leher korban, Roni, Fernikson, Darman, Dedi Dores, Agus Chandra, Syaiful memukul korban, Erosman Tioki menyuruh membunuh dan memukul, Walsus Alphin memindahkan mobil dan memukul korban, Jepri pemilik golok untuk menebas korban dan Benhard mencegat mobil.

Sementara Sastra Yudha berperan menjemput korban dari rumah Mamanus, Romi Parusu memukul dan menguburkan korban, Arnoval menggali lubang korban, Jonathan menunjukkan lokasi kuburan dan menyeret korban, Bambang menguburkan korban dan Hafri Tumonggi menodongkan senpi ke arah korban.

Semua tersangka yang kini berada di tahanan Mapolda Sulteng setelah berhasil diringkus oleh Detasemen khusus 88 Mabes Polri segera membawa berkas para tersangka ke Kejaksaan karena telah terbukti melakukan pengeroyokan hingga menewaskan dua pedagang ikan tersebut. Anton juga mengatakan para tersangka dijerat pasal 170 jo 338 KUHP dengan ancaman hukuman selama 15 tahun penjara

Menurut Anton keberhasilan pengungkapan kasus tersebut selain kerja keras yang dilakukan oleh kepolisian juga atas peran serta tokoh agama dan masyarakat setempat," kami juga berterima kasih kepada Bupati Poso maupun keluarga tersangka yang telah bersedia menyerahkan para tersangka," ujarnya.***

Warga Poso Ditemukan Tewas Membusuk di Kebun Kakao

Poso – Warga Poso kembali dikejutkan dengan penemuan sesosok mayat di perkebunan kakao rakyat di Desa Toyado, Kecamatan Lage, Poso, Kamis (16/11/2006) sekitar pukul 09.00 Waktu Indonesia Tengah (WITA).

Mayat tersebut diketahui bernama Karel Membuke, berusia 85 tahun dan beragama Kristen Protestan. Ia dilaporkan hilang dari rumahnya Kamis (9/11/2006) lalu. Ia baru ditemukan Kamis pagi dalam keadaan mengenaskan. Tubuhnya telah membusuk dan dipenuhi ulat.

Menurut Kepala Desa Toyado, Idul Bunando, setelah menemukan jenazah kakek tersebut mereka kemudian melaporkan temuannya ke Polres Poso. Tidak berapa lama kemudian, tim medis dari Polres Poso datang ke tempat kejadian perkara dan mengevakuasi jenazah Karel.

“Memang ia dilaporkan hilang sejak Kamis lalu oleh istrinya. Katanya, saat itu dia melarang Opa Karel pergi memancing karena ombak besar. Ia lalu marah dan memotong tali pancingnya, kemudian langsung pergi. Nah, sejak saat itu Opa Karel tidak pernah kembali lagi ke rumah,” tutur Idul.

Sementara itu, usai dievakuasi jenazah Opa Karel diotopsi. Namun Polisi belum memberikan keterangan terkait soal ini. Dugaan sementara Opa Karel meninggal karena kelaparan. Ia juga diduga tidak lagi bisa menemukan jalan pulang karena jarak antara kebun kakao itu dengan rumahnya sekitar 1 kilometer.***

Polisi Lepas Tersangka Teroris Poso

Palu - Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah akhirnya melepaskan Udin alias Andi Bocor, salah seorang tersangka terorisme Poso. Polisi menilai Ia kooperatif dan tidak berbelit-belit dalam memberikan keterangan selama dan penyidikan.

Kepastian dilepaskannya salah seorang tersangka terorisme ini disampaikan oleh Wakil Kepala Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol Anton Bachrul Alam yang dihubungi SH, Sabtu (18/11) pagi.

Anton menyatakan bahwa Andi Bocor dilepaskan dari tahanan karena dinilai kooperatif, mau bekerja sama dengan Polisi.

"Ia bukan dilepaskan dari kasus yang kita sangkakan kepadanya sebagai salah seorang tersangka penembakan di Landangan, kita hanya tidak mengenakan penahanan karena dia kooperatif, mau bekerja sama dengan Polisi," jelas Anton yang saat ini berada di Poso.

Anton juga menyampaikan bahwa Polisi tidak akan mempersulit tersangka maupun keluarganya selama mereka beritikad baik membantu Polisi. Itu juga membantah kekhawatiran banyak kalangan bahwa Polisi akan melakukan pelanggaran HAM dalam menangani kasus yang melibatkan 29 DPO Mabes Polri tersebut.

Menurut Anton, Andi dilepaskan dari tahanan atas jaminan Daeng Raja, salah seorang tokoh Muslim Poso.

Untuk diketahui, Andi Bocor diduga memberikan Pistol jenis FN kepada Anang untuk menghabisi Asrin Ladjidi (34), seorang informan Polisi pada Kamis (29/9/2005) lalu di Landangan, Poso.***

Friday, November 03, 2006

Polisi Buru BSR Tersangka Mutilasi Tiga Siswi SMU Kristen Poso

Palu – Tim Detasemen Khusus 88 Antiteror Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia sampai saat ini masih mengejar BSR, seorang lelaki asal Poso, Sulawesi Tengah. Lelaki itu diduga sebagai tersangka pelaku mutilasi tiga siswi Sekolah Menengah Umum Kristen Gereja Kristen Sulawesi Tengah di Poso pada Sabtu (29/10/2005) tahun silam lalu.

Lelaki berinisial BSR itu diketahui dari pengakuan Hasanudin, Haristo, dan Irwanto Irano, tiga tersangka lainnya yang kini ditahan di Mabes Polri sejak Mei 2006 lalu. Menurut mereka, BSR adalah salah seorang eksekutor dalam aksi mutilasi yang menewaskan Alvita Polowiwi (19), Yusriani Sampoe (15) dan Theresia Morangke (16).

Berdasarkan keterangan ketiga orang yang ditangkap di Tolitoli, Sulawesi Tengah pada Mei 2006 lalu itu, Densus kemudian memburu BSR ke Poso, Sulawesi Tengah.

Saat ini, Polisi sudah berusaha mendekati sejumlah tokoh agama di Poso, semisal Ustadz Mohammad Adnan Arsal. Ustad Adnan selama ini memang dikenal sebagai tokoh sentral yang memiliki keterkaitan dengan sejumlah tersangka aksi kekerasan di Poso semisal ketiga orang tadi serta juga Ipong dan Yusuf yang kini perkaranya tengah diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Itu karena Ustads Adnan adalah pimpinan Pondok Pesantren Amanah yang terkenal di Poso pasca kerusuhan Poso tahun 2000. Pada beberapa kesempatan Ustadz Adnan mengakui mengenal para tersangka itu secara pribadi.

“Karena saya yang mendidik mereka pengetahuan agama. Tapi saya tidak mengajarkan mereka tentang kekerasan dan sebagainya,” ungkap Adnan.

Nah, karenanya tim Densus 88 terus berusaha mendekati Adnan agar BSR dapat menyerahkan diri secara sukarela, sebelum diambil tindakan tegas sesuai hukum yang berlaku.

Wakil Kepala Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Anton Bachrul Alam memberi waktu sepekan bagi BSR dan puluhan tersangka terorisme lainnya untuk menyerahkan diri. Sabtu (4/11/2006) terhitung tinggal lima hari lagi sebelum Polisi mengambil tindakan tegas atas ke-29 tersangka teroris termasuk BSR itu.

“Kami sudah mengupayakan pendekatan kekeluargaan agar mereka bisa menyerahkan kepada kami untuk mempercepat proses hukum,” kata Anton.

Sumber intelijen Kepolisian membeberkan sebagian besar tersangka yang kini dikejar Densus 88 itu dekat dengan Ustadz Adnan Arsal dan pernah dididik di Pesantren Amanah.

Untuk diketahui, saat ini, untuk memasuki kompleks Pesantren Alamanah, Tanah Runtuh, Kelurahan Gebang Redjo, Poso Kota kita harus mengantongi izin dari Ustadz Adnan Arsal.

Beberapa wartawan sempat lolos dan melakukan peliputan namun beberapa lainnya harus pulang menggigit jari, karena ketatnya pengawasan.

Dari penelusuran, ternyata pesantren yang disamakan Wakil Presiden Yusuf Kalla dengan pesantren Al Islam Ngruki, Jawa Tengah, ini berisi 16 santri putri, 47 santri anak-anak seusia taman kanak-kanak dan 65 orang santri putra seusia anak-anak sekolah menengah pertama alias abege.

Pesantren ini didirikan tanggal 4 Mei 2001 untuk menampung mantan santri Pesantren Walisongo, di Kilo 9 Lage, Poso, yang dibakar dan sekitar 200 santrinya dibunuh para perusuh dalam konflik Poso Mei 2000.

Saat ini, pesantren Amanah berdiri di dua lokasi berbeda. Pesantren Amanah di Tanah Runtuh menjadi tempat belajar 16 santri putri dan 47 santri anak-anak seusia taman kanak-kana. Lalu yang satu lagi di Landangan, Poso Pesisir yang menjadi tempat belajar 65 santri putra.

Tidak ada kegiatan lain yang mencolok dari para santri kecuali belajar agama. Pengajaran agamanya disesuaikan dengan kurikulum nasional. Adapun pengajian kitab kuning dilaksanakan di luar jadwal jam pelajaran sekolah.

Memang kini pesantren itu terkesan tertutup dari orang luar. Itu terjadi lantaran setiap peristiwa kekerasan terjadi di Poso, pesantren ini selalu menjadi sasaran penggeledahan polisi. Makanya, mereka terkesan sangat berhati-hati menerima tamu. Sebab polisi yang biasa datang selain memakai seragam juga ada yang tidak.***

Tim Investigasi Tanah Runtuh Berdarah mulai Bekerja

Palu - Tim investigasi yang dibentuk sebagai rekomendasi dari pertemuan Wakil Presiden Jusuf Kalla dan warga Islam di Palu (29/10) lalu, mulai Kamis (2/11) telah melakukan sejumlah pertemuan di Palu. Pertemuan pertama dengan Gubernur dan unsur Muspida Provinsi Sulawesi Tengah, selanjutnya bertemu dengan pihak kepolisian untuk mendengarkan paparan yang disampaikan Kapolda Sulteng, Brigadir Jenderal Polisi Badrodin Haiti.

Pada pertemuan yang berlangsung di Tanjung Karang Room Palu Golden Hotel Kamis (2/11) siang itu Kapolda Sulteng memaparkan bahwa kasus Tanah Runtuh itu tidak akan terjadi, jika warga tidak menyerang polisi. Saat itu polisi panik dan kewalahan sehingga membuang tembakan peringatan ke udara dan meminta bantuan tambahan pasukan dari Polres Poso.

"Anggota polisi terdesak, karena setelah warga membunyikan tiang listrik, tiba-tiba ratusan orang datang dan menyerang polisi," terang Kapolda.

Harun Nyak Itam Abu, salah seorang tim investigasi yang dibentuk kelompok Islam Tanah Runtuh, menyatakan warga tidak menyerang polisi, tapi sebaliknya polisi yang menyerang warga. Buktinya, sebelum terjadi peristiwa itu, sejak sore harinya polisi telah menyebar di sejumlah titik di sekitar Pesantren Amanah.

"Mereka masuk dari sejumlah arah. Bahkan ada yang sudah siap di atas bukti dan menembak ke arah warga," kata Harun Nyak Itam Abu yang juga korban kerusuhan Poso, Rabu (1/11) malam.***

Kantor Gubernur Sulteng Diteror Bom

Palu – Aksi teror bom kembali marak di Palu, Sulawesi Tengah. Jumat pagi (3/11) ini, giliran Kantor Gubernur Sulawesi Tengah di Jalan Sam Ratulangi, Palu Timur yang mendapat teror bom. Tak ayal teror ini membuat panik para Pegawai Negeri Sipil yang bekerja di kantor pemerintah ini. Benda yang diduga bom itu diletakan dalam sebuah kotak plastik di depan pintu keluar kantor ini.

Benda ini pertama kali dilihat oleh seorang Bintara Polisi yang kebetulan lewat di belakang Kantor Gubernur. Ia kemudian melaporkan melihat sebuah benda yang mencurigakan di dekat pintu keluar kantor pemerintah ini.

Tidak berapa lama, tim Penjinak Bahan Peledak (Jihandak) Polda Sulteng tiba dan segera mengamankan tempat kejadian perkara (TKP). Setelah melakukan foto X-Ray diketahui benda tersebut terdiri dari rangkaian kabel, baterei kering yang diletakan dalam wadah plastik.

Untuk memastikan keamanannya, tim Jihandak pun melakukan disposal (peledakan-red) pada benda yang diduga bom tersebut.

Kepala Kepolisian Resor Kota Palu AKBP Atrial menyatakan bahwa rangkaian bom tersebut tidak lengkap karena tidak ada bahan peledaknya. Pelaku dipastikan hanya ingin menebar teror. Ini diduga terkait dengan kunjungan Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah ke Palu dan Poso.

“Setelah didisposal tadi diketahui, bahwa benda yang semula diduga bom aktif itu hanya terdiri dari rangkaian kabel, baterei kering di dalam wadah plastik. Sementara bahan peledaknya nihil,” kata Atrial.

Setelah dinyatakan aman, para Pegawai kembali dipersilahkan untuk bekerja seperti biasanya.***

Densus 88 Tangkap 15 Pelaku Aksi Terorisme, 29 Masih Buron

Poso – Kepolisian Republik Indonesia menyatakan telah menangkap 15 warga di Poso dan Palu, Sulawesi Tengah. Mereka terlibat dalam sejumlah aksi-aksi terorisme di kedua wilayah itu sejak tahun 2001-2006 ini. Mereka dinyatakan terlibat dalam 13 kasus besar berupa peledakan bom maupun penembakan misterius. Namun puluhan lainnya masih belum tertangkap dan dimasukan ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).

Hal ini disampaikan oleh Wakil Kepala Divisi Humas Mabes Polri Brigadir Jenderal Polisi Anton Bachrul Alam, Selasa malam (31/10/2006) di Kantor Kepolisian Resor Poso di Jalan Pulau Sumatera, Poso Kota.

Menurut Anton ke-15 orang itu terlibat dalam serangkaian aksi-aksi terorisme di Palu dan Poso, Sulawesi Tengah. Mereka terlibat dalam antara lain dalam peledakan bom di Pasar Sentral Poso yang menewaskan 4 orang, peledakan bom di Pasar Tentena yang menewaskan 22 orang, penembakan Pendeta Susianti Tinulele, peledakan bom di Gereja Immanuel Palu dan pembunuhan wartawan Poso Post I Wayan Sumariyase. Selain itu, Detasemen 88/Antiteror Mabes Polri dan Densus 88 Polda Sulteng masih mengejar 29 pelaku lagi dimasukan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Dua orang yang paling dicari-cari oleh Polisi adalah Basri dan Wiwin, mereka diduga terlibat Mutilasi 3 siswi SMU Kristen GKST Poso dan peledakan bom di Tentena pada 28 Mei 2004 lalu.

“Mereka ini berasal dari kelompok mujahiddin Tanah Runtuh, Poso dan kelompok Kayamanya atau kelompok Kompak,” kata Anton.

Mereka yang berasal dari Kelompok Tanah Runtuh adalah Hasanudin, Abdul Haris, Irwanto Iriano, Poniran alias Andi Ipong, Yusuf Asapa, Rahmat, Sudirman alais Opo. Sementara dari Kelompok Kayamanya adalah Fadli Barsalim alias Opo, Yusman Said alias Budi, Syakur, Farid Ma’ruf, Yusman Sahad, Iswandi Maraf, Rusli Tawil dan Ifet.

“Mereka itu ketika ditangkap memiliki senjata Revolver, M-16. UZI dan FN,” tambah Anton.

Khusus Hasanudin, Abdul Haris dan Irwanto Iriano dalam penyelidikan di Mabes Polri telah mengaku sebagai pelaku mutilasi 3 siswi SMU Kristen GKST Poso, Yarni Sambue, Alfita Polowiwi dan Theresia Morangke pada 29 Oktober 2005 silam. Saat ini sebagian besar mereka masih diperiksa intensif di Mabes Polri. Adapun Ipong dan Yusuf, pelaku pembunuhan I Wayan Sumariyase sudah pada tahapan pengadilan.

Sementara itu, terkait bentrok warga Tanah Runtuh dan Brimob sampai saat ini tim investigasi Kepolisian yang juga melibatkan Propam Mabes Polri telah memeriksa 6 orang anggota Brimob dan 6 orang warga.***

Pemerintah Bangun 1009 Rumah untuk Pengungsi Poso

PALU--- Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah, Jumat, pagi, 3 November ini akan melakukan peletakan batu pertama bagi rehabilitasi dan pembangunan kembali ribuan rumah bekas eks pengungsi yang rusak ketika kerusuhan sejak 1998 di Kabupaten Poso dan Tojo Una-una, Sulawesi Tengah.

Bersama KASAD TNI, Jenderal Djoko Sutanto, Bachtiar yang didampingi Gubernur Sulteng, HB Paliudju akan meletakan batu pertama pembangunan 1009 rumah. Pemerintah menyediakan anggaran sebesar Rp18,09 Miliar untuk program itu.

Rinciannya, jumlah rumah bagi pengungsi Poso akibat kerusuhan 1998 akan dibangun sebanyak 1.809 kk. Itu diperuntukkan bagi 900 kk yang berada di Desa Gebangrejo 317 kk, Desa kayamanya 27 kk, Desa Kawua 32 kk, Desa Mapane 65 kk, Desa silanca 73 kk, Desa Pamona 351 kk, Desa Petirodongi 35 kk.

Lalu, di Kabupaten Tojo Una-Una (wilayah pemekaran Poso—red) diperuntukkan bagi 909 kk, yang terdiri dari Desa Matako 327 kk, Desa Galuga 143 kk, Desa Tanamawu 72 kk, Desa Malewa 140 kk, Desa Korondoda 127 kk, dan Desa Dataran Bugi 100 kk.

Pembangunan dan rehabilitasi rumah ini dilaksanakan oleh tidak kurang dari 600 personil TNI AD dari Detasemen Zeni Tempur (Zipur) Kodam VII Wirabuana.

Mensos menyatakan Depsos memilih bekerjasama dengan TNI untuk program ini karena berbagai pertimbangan. Salah satunya, kata dia, bahwa ada beberapa pembangunan di daerah Indonesia yang tidak dapat dilakukan oleh pihak lain selain TNI.

Mensos tidak menyinggung sejumlah penyimpangan yang terjadi pada beberapa program pembangunan dan rehabilitasi Poso sejak tahun 2001 hingga tahun 2003, namun dia meminta tegas agar tidak penyimpangan itu tidak terjadi lagi.

“Saya tidak ingin terjadi lagi hal-hal yang tidak baik yang pernah terjadi. Sebab program ini akan terus dilaksanakan hingga 2007, dan dana program akan ada terus,” tandas mensos setibanya di Bandara Mutiara, Palu, Kamis, 2 November 2006.

Bachtiar juga mengatakan Wapres telah menyatakan akan menyediakan dana Rp50 Miliar. “Menkeu telah menanyakan hal itu kepada saya tentang dana Rp50 Miliar. Namun, belum dibahas apakah Dipa nya masuk ke Depsos atau ke dana bantuan Wapres langsung, masih dibicarakan,” ujarnya.

Gubernur Sulteng, HB Paliudju mengatakan pembangunan dan rehabilitasi ini seharusnya sudah dilaksanakan sejak tahun 2000. Namun karena berbagai kendala yang dihadapi, sehingga pembangunan untuk para eks pengungsi itu mengalami hambatan. Hingga muncul bakti sosial TNI.

“Harapan kami, pembangunan ini segera selesai, karena Pak Menteri tidak memindahkan masalah sosial ke TNI, saya kira tidak mungkin,” ujar Paliudju

Pembangunan Non Fisik
Dirjen Bantuan dan Jaminan Sosial Depsos, Chazali H Situmorang, menjelaskan bahwa alokasi anggaran Rp18,09 Miliar ini tidak hanya untuk pembangunan rumah tetapi juga beberapa kegiatan pemberdayaan masyarakat.

Di antaranya pembiayaan yang diberikan langsung kepada warga eks pengungsi yang disebut Bantuan keserasian sosial korban bencana sosial /eks pengungsi. Jumlahnya, masing-masing Rp4 juta yang diberikan kepada 1809 kk. Total jumlahnya mencapai Rp7,23 Miliar.
“Setiap kk akan mendapat bantuan Rp4.juta yang diberikan dalam bentuk uang atau jenis lainnya sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masing-masing KBS,” ujar Chazali saat memaparkan rencana tersebut kepada mensos dan jajaran muspida Palu.

Selain itu, untuk pemberdayaan penguatan ekonomi eks pengungsi yang disebut Bantuan keserasian sosial KBS (korban Bencana Sosial) dan masyarakat lokal sebesar Rp5,6 juta dalam bentuk 1809 paket Total jumlahnya mencapai Rp10,27 Miliar.
“Dana digunakan bersama-sama oleh KBS/eks pengungsi dengan masyarakat lokal, untuk kepentingan bersama,” ujarnya.

Dana digunakan untuk kegiatan fisik maupun non fisik dengan mekanisme swakelola oleh kbs dan masyarakat local.

Untuk tahun 2007 disamping dana APBN, Poso masih akan menerima dana bantuan Bank Dunia berupa program keserasian sosial untuk 544 kk kbs sebesar Rp5,540 Miliar. “Diharapkan daftar nama dan alamat desa, pada awal Januari 2007 telah di sampaikan kepada depsos,” ujarnya.***

Mabes Polri Umumkan 29 Buronan Teroris Poso

POSO---Mabes Polri akhirnya mempublikasikan foto delapan dari 29 orang dimasukkan dalam daftar pencarian orang atau DPO dalam sejumlah aksi-aksi terorisme di Poso dan Palu. Polisi mengakui baru berhasil menemukan foto delapan orang dari ke-29 orang buronan itu yang kini tengah diburu.

Hal ini disampaikan oleh Wakil Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Brigadir Jenderal Polisi Anton Bachrul Alam, di kantor Polres Poso, Jalan Pulau Sumatera, Poso kota. Ke-29 orang DPO ini berasal dari dua kelompok yakni 26 orang dari kelompok Tanah Runtuh dan tiga orang lainnya dari kelompok Kompak. Anton mengatakan Polisi telah mengetahui lokasi persembunyian para buronan ini.

Meski mengaku telah mengetahui lokasi persembunyiannya, namun Anton meminta kepada para DPO, agar secepatnya menyerahkan diri demi membantu percepatan proses hukum. Menurutnya, para DPO sebagian besar masih bersembunyi di wilayah Poso.

Anton menambahkan bahwa ke-29 orang yang kini ditetapkan menjadi DPO ini diperoleh dari hasil pengembangan penyidikan 15 tersangka, yang telah ditangkap dan ditahan sebelumnya dan kini menjalani proses hukum di Poso, Palu dan Jakarta. Kelompok ini diidentifikasi juga termasuk dalam kelompok Jamaah Islamiyah.

Polri sendiri telah mengeluarkan Surat Perintah penangkapan ke-29 orang ini. SP penangkapan ini ditandatangani Brigjen surya Dharma, Direktur I Bareskrim Mabes Polri.

Berikut nama-nama 29 daftar pencarian orang mabes polri:

Kelompok Tanah Runtuh:Basri, Wiwin Kalahe alias Tomo, Agus jenggot alias Boiren, Nanto alias Bojel, Iwan Asapa alias Ale, Ardin alias Rojak, Iin alias Brur, Amril Ngiode alias Aat, Yudi Parsang, Dedi Parsang, Kholik Syafaat alias Rusdi, Sanusi, Enal, Hamdara Tamil, Anang, Nasir, Ateng Mardjo, Yasin Lakita, Tugiran, Sarjono, Aii Lakita, Opi Bonesompe, Udin alias Andi Bocor, Wahono, Rijal, dan Taufik alias Upik.

Sementara itu, dari kelompok Kayamanya-Kompak yaitu, Alex, Zulkifli, dan Mujadib Brekele.***

Blog Info

BLOG ini berisi sejumlah catatan jurnalistik saya yang sempat terdokumentasikan. Isi blog ini dapat dikutip sebagian atau seluruhnya, sepanjang menyebutkan sumbernya, karena itu salah satu cara menghargai karya orang lain. Selamat membaca.

Dedication Quote

ORANG yang bahagia itu akan selalu menyediakan waktu untuk membaca, karena itu sumber hikmah. Menyediakan waktu tertawa karena itu musiknya jiwa. Menyediakan waktu untuk berfikir karena itu pokok kemajuan. Menyediakan waktu untuk beramal karena itu pangkal kejayaan. Menyediakan waktu untuk bersenda gurau karena itu akan membuat awet muda.Menyediakan waktu beribadah karena itu adalah ibu dari segala ketenangan jiwa. [Anonim]