Friday, February 23, 2007

Diduga Jadi Korban Pembunuhan, Pasutri di Poso Hilang

Poso - Kallu (50) dan Halimah (35), pasangan suami-istri yang tinggal di Dusun Malelei, Desa Tokorondo, Kecamatan Poso Pesisir, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, dilaporkan hilang sejak Rabu lalu. Sampai Sabtu (23/2), polisi dan warga setempat belum dapat menemukan Kallu dan Halimah yang sehari-hari bekerja sebagai petani itu. Diduga, Kallu dan Halimah menjadi korban penganiyaan karena di dalam rumahnya ditemukan parang yang berlumuran darah.

Kejadian hilangnya pasangan suami istri ini dilaporkan oleh Sudirman (36), salah seorang warga Malelei.

Kepada Polisi Sudirman mengatakan, Rabu, sekitar pukul 08.00 Wita, ia berkunjung ke rumah Kallu. Namun, berkali-kali ia mengetok pintu dan memanggil-manggil nama suami istri itu, tidak ada jawaban dari dalam rumah. Karena merasa curiga, Sudirman akhirnya naik ke atas pintu rumah dan melihat rumah dalam keadaan kosong. Sehari-hari, orang yang tinggal dalam rumah memang hanya Kallu dan Halimah.

Setelah mengamati lebih lama, Sudirman melihat ceceran darah di atas lantai rumah. Kejadian itu langsung ia laporkan ke Kepolisian Resor Poso Pesisir. Namun, karena jauhnya dan beratnya medan antara Malelei dan ibukota Poso Pesisir, Sudirman baru tiba di Polsek Poso Pesisir pada Rabu malam.

Mendapat laporan itu, puluhan polisi yang dipimpin Wakil Kepala Kepolisian Resor Poso Komisaris Minarto langsung menuju ke rumah Kallu. Di dalam rumah tersebut, selain ceceran darah di lantai, polisi menemukan enam buah parang, yang satu diantaranya berlumuran darah.

Minarto mengatakan, polisi belum dapat memastikan apakah Kallu dan Halimah adalah korban pembunuhan atau tidak. Namun, kuta indikasi jika pasangan suami-istri itu adalah korban penganiyaan. “Selama kami belum menemukan korban, sulit memastikan apa mereka korban pembunuhan atau tidak,” kata Minarto.***

Agus Jenggot, DPO Poso Menyerahkan Diri ke Kopassus

Poso – Muhammad Nur alias Agus Jenggot, salah seorang DPO Teroris Poso menyerahkan diri kepada anggota Kopassus. Dalam catatan Kepolisian, Agus yang disebut-sebut sebagai tantang kanan Basri, terlibat pembunuhan istri seorang anggota TNI Angkatan Darat dan terlibat mutilasi tiga siswi SMU Kristen Poso.

Menurut Kalahe, ayah mertuanya, Agus menyerahkan diri atas saran teman-temannya dan keluarga.

“Tapi saya berharap agar Agus tidak mendapat penyiksaan selama dalam pemeriksaan Polisi,” pinta Kalahe.

Saat ini, Agus janggot masih berada di rumah mertuanya di Jalan Pulau Sumatera, Poso Kota. Namun dia sudah melapor ke aparat Kepolisan Resor Poso perihal keberaan Agus. Direncanakan Agus akan diserahkan ke Polisi, Sabtu (24/2) pagi atau siang ini.

“Saya mau menunggu istri saya melahirkan,” kata Agus kemudian.

Dalam perbicangan selanjutnya Agus mengaku pada saat terjadinya kontak senjata di Tanah Runtuh, Senin (22/1) lalu, ia memegang senjata api rakitan. Setelah itu bersembunyi di Desa Padapu Kabupaten Tojo Unauna.

Sesuai rencana, setelah diserahkan ke Polres Poso, Agus langsung dibawah ke Polda Sulteng. Saat ini, Polisi tinggal memburu 10 DPO teroris Poso.***

Sunday, February 11, 2007

Legenda Sang Penembak Jitu: Tidak Tamat SMP, Tapi Ditakuti Polisi

POSO - Basri alias Bagong (32), buronan nomor satu Mabes Polri sesungguhnya lelaki yang sangat sederhana. Tidak ada kesan jika dia adalah seorang teroris yang paling dicari oleh Polisi sekaligus ditakuti. Sepak terjangnya berakhir sudah setelah diburu Polisi hampir dua tahun lamanya. Kamis (1/2) sekitar pukul 09.30 WITA Polisi membekuknya di Kelurahan Kayamanya, Poso Kota, Sulawesi Tengah dalam sebuah penyisiran. Siapa sesungguhnya lelaki yang diakui sebagai penembak jitu ini?

Basri lahir 32 tahun yang lalu. Orang tuanya lupa tanggal dan bulan kelahirannya. Yang mereka tahu Basri lahir sekitar tahun 1975. Ia pernah mengenyam pendidikan formal hanya sampai kelas 3 SMPN I Poso, namun tidak sempat tamat.

"Dia memilih berhenti sekolah saat kelas 3 SMP, demi mengutamakan empat adiknya, agar bisa sekolah," kenang Satinem alias Mbak Sabruk (35), ibu kandung Basri.

Mbak Sabruk menuturkan Basri adalah anak yang hormat dan patuh kepada orang tua. Dia juga dikenal sebagai anak yang suka menolong orang lain.

"Anak saya itu nggak pernah macem-macem. Tiap hari kerjanya di kebun, membantu bapaknya ngerawat tanaman. Ia juga suka tanam sayur. Kalau tiba waktu panen, saya yang jual dipasar," tutur Mbak Sabruk yang sehari-harinya berjualan sayuran di Pasar Sentral Poso.

Kata ibunya, dari bekerja membantu orang tua di kebun, Basri selalu memperoleh setengah dari hasil kebun yang dikerjakan bersama itu. "Kalau dia panen, saya yang yang jual. Hasilnya kami bagi dua,” kisah ibunya lagi.

Makanya, ia kaget jika Basri sampai memiliki banyak senjata api dan peluru-peluru serta disebut-sebut sebagai pimpinan kelompok bersenjata di Poso. Ia juga heran tatkala anaknya ditetapkan sebagai DPO nomor satu Mabes Polri.

Nenek tujuh cucu ini juga bercerita soal masa kecil Basri. Kata dia, seperti anak-anak kecil seusianya saat itu, Basri terlihat biasa. Suka bermain dan bersendau gurau. Basri juga dikenal sebagai anak yang kalem dan pendiam. Yang lebih menonjol di antara rekannya, Basri suka menolong temannya yang susah.

Pengakuan ibu kandungnya ini, dibenarkan oleh Sriyani (30). Adik kandung Basri. "Kakak Saya itu pendiam, dan rajin membantu bapak sama mama di kebun. Saya tidak percaya mendengar bahwa kakak saya itu, berbuat jahat dan macem-macam. Keluarga tahu Basri ditetapkan sebagai DPO dari televise," ungkap Sriyani.

Keluarga tidak tahu menahu apa aktivitas basri selama ini. Sriyani mengaku tidak tahu persis, termasuk kalau Basri diduga berbuat kriminal. "Sejak menikah tahun 2000 silam, Basri tinggal bersama mertuanya di Jalan Pulau Jawa I. Yang kami tahu dia hanya bekerja di kebun, dan rajin sholat. Soal yang lain, kami tidak tahu. Tapi, kami tetap tidak percaya kalau Basri terlibat dalam kriminal," aku Mbah Sabruk

Basri memiliki dua anak dari pernikahannya dengan dengan Sunarni. Anak-anaknya, Annurul Fitra (5) dan Safiana Jedda (2) tentu saja tidak tahu menahu bagaimana kabar ayah mereka kini. Yang mereka tahu, ayahnya pergi bekerja di Palu.

Soal dari mana basri mendapatkan senjatanya, ada cerita lain yang menarik. Pimpinan Pesantren Amanah, Ustadz Adnan Arsyal menyampaikan sebuah cerita bahwa Basri sendiri yang membeli senjata api dan amunisinya.

“Ia menjual kebunnya untuk membeli senjata dan amunisi. Katanya ia ingin membalas dendam karena puluhan keluarganya tewas dibantai pada kerusuhan 2000 silam,” tutur Ustadz Adnan dalam sebuah kesempatan wawancara.

Soal keluarga Basri yang tewas saat kerusuhan, Mbak Sabruk punya cerita lain juga. Katanya hitungan Basri terlalu kecil. Jika Basri mengakui sekitar 26 keluarganya dibantai di Pesantren Walisongo, maka Mbak Sabruk menyatakannya lebih dari yang disebutkan Basri.

Nah, sekarang Basri tengah diperiksa intensif di Mabes Polri, Jakarta. Basri pun sudah mengakui sejumlah aksi-aksi kekerasan yang dilakukannya. Di antaranya, penembakan Pendeta Susianti Tinulele di Palu pada 2003, lalu mutilasi atas tiga siswi SMU Kristen GKST di Poso, November 2005 dan penembakan atas Ivon Natalie dan Sitti Nurain di Poso tahun 2005 lalu.

Keluarganya hanya bisa berpasrah diri. Mbak Sabruk meminta agar Polisi memperlakukan anaknya secara manusiawi.

"Anakku sudah dituduh macem-macem. Tapi saya minta dia diperlakukan manusiawi, karena pengadilan yang akan menentukan benar atau tidaknya kasus yang dituduhkan," pinta Satinem.

Selain itu, polisi juga diminta bersikap adil dalam penegakan hukum. "Jangan cuma umat Islam yang diuber-uber. Kenapa 16 nama yang disebut Tibo tidak di proses, pembantaian Buyung Katedo tidak ditangani. Sebagai orang kecil saya hanya percaya kita semua akan mati. Di sanalah kita akan bertanggung jawab," ujarnya.

Yang menarik, Ibu Basri dan keluarganya yang lain menolak menerima bantuan Polisi seperti yang sudah dijanjikan bagi korban operasi penegakan hokum 11 dan 22 Januari lalu.

"Biar saya ini miskin, bantuan apapun yang akan diberi pemerintah maupun polisi terhadap kami, saya tidak mau menerima," tegas Satinem, ibu kandung Basri, yang ditemui di kediamannya di Kelurahan Tegalrejo, Poso Kota, Senin (5/2/2007) petang kemarin.

"Kalau kami terima, berarti sama dengan menukar dua nyawa adik saya yang tewas ditembak polisi," sambung Sriyani, adik kandung Basri.

Mbak Sabruk mengaku sangat terpukul dengan peristiwa yang mereka alami. Bukan hanya tuduhan polisi terhadap Basri-anak pertamanya, yang membuat nenek tujuh cucu ini terpukul, tapi, kematian dua adik Basri, Udin dan Totok, pada peristiwa baku operasi penyisiran DPO Senin (22/1/2007) lalu.

" Adikku, Udin, kan kurus. Dia ditangkap hidup-hidup dan tanpa luka tembak. Tapi saat pulang dari Polda sudah jadi mayat. Badannya-pun berubah jadi gemuk karena lebam dengan hasil penganiayaan. Hidungnya remuk. Dan kepalanya lembek seperti semangka yang baru jatuh," terang Sriyani, sembari menceritakan pula kondisi mayat Totok yang tak kurang tragisnya.

Sekarang, nasi sudah menjadi bubur. Orang memang harus memanen buah dari benih yang sudah disemainya.***

Monday, February 05, 2007

Poso Residents Fear Alleged Arrival Of Militants

Poso - Residents of the troubled Muslim town of Poso, in Central Sulawesi province, have expressed concern over allegations that jihadist paramilitary troops have left Java and are due in Poso, where another police raid led to the arrest of two suspected terrorists on Thursday. The latest raid followed two more in January that left 17 Islamic militants dead.

Levi Bagu, resident of the Kapompa Village, Labuan, Poso, is worried that the arrival of militants could unsettle Poso even more. "I just want to live in peace," Told Bagu.

Sectarian violence has continued to erupt in Central Sulawesi, the battlefield for bloody 1999-2001 warfare between Christians and Muslim militias that left 1,000 dead.

In the last 24 hours, news reports have indicated that members of the officially disbanded Laskar Jihad militia have left the East Javanese city of Surabaya and are on their way to Poso.

In a previous interview, Laskar Jihad chief, Jaafar Umar Thalib, denied the allegation.

“It is all a lie, maybe it is someone else using our name,” he said.

Adnan Arsal, one of Poso’s most influential Islamic leaders and the chairman of the Silahturrahim Forum and the Struggle for Poso Muslims, denied the news report. He also said that the Poso conflict was not connected with Al-Qaeda or Jemaah Islamiyah, as claimed by Indonesia-based experts in terrorism.

"All that is simply untrue. I really do not know where the existence of Jemaah Islamiyah in Poso is,” he said.

Arsal’s son in law, Hasanuddin, is currently on trial in Jakarta for a string of vicious crimes, including the beheading of three Christian schoolgirls. Hasanuddin, who gained military training in the Philippines island of Mindanao, is considered the leader of Poso’s JI cell.

Also worried for the alleged arrival of the jihadi is Rev Rinaldy Damanik, Chairman of the Christian Central Sulawesi Council of the Church Synod, who stressed that the police must stop them.

"I am worried that large scale violence may break out again. But I think this is the police's responsibility,” said Rev Damanik.

In the meantime, local police officials have played down the allegation while however tightening the entry points to the town.

“This matter is only a rumor,” spokesperson of Central Sulawesi Regional Police, Muhammad Kilat, said. “However we stay alert. Whether there is or not a real possibility of any jihadi arriving in Poso, we will keep a close check at several entry points,” he added.

It is understood that extra troops have been deployed at Palu airport, the Pantoloan Seaport and at several other entry points. Extra security has also been extended in several ports in South Sulawesi, where it is believed the jihadi should moor.***

Friday, February 02, 2007

Presiden SBY Perlu Badan Khusus Tangani Poso

Palu –Penyelesaian masalah di Poso tidak bisa dilakukan lagi secara ad hoc, parsial dan sektoral. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono perlu mengeluarkan mandat untuk membentuk sebuah badan khusus mengurusi masalah Poso.

Demikian yang disampaikan M Ichsan Loulemba, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia asal Sulawesi Tengah. Menurutnya masalah Poso harus diselesaian secara integral, komprehensif dan berkelanjutan.

“Presiden SBY perlu memberikan mandat bagi pembentukkan badan khusus yang mengoordinasikan berbagai sektor pemerintahan sekaligus penghubung dan supervisi antara Pemerinta Pusat dan Daerah,” pandang Ketua Kaukus Daerah Konflik dan Pasca Konflik DPD RI itu.

Pembentukan badan khusus semacam Badan Rekonstruksi Rehabilitasi (BRR) NAD-Nias, menurutnya, adalah alternatif solusi. "Sudah tiga Pansus Poso di DPR, juga sudah berganti empat presiden. Namun masalah Poso belum juga selesai. Masing-masing pihak tidak boleh lagi berjalan sendiri. Tidak bisa lagi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan Kepolisian jalan sendiri-sendiri seperti sekarang,"ujarnya.

Nantinya, Imbuh Ichsan lagi, badan serupa ini bisa untuk menangani daerah-daerah bekas konflik lainnya di Indonesia, semisal Maluku dan Maluku Utara.

Ia juga mendesak agar Pemerintah membentuk panel hakim khusus untuk peradilan kasus Poso dari permulaan hingga terakhir. Proses peradilan itu harus dilakukan secara terbuka agar diketahui publik secara luas.***
I

Menyerahkan Diri

AMRIN Ngiode alias Aat Satuan Tugas Humas Polda Sulteng AKBP Wibowo menyatakan bahwa Aat terlibat serangkaian aksi kekerasan di Poso dan Palu, Sulawesi Tengah. Pemuda kelahiran Bonesompe, 17 Oktober 1979 dalam penyelidikan diketahui terlibat peledakan bom Tentena pada 25 Mei 2004 yang menewaskan 22 orang dan melukai sekitar 100 orang lainnya.***

Nomor Satu


BASRI. Lelaki ini diduga terlibat sejumlah aksi kekerasan bersenjata di Poso. Ia sempat disebut sebagai buronan nomor 1 Mabes Polri setelah namanya dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang Mabes Polri. Kamis (1/2/2007) ia ditangkap Polisi dalam sebuah operasi di Kelurahan Kayamnaya, Poso Kota. Saat itu, Polisi menembak Ardin alias Rojak, anggota kelompok bernsenjata di Poso. Ardin tertembak di bagian dada, lengan dan kaki karena berusaha melakukan perlawanan dengan menembakan revolver ke arah Polisi.

Thursday, February 01, 2007

Empat Warga Ditangkap Diduga Kelompok Bersenjata


Poso – Kepolisian Resor Poso menangkap empat orang yang diduga sebagai pelaku aksi- kekerasan. Mereka ditangkap dari penyisiran yang dilakukan Polisi di Kelurahan Bonesompe dan Lawanga. Keempatnya diduga terlibat dalam pengeroyokan yang mengakibatkan seorang anggota Polisi di Poso 11 Januari 2007 lalu dan sejumlah kasus lainnya.

Juru Bicara Satuan Tugas Humas Polda Sulawesi Tengah AKBP Wibowo menyatakan keempat warga yang masih dirahasiakan identitasnya itu saat ini tengah dalam pemeriksaan intensif penyidik Mabes Polri dan Polda Sulteng.

“Mereka bukan termasuk DPO. Kita belum dapat pastikan mereka terlibat dalam kasus mana saja, karena mereka masih dalam pemeriksaan,” kata Wibowo.

Dari keterangan sumber Kepolisian dinyatakan bahwa warga yang ditahan ini diduga sebagai pelaku perusakan dan pembakaran di rumah kontrakan Polisi Masyarakat yang bertugas di Kelurahan Lawanga. Termasuk terlibat dalam pengeroyokan yang mengakibatkan tewasnya Bripda Dedi Hendra, anggota Polmas Polres Poso, saat pemakaman Ustadz Ryan alias Santoso alias Abdul Hakim yang ditembak Polisi.***

Tersangka Bom Tentena Menyerahkan Diri ke Polisi

Poso – Amrin Ngiode alias Aat, 28, tersangka peledakan bom pasar Tentena, menyerahkan diri ke Polisi, Jumat (2/2/2007) pukul 08.00 Waktu Indonesia Tengah. Aat menyerahkan diri setelah diburu Polisi selama hampir dua tahun setelah namanya dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Mabes Polri.

Pasca baku tembak Polisi dengan kelompok bersenjata Senin (22/1/2007) lalu, Aat bersembunyi di rumah salah seorang tantennya di Kelurahan Bonesompe, Poso Kota.

Saat menyerahkan diri kepada Polisi Jumat pagi, ia diantara oleh ibu dan keluarganya yang lain. Isak tangis puluhan warga mengiringi penyerahan diri Aat. Ia lalu diantar menemui Kapolda Sulteng Brigadir Jenderal Badrodin Haiti yang menginap di Mess Tinombala Polda Sulteng di Jalan Pattimura, Kelurahan Lawanga, Poso Kota. Ia menumpang mobil Totoya Innova.

Saat berbincang-bincang dengan Kapolda Badrodin, Aat mengakui pada saat baku tembak dengan Polisi, Senin (22/1) lalu ia menenteng senjata api laras panjang organic jenis M-16 Mini. Sebelumnya, ia menenteng SS-1 yang kemudian diserahkannya kepada Wiwin Kalahe, salah seorang DPO Poso.

Setelah berbincang dengan Kapolda Badrodin, ia kemudian diidentifikasi oleh tim Forensik Polres Poso.

Satuan Tugas Humas Polda Sulteng AKBP Wibowo menyatakan bahwa Aat terlibat serangkaian aksi kekerasan di Poso dan Palu, Sulawesi Tengah. Pemuda kelahiran Bonesompe, 17 Oktober 1979 dalam penyelidikan diketahui terlibat peledakan bom Tentena pada 25 Mei 2004 yang menewaskan 22 orang dan melukai sekitar 100 orang lainnya.***

Daftar DPO Mabes Polri yang masih Diburu Polisi

Poso - Sejumlah DPO kasus Poso sudah tertangkap dan menyerahkan diri. Namun Polisi masih memburu limabelas orang lainnya. Upaya penyisiran untuk memperkecil ruang gerak para DPO dan kelompok bersenjata pendukungnya. Berikut ini nama-nama 15 orang DPO yang masih diburu Polisi.

1. Nanto Bojel
2. Hamdara Tamil
3. Papa Isran alias Papa Yus alias Man Labuan
4. Enal alias Tao
5. Iwan Asapa alias Ale
6. Iin alias Brur
7. Taufik Baruga alias Upik
8. Yasin Lakita alias Acin
9. Yudi Parsan
10. Kholik alias Syafaat
11. Sanusi
------------------------------------------------------------------------------------

Blog Info

BLOG ini berisi sejumlah catatan jurnalistik saya yang sempat terdokumentasikan. Isi blog ini dapat dikutip sebagian atau seluruhnya, sepanjang menyebutkan sumbernya, karena itu salah satu cara menghargai karya orang lain. Selamat membaca.

Dedication Quote

ORANG yang bahagia itu akan selalu menyediakan waktu untuk membaca, karena itu sumber hikmah. Menyediakan waktu tertawa karena itu musiknya jiwa. Menyediakan waktu untuk berfikir karena itu pokok kemajuan. Menyediakan waktu untuk beramal karena itu pangkal kejayaan. Menyediakan waktu untuk bersenda gurau karena itu akan membuat awet muda.Menyediakan waktu beribadah karena itu adalah ibu dari segala ketenangan jiwa. [Anonim]