Friday, December 28, 2007

Sisir Wilayah Bentrok, Polisi Temukan Puluhan Senjata

Palu - Aparat gabungan Kepolisian Resor Kota Palu, Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah dan Satuan Polisi Pamong Praja, Selasa (18/12) siang menggelar razia senjata api dan senjata tajam di Kelurahan Nunu, Palu Barat dan Kelurahan Tawanjuka, Palu Selatan, Sulawesi Tengah untuk mencegah meluasnya bentrokan antara warga dua kelurahan ini. Dari razia tersebut puluhan senjata tradisional, bom molotov, senapan angin dan senjata api rakitan berhasil ditemukan.

Tidak kurang dari 300 personil aparat gabungan Satuan Perintis Polresta Palu, Satuan Brimob Polda Sulteng dan Satuan Pol PP diterjunkan untuk menyisir rumah-rumah warga dan tempat-tempat yang dicurigai sebagai tempat penyimpanan senjata.

Aparat gabungan tersebut berhasil menemukan puluhan senjata tradisional berupan panah, parang dan lembing. Polisi juga menemukan senapan angin dan senjata api rakitan.

Penyisiran dipimpin langsung Kapolresta Palu AKBP Sunarko dan Kepala Bagian Operasi Ajun Komisaris Polisi Petit. Razia ini juga diawasi Direktur Reserse dan Kriminal Polda Sulteng Kombes Pol Armensyah Thai.

Kepada SH, Armensyah mengatakan penanganan bentrok warga ini tetap dilaksanakan sesuai prosedur hukum yang berlaku, namun tetap berdasar pada situasi yang berkembang. Ia juga mengatakan telah mengidentifikasi para provokator dan pemilik senjata.

"Tidak usah dulu kita beberkan siapa saja mereka, nanti mereka malah kabur. Kita bekerja saja secara bertahap sesuai prosedur hukum, dimulai dengan tindakan pencegahan melalui razia senjata. Setelah semua teridentifikasi jelas, baru kita melangkah ke tahapan selanjutnya. Ini kan awalnya semua dari anak-anak muda yang berkelahi karena mabuk miras," kata Armensyah.

Tangkap Provokator
Selasa sore Polisi juga berhasil menangkap seorang warga yang diduga menjadi provokator atau pemicu bentrokan antarwarga ini.

Lelaki ini diketahui bernama Hendrik Erwin, warga Jalan Danau Poso Nomor 20, Kelurahan Ujuna, Palu Barat.

Ia ditangkap ketika melintas di Kelurahan Nunu mengendarai sepeda motor Suzuki jenis Shogun sambil mengeluarkan makian yang kerap memicu bentrokan.

Menurut Kabag Ops Polresta Palu AKP Petit, pihaknya tengah mendalami penyidikan atas Erwin.

"Tersangka sudah ditangani Satreskrim. Untuk sementara masih diperiksa. Ia diduga yang selama ini memprovokasi warga," kata Petit.

Ketika ditanyai wartawan, pria bertubuh subur berusia 37 tahun ini lebih banyak menjawab dengan ngawur dan tidak jelas.

Sementara itu, Rabu (19/12) situasi di Kelurahan Nunu dan Tawanjuka tersebut masih terlihat tegang. Banyak rumah warga ditinggal kosong. Sejumlah warga, utamanya di titik bentrok masih memilih mengungsi. Sebanyak 2 peleton Satuan Perintis Polresta Palu dan 1 Peleton Brimob Polda Sulteng masih bersiaga di lokasi dan menyekat perbatasan kedua wilayah tersebut. ***

Pengamanan Natal dan Tahun Baru

Pintu Keluar Masuk Poso Dijaga Ketat

Poso – Untuk pengamanan Natal dan Tahun Baru 2008 di Poso, Sulawesi Tengah. Kepolisian Resort Poso menurunkan 843 personil polisi. Sebanyak 11 pos di luar Polsek dan Polmas dibangun untuk menjaga wilayah perbatasan keluar–masuk Poso.

Penjagaan ekstra ketat diberlakukan di pos perbatasan dengan Kabupaten Tojo- Unauna, pos perbatasan dengan Kabupaten Luwu Utara menuju Makassar, serta pos perbatasan dengan Kabupaten Parigi-Moutong menuju Palu.

Kapolres Poso, AKBP Drs Adeni Muhan Dg. Pabali mengatakan peningkatan pengawasan tersebut dilakukan untuk memberikan rasa aman bagi masyarakat Poso yang dalam waktu dekat akan merayakan dua hari besar keagamaan di akhir bulan ini, yakni Natal, serta Tahun Baru 2008, setelah Idul Adha Kamis kemarin.

"Bukan hanya di pintu masuk-keluar Kabupaten Poso, tapi semua tempat yang dianggap ada celah orang bisa memasuki daerah ini sudah mulai mendapatkan penjagaan ketat dari aparat keamanan," katanya.

Dijelaskannya, tidak menutup kemungkinan adanya gangguan keamanan menjelang hari-hari besar keagamaan dan pergantian tahun.

"Komunitas Intelijen Daerah terdiri atas personil TNI, Polri, BIN, Kejaksaan, Imigrasi, Bea dan Cukai, serta Satpol Pamongpraja, juga akan membantu dalam pengamanan daerah ini," jelas Adeni.

Sementara itu, di Pos Malei (perbatasan wilayah Kabupaten Poso dengan Tojo-Unauna) melaporkan bahwa setiap kendaraan yang masuk dari wilayah timur Provinsi Sulteng menjalani pemeriksaan aparat gabungan TNI dan Polri. Pemeriksaan dilakukan terhadap kendaraan, penumpang dan barang bawaannya. Penumpang dewasa yang tidak memiliki kartu identitas diri atau memiliki KTP dan mencurigakan menjalani pemeriksaan, sebelum kemudian diperbolehkan melanjutkan perjalanan.

"Pemeriksaan demikian itu dilakukan hingga memasuki Tahun Baru 2008, dan dapat diperpanjang sesuai dengan perkembangan kondisi keamanan wilayah," tambah Adeni.

Sekalipun tengah berlangsung pengawasan ketat di mana-mana, namun sejauh ini aparat keamanan setempat belum menemukan adanya orang atau benda-benda mencurigakan yang dibawa penumpang angkutan umum dan pribadi.

Adeni meminta dukungan warga Poso untuk mempertahankan situasi keamanan dan ketertiban yang sudah kondusif di bekas daerah konflik ini. Sebab diakuinya bahwa aparat keamanan tidak akan mungkin berhasil mengamankan wilayah Kabupaten Poso yang sangat luas. tanpa adanya partisipasi aktif dari masyarakat.

"Saya minta masyarakat segera laporkan apabila melihat atau menemukan benda-benda berbahaya atau orang-orang mencurigakan kepada aparat keamanan terdekat, agar segera diambil tindakan," katanya menegaskan.

Sementara itu, Polda Sulteng mengerahkan dua pertiga kekuatan yang dimiliki untuk mengamankan wilayah hukum Sulteng.

Operasi Lilin 2007 direncanakan berlangsung selama 14 hari, 20 Desember 2007 hingga 2 Januari 2008, juga melibatkan satu batalyon anggota TNI, serta Satuan Polisi Pamong Praja dan petugas Dinas Lalu Lintas dan Jalan Raya.

Sasaran pengamanan rumah ibadah, fasilitas publik, tempat perayaan Natal dan Tahun Baru, tempat rekreasi, serta lokasi-lokasi yang menjadi konsentrasi massa.***

Sisir Wilayah Bentrok, Polisi Temukan Puluhan Senjata

Palu - Aparat gabungan Kepolisian Resor Kota Palu, Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah dan Satuan Polisi Pamong Praja, Selasa (18/12) siang menggelar razia senjata api dan senjata tajam di Kelurahan Nunu, Palu Barat dan Kelurahan Tawanjuka, Palu Selatan, Sulawesi Tengah untuk mencegah meluasnya bentrokan antara warga dua kelurahan ini. Dari razia tersebut puluhan senjata tradisional, bom molotov, senapan angin dan senjata api rakitan berhasil ditemukan.

Tidak kurang dari 300 personil aparat gabungan Satuan Perintis Polresta Palu, Satuan Brimob Polda Sulteng dan Satuan Pol PP diterjunkan untuk menyisir rumah-rumah warga dan tempat-tempat yang dicurigai sebagai tempat penyimpanan senjata.

Aparat gabungan tersebut berhasil menemukan puluhan senjata tradisional berupan panah, parang dan lembing. Polisi juga menemukan senapan angin dan senjata api rakitan.

Penyisiran dipimpin langsung Kapolresta Palu AKBP Sunarko dan Kepala Bagian Operasi Ajun Komisaris Polisi Petit. Razia ini juga diawasi Direktur Reserse dan Kriminal Polda Sulteng Kombes Pol Armensyah Thai.

Kepada SH, Armensyah mengatakan penanganan bentrok warga ini tetap dilaksanakan sesuai prosedur hukum yang berlaku, namun tetap berdasar pada situasi yang berkembang. Ia juga mengatakan telah mengidentifikasi para provokator dan pemilik senjata.

"Tidak usah dulu kita beberkan siapa saja mereka, nanti mereka malah kabur. Kita bekerja saja secara bertahap sesuai prosedur hukum, dimulai dengan tindakan pencegahan melalui razia senjata. Setelah semua teridentifikasi jelas, baru kita melangkah ke tahapan selanjutnya. Ini kan awalnya semua dari anak-anak muda yang berkelahi karena mabuk miras," kata Armensyah.

Tangkap Provokator
Selasa sore Polisi juga berhasil menangkap seorang warga yang diduga menjadi provokator atau pemicu bentrokan antarwarga ini.

Lelaki ini diketahui bernama Hendrik Erwin, warga Jalan Danau Poso Nomor 20, Kelurahan Ujuna, Palu Barat.

Ia ditangkap ketika melintas di Kelurahan Nunu mengendarai sepeda motor Suzuki jenis Shogun sambil mengeluarkan makian yang kerap memicu bentrokan.

Menurut Kabag Ops Polresta Palu AKP Petit, pihaknya tengah mendalami penyidikan atas Erwin.

"Tersangka sudah ditangani Satreskrim. Untuk sementara masih diperiksa. Ia diduga yang selama ini memprovokasi warga," kata Petit.

Ketika ditanyai wartawan, pria bertubuh subur berusia 37 tahun ini lebih banyak menjawab dengan ngawur dan tidak jelas.

Sementara itu, Rabu (19/12) situasi di Kelurahan Nunu dan Tawanjuka tersebut masih terlihat tegang. Banyak rumah warga ditinggal kosong. Sejumlah warga, utamanya di titik bentrok masih memilih mengungsi. Sebanyak 2 peleton Satuan Perintis Polresta Palu dan 1 Peleton Brimob Polda Sulteng masih bersiaga di lokasi dan menyekat perbatasan kedua wilayah tersebut. ***

Sunday, December 16, 2007

Rekaman dari Bentrok Nunu-Tawanjuka


RUMAH warga juga menjadi sasaran bentrokan antara warga Nunu dan Tawanjuka, Minggu (16/12/2007). Tercatat lima rumah dan enam sepeda motor terbakar.



WARGA terlihat menggunakan senapan angin berteleskop saat bentrokan antara warga Nunu dan Tawanjuka, Minggu (16/12/2007).



WARGA menggunakan berbagai macam senjata saat bentrokan antara warga Nunu dan Tawanjuka, Minggu (16/12/2007).

Korban Bentrok Nunu -Tawanjuka Kritis


Palu – Bentrok ratusan warga Kelurahan Nunu, Palu Barat dan warga Kelurahan Tawanjuka. Palu Selatan, Minggu (16/12) siang hingga petang mengakibatkan 18 warga luka-luka, salah seorang dalam kondisi kritis, lima rumah dan enam sepeda motor terbakar. Seorang Bintara Polri juga dilaporkan terluka. Kini sejumlah korban dirawat di RS Polri Bhayangkara Sulteng, RS Bala Keselamatan dan RSUD Undata serta Puskesmas setempat.

Mereka yang dirawat di RS BK adalah Aris (22) yang luka di lengan kanan, Aco (25) dengan luka di lengan kanan, Rasyid (19) yang juga di lengan kana, Rendi (29) terluka di bagian perut, Sudarman (29) dengan luka di lengan kanan, begitu pula Umar (16) terluka di bagian lengan kanan dan Rulli (32) yang terluka di lengan kiri.

Lalu enam korban lainnya dirawat di RS Bhayangkara yakni Ridwan (30) dengan luka di bagian perut, Syarif (35) terluka di kepala, Yusran (21) juga mengalami luka di bagian kepala, Chahyadi (27) mengalami luka di bagian dada, lalu Fadli (32) dan seorang perempuan Yulianti terluka di bagian kepala.

Di RS Undata sebanyak enam korban juga tengah dirawat. Mereka adalah Abdul Rifai (18) dan Nanda (18) yang mengalami luka di kepala, Faisal (17) luka di bagian punggung, kemudian Inal (27) terluka di lengan kiri, Sukri (23) terluka di kepala, dan Anton (20) yang mengalami luka paling serius. Kondisinya kini dalam keadaan kritis di RSUD Undata karena dibacok dengan parang.

Dilaporkan juga seorang bintara Polisi Suprianto (22) teluka di bagian siku.

Sementara itu, Walikota Palu Rusdi Mastura yang dihubungi Senin pagi tidak mengangkat telepon. Sampai saat ini, belum ada lagi pertemuan antara warga. Jalan-jalan untuk masuk ke kedua Kelurahan ini masih dipasangi portal oleh warga. Transportasi untuk anak-anak sekolah hanya dengan menggunakan kendaraan taktis (rantis) milik Polresta Palu untuk menghindari anak-anak ini menjadi korban kekerasan. ***

Warga Palu Bentrok, 18 Luka-luka dan 5 Rumah Terbakar


Palu - Bentrokan berdarah ratusan warga Kelurahan Nunu, Palu Barat dengan warga Kelurahan Tawanjuka, Palu Selatan, Sulawesi Tengah kembali terjadi Minggu (16/12) siang hingga sore. Akibatnya, belasan warga luka-luka, lima rumah dan enam sepeda motor terbakar. Satuan Pengendalian Massa Kepolisian Resor Kota Palu baru bisa melerai warga setelah empat jam terjadinya bentrokan itu.

Bentrokan berdarah ini adalah kali ketiganya terjdi dalam tiga bulan terakhir. Ratusan warga dari Kelurahan bertetangga itu terlibat baku lempar batu, saling panah dan saling tembak dengan menggunakan senapan angin.

Bentrokan yang berlangsung tidak kurang dari empat jam ini membuat Satuan Pengendalian Massa Kepolisian Resor Kota Palu kewalahan. Beberapa warga Tawanjuka bahkan terlihat menggunakan tameng Polisi untuk berlindung dari lemparan batu dan panah besi.

Bahkan ada warga yang menyerang dengan menggunakan tameng milik Polisi yang berjaga di perbatasan Kelurahan Tawanjuka.

Wartawan juga menjadi sasaran bentrok kali ini. Koresponden Trans TV di Palu Jafar G Bua sempat dipukuli dengan kayu dan diancam akan ditebas parang, lantaran mengambil

gambar close up salah seorang warga yang menembak dengan menggunakan senapan angin dan menggunakan panah besi. Untungnya, aksi main hakim ini berhenti setelah ada warga lain yang melerai.

Bentrokan ini mengakibatkan 18 warga luka-luka, salah seorang dalam kondisi kritis, lima rumah dan enam sepeda motor terbakar. Kini sejumlah korban dirawat

di RS POlri Bhayangkara Sulteng, RS Bala Keselamatan dan RSUD Undata serta Puskesmas setempat.

Kapolresta Palu AKBP Sunarko yang langsung memimpin pengamanan ini berusaha menenangkan massa. "Warga diharapkan tenang dan bisa mengendalikan diri. Agar

tidak terjadi saling serang lagi, Polisi ditempatkan di batas kedua kelurahan ini," kata Sunarko di sela-sela suasana penuh ketegangan.

Bentrokan baru mereda setelah bantuan personil Kepolisian dari Polda Sulteng diterjunkan ke lokasi kejadian. Meski demikian suasana di kedua Kelurahan itu

tetap tegang. Warga masih berjaga-jaga di batas kedua desa tersebut. Sebanyak 4 Satuan Setingkat Peleton sudah bersiaga di lokasi kejadian.***

Saturday, December 15, 2007

Festival Danau Poso, Asa Merajut Kembali Persaudaraan


PADA 5 Desember 2007 lalu, saya bersama juru kamera RCTI Upik Nyonk, koresponden Global TV Iwan Lapasere, juru kamera Metro TV Harry Laturadja dan reporter KBR 68H Erna Dwi Lidiawati berangkat ke Poso, Sulawesi Tengah. Pukul 22.00 Waktu Indonesia Tengah kami bertolak dari Palu. Perjalanannya santai. Pukul 03.00 WITA barulah kami tiba di Poso.

Sepanjang jalan suasana tenang sudah mulai terasa. Tidak ada lagi Polisi garang yang berjaga dengan senjata laras panjang di tangan menghentikan mobil dan memeriksa penumpangnya. Meski pos-pos pengamanan masih berdiri sepanjang jalan menuju ke Poso.

Perjalanan saya ke Poso kali ini adalah yang kesekian kalinya sejak konflik sosial mengharubiru kabupaten penghasil kayu mewah Ebony itu pada 1998. Kali ini, saya hendak meliput Festival Danau Poso. Akronimnya FDP.

Ya, FDP. Kata itu seperti mantera yang mengingatkan orang bahwa di Poso dahulu masyarakatnya saling berjabatan tangan dan hati dengan erat. Namun kemudian konflik
Sembilan tahun lamanya FDP terhenti akibat konflik, yang membuat persaudaraan antara komunitas berbeda keyakinan terkoyak.

Festival ini pertama kali digelar di Kota Tentena oleh Dinas Pariwisata pada 1989 untuk mempromosikan keragaman budaya Sulawesi Tengah. Festival yang saban tahun digelar ini terhenti pada 1997 akibat konflik sosial yang melanda poso.

Dinas Pariwisata berharap digelarnya lagi Festival ini bisa mengabarkan kepada dunia, bahwa Poso sudah aman untuk dikunjungi para wisatawan asing maupun domestik. Festival ini dihelat sejak 6 desember hingga 10 Desember.

“Kita harus mampu memproklamirkan kepada dunia nasional dan internasional bahwa inilah Poso kini. Kami akan memadamkan bara api yang pernah menyala melalui kearifan lokal yang terwariskan secara turun temurun. Jadi bantu kami,” kata Jethan Towakit, Wakil Kepala Dinas Pariwisata Sulteng.

To Wana Bawa Damai
Di tepian Danau Poso, 57 kilometer arah tenggara Kota Poso ajang budaya seperti lomba perahu hias, perahu dayung dan pagelaran seni tradisional dari beberapa kabupaten dan kota di Sulawesi Tengah digelar selama FDP.

Salah satunya adalah pagelaran tradisi yang ditampilkan Suku Wana, dari Morowali. Mereka tampil memukau hati.

Mereka menyuguhkan tradisi Dendelu dan Salonde, sebuah tradisi menyambut tamu di mana para perempuannya menyuguhkan pinang dan sirih untuk menginang. Lalu para lelaki menyambut para tamu yang datang itu dengan tarian. Ada pula suguhan tradisi Momago, ritual pengobatan tradisional yang dilakukan oleh para tetua adatnya.

Nilai-nilai kekeluargaan begitu terasa. Gotong royong, kebersamaan dan saling memahami peran antara lelaki sebagai kepala rumah tangga dan perempuan sebagai ibu mewujud dalam interaksi mereka saat Dendelu dan Momago. To Wana membawa damai ke Poso yang penuh bara api di tahun-tahun sebelumnya.

Tidak hanya warga setempat yang kagum menyaksikan suguhan tradisi suku Wana itu, Manuela, warga Negara Jerman pun terkesima.

“Indah, sungguh indah. Itu cantik. Ini kali pertama saya di Sulawesi dan saya melihatnya pula untuk pertama kali. Saya pikir itu sangat baik dan oke,”

Festival ini memang seperti terlahir kembali setelah lama mati suri. Karenanya suasananya menjadi terasa berbeda dengan festival di tahun-tahun sebelumnya. Dulunya, suku-suku pedalaman bahkan mau turun gunung untuk menyaksikan pentas budaya ini. Mereka bahkan rela tidur di teras-teras rumah penduduk setempat. Pemandangan itulah yang kini hilang.

Rinaldy Damanik, pendeta dan salah seorang peserta Festival sebelumnya menyampaikan perasaan hatinya.

“Saat itu, semua orang punya hubungan baik dengan semuanya. Tidak ada perkelahian. Ada lomba-loma, ada yang menang, ada yang kalah. Itu biasa aja. Itu menarik sekali, itu yang kita rindukan, seperti dulu. Saling mendukung, saling mengsupport. Tidak ada caci maki, yang banyak itu tepuk tangan dan jabat tangan,” ungkap Damanik.

Semua warga berharap festival ini bisa kembali mempererat tali persaudaraan. Seperti harapan Matatias Konda, salah seorang warga tentena.

“Dengan adanya festival ini, kami merasa rasa persaudaraan itu sangat erat. Di sinilah tempat kami mencurahkan segala kegembiraan kami kepada teman-teman yang tidak kami rasakan lagi hal-hal seperti ini,” sebut Matatias.

Tentu saja harapan Matatias, bukanlah harapan kosong belaka. Itu adalah harapan semua orang yang ingin melihat Poso kembali damai seperti sedia kala. Agar mereka kembali menikmati indahnya matahari terbenam di Danau Poso dan riuh rendah suara anak-anak bermain kecipak air di Danau indah itu.***

Petambuli, Membuat Adat Tak Mati Suri


ADA berbagai cara melestarikan tradisi dan adat istiadat kita yang begitu kaya. Salah satunya melalui upacara penikahan. Itulah yang dilakukan keturunan Kerajaan Sigi, di Donggala, Sulawesi Tengah. Mereka memboyong tanda-tanda kebesaran kerajaan yang pernah jaya di Donggala itu, ke Tolitoli, Sulawesi Tengah, saat pernikahan salah seorang putra keturunan pewaris Kerajaan yang berdiri pada 1650 itu. Ritual penikahan ini adalah perkawinan budaya asli Donggala dengan syariat Islam. Ada adat petambuli sebagai intinya.

Upacara pernikahan a la keturunan Raja Sigi, Donggala, Sulawesi Tengah ini tergolong unik. Selain harus menyiapkan sejumlah tanda-tanda kebesaran raja seperti ula-ula, orang-orangan dari kain yang sudah berumur lebih dari 100 tahun. Sang calon mempelai pria juga harus mengenakan pakaian kebesaran raja dan mengunakan siga, penutup kepala khas Kaili, suku terbesar di Donggala. Calon mempelai pria juga diwajibkan menunganggi seekor kuda menuju kediaman calon mempelai wanita. Maklum, Edy Supratman, demikian nama sang calon mempelai pria adalah keturunan pewaris kerajaan Sigi.

Sejumlah tetua adat dan keluarga dekat calon mempelai pria juga mengunakan pakaian berwarna kuning yang merupakan pakaian kebesaran kerajaan Sigi.

Sang calon mempelai pria sepanjang jalan dikawal oleh dua orang Tadulako, pengawal raja dan seorang panglima agar dalam perjalanan menuju rumah mempelai wanita tidak mendapat hambatan dari musuh.

Para Tadulako bertopi tanduk kerbau itu, dipersenjatai dengan guma atau golok perang, tavala atau tombak dengan kaliavo atau tameng. Sepanjang jalan tepukan rebana mengiringi rombongan dari calon mempelai pria. Terasa besar pengaruh Islam atas kerajaan Sigi tempo dulu.

Sepanjang jalan para Tadulako memperlihatkan keahliannya memainkan guma dan tavala. Itu agar tidak ada yang berani menggangu perjalanan sang mempelai pria.

Nah, setibanya di rumah calon mempelai wanita rombongan pasukan dari calon mempelai pria disambut dengan dua orang prajurit utusan dari calon mempelai wanita.

Disini utusan prajurit dari mempelai wanita sempat melancarkan serangan dengan golok dan ditangkis oleh sang panglima dengan tombak sebelum memasuki halaman rumah calon mempelai wanita.

Sebelum, memasuki pintu rumah calon mempelai wanita digelarlah adat petambuli, upacara penghormatan bagi calon mempelai wanita dan keluarganya. Inilah inti prosesi adat itu. Petambuli dimpimpin dua orang tetua adat dengan mengunakan bahasa Kaili, bahasa ibu suku terbesar di Sulawesi Tengah. Selanjutnya, sang calon mempelai pria Edi Supratman dan calon mempelai wanita Sitti Maryam dinikahkan sesuai dengan syariat Islam.

Menurut salah seorang tokoh adat, Lassa ritual adat semacam ini dulunya selalu digelar oleh para bangsawan kerajaan Sigi. Kemudian pupus dan tidak lagi pernah digelar karena orang yang ingin semuanya serba praktis dan langsung jadi.

Dipercaya juga pelaksanaan adat pernikahan ini bertujuan memohon bagi sang pencipta alam semesta agar kedua mempelai diberikan keturunan yang baik serta rezeki yang melimpah.

“Jadi penghormatannya dimulai dari teras rumah pria, di jalan dan hingga ke teras rumah wanita. Filosofinya adalah manusia hidup itu harus saling menghormati. Dan semuanya harus berawal dari rumah tangga hinga ke kehidupan mereka sehari-hari, saat bergaul dengan orang lain di lingkungannya.

Diharapkan pelaksanaan ritual ini bisa melestarikan adat istiadat yang dulunya masyhur dan melembaga di Donggala, Sulawesi Tengah berbilang ribuan tahun lamanya sejak abad 17. Meminjam harapan Lassa, agar adat tidak mati suri.***

Seratus Arca Megalith Poso Dicuri


Palu – Tidak kurang dari seratus buah arca dari situs megalith, Poso, Sulawesi Tengah dilaporkan hilang dicuri. Sebagian arca dari zaman pra sejarah tersebut kini telah diperjualbelikan di Pulau Bali. Situs megalitik di Lembah Napu, Bada dan Besoa di diperkirakan adalah situs megalitikum terluas di Indonesia. Namun, kondisinya kurang terawat dan kurang dipromosikan. Ketiga kawasan itu masuk dalam wilayah Kecamatan Lore Utara dan Lore Selatan, Kabupaten Poso, Sulteng.

Laporan kehilangan arca warisan zaman prasejarah atau zaman megalitikum, itu terungkap dalam laporan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Poso, saat mereka mengadakan kunjungan kerja ke Bali. Sebelumnya didapat laporan bahwa sebagian arca megalit terlihat diperjualbelikan di salah satu gallery di Bali dan setelah dicek laporan tersebut benar.

Penelusuran itu atas inisiatif Ketua DPRD Poso, Sawerigading Pelima. Ia menugaskan sejumlah anggota Dewan Poso, di antaranya Ketua Komisi B Asmir Podungge untuk melacak kebenaran informasi itu.

Nah, karena Pelima adalah To Poso, sebutan bagi orang Poso asli, maka setelah diperlihatkan foto-foto dari hasil pelacakan anggota Dewan itu, yakinlah dia bahwa itu berasal dari situs megalitikum Lembah Napu, Bada dan Besoa.

Dewan Poso juga sudah melaporkan kasus ini kepada Pemerintah setempat, namun belum mendapat tanggapan.

Pencurian benda-benda purbakala itu diduga melibatkan sindikat nasional dan internasional. Itu diduga sudah berlangsung kira-kira enam tahun lamanya hingga kini.

Namun, Kepala Seksi Purbakala Dinas Pariwisata, Sulawesi Tengah, Syamsuddin mengatakan bahwa mereka belum mempunyai data atau laporan resmi terkait hal itu.

“Para juru pelihara yang sudah kami latih sampai saat ini belum melaporkan adanya kehilangan itu. Kalau ada apa-apa mereka langsung hubungi kami. Meski begitu, kami segera membentuk tim untuk melacak kebenaran informasi itu,” kata Syamsuddin.

Tim terpadu itu, nantinya akan diberangkatkan ke Bali untuk melakukan investigasi penjualan arca megalith Poso yang dilaporkan raib.

Saat ini, sebagian besar arca yang ditaksir berusia sekitar 3000 – 4000 SM itu masih berada di situs alamnya di Lembah Napu, Bada dan Besoa di Kecamatan Lore Utara dan Lore Selatan. Sementara sebagiannya sudah dibawa ke Museum Negeri Sulawesi Tengah.

Ajabar Gani, dari Seksi Koleksi Museum Negeri Sulawesi Tengah mengatakan bahwa tidak semua arca bisa mereka pindahkan. Mereka hanya memindahkan arca-arca kecil.

“Sebagian kami lestarikan secara eks situ atau di luar situs alamnya dengan pertimbangan menghindari pencurian atau karena posisinya yang rentan oleh kejadian alam. Misalnya di pinggir sungai. Ini juga untuk memudahkan penelitian,” jelas Ajabar.

Arca megalith adalah merupakan hal yang langka di dunia karena hanya terdapat di Napu, Besoa, Bada dan di Marquies Island, Amerika Latin.

Di tiga situs di wilayah Kabupaten Poso itu terdapat beragam peninggalan zaman megalitikum. Ada yang berupa arca, menhir atau dolmen.

Dibanding situs-situs arkeologi lainnya, situs ini kurang mendapat perhatian. Padahal kita tahu usia arca-arca megalitikum itu lebih tua daripada Borobudur yang begitu dibanggakan masyarakat Indonesia, utamanya masyarakat Jawa Tengah.

Berdasarkan hasil penelitian terdapat 432 objek situs megalith di Sulawesi Tengah. Tersebar di Lore Utara dan Lore Selatan, Poso sebanyak 404 situs dan di Kecamatan Kulawi, Kabupaten Donggala sebanyak 27 situs. Namun, kondisinya memprihatinkan karena kurang terawat. Promosi wisatanya pun tidak cukup. Dan sekarang ditambah lagi dengan aksi-aksi jahil para pencuri benda purbakala.***

Tuesday, December 11, 2007

Warga Nunu dan Tawanjuka Bentrok Lagi

Palu - Dua kelompok warga di Kelurahan Nunu dan Kelurahan Tawanjuka, Kota Palu, Sulawesi Tengah Sabtu (8/12) sore terlibat bentrok lagi. Meski tidak menimbulkan korban jiwa namun beberapa rumah warga mengalami kerusakan terkena lemparan batu. Belum diketahui pemicu terjadinya bentrok kedua kelurahan bertetangga ini.

Bentrokan kedua kelompok warga ini yang kali kesekian ini diduga dipicu kesalahpahaman antara anak muda Jumat (7/12) malam. Entah siapa yang memulai keduanya saling menyerang sehingga menyebabkan beberapa kaca jendela rumah warga di kedua belah pihak rusak. Insiden ini sempat reda setelah puluhan aparat Kepolisian dari Polresta Palu turun mengamankan lokasi kejadian.

Insiden ini kemudian berlanjut Sabtu sore dan kedua kelompok warga kembali saling serang dengan menggunakan senjata tajam dan batu. Suasana pun kembali tegang. Warga setempat yang ketakutan pun mengungsi dan mengosongkan rumahnya.

Suasana yang sempat tegang akhirnya reda setelah sedikitnya 1 Satuan Setingkat Kompi aparat gabungan Polresta Palu dan Polda Sulawesi Tengah turun tangan membubarkan kedua kelompok yang bertikai. Para tokoh masyarakat dan pimpinan pemerintah kedua belah pihak pun turun tangan melerai.

Hingga Sabtu malam, suasana di kedua kelurahan bertetangga ini masih
mencekam. Tidak ada warga yang berani keluar rumah dan memilih
berjaga-jaga di rumah masing-masing. Ratusan personil gabungan Polisi kini disiagakan di perbatasan kedua kelurahan ini.***

Pesawat Milik Wapres JK Tergelincir

Poso - Pesawat jenis Piper Astec 34 milik PT Bukaka Group tergelincir di Bandara Kasiguncu, Kota Poso, Sulawesi Tengah Jumat (7/12) pagi. Meski tidak menimbulkan korban jiwa namun bagian belakang pesawat mengalami kerusakan.

Informasi yang berhasil dihimpun menyebutkan insiden ini bermula ketika pesawat milik perusahaan PT Bukaka yang juga milik Wakil Presiden Jusuf kalla ini tergelincir saat hendak mendarat di Bandara Kasiguncu sekitar pukul 01.55 UTC atau 09.55 Waktu Indonesia Tengah.

Kepala Bandara Kasiguncu Sjamsi Djamaluddin mengatakan sudah melihat dari jarak jauh pesawat tersebut agak oleh saat akan mencoba mendarat.

“Informasi yang saya dapat dari Kapten Pilot Untardi, dia mengalami kerusakan pada landing gear sebelah kiri,” kata Sjamsi.

Petugas bandara yang melihat kejadian ini langsung memberikan pertolongan. Beruntung, pilot dan seluruh penumpangnya dalam keadaan selamat dan tidak mengalami luka-luka. Mereka pun langsung dievakuasi.

Dalam pesawat tersebut menumpang putra Wakil Presiden Jusuf Kalla, Solichin Kalla, dan adik Wapres JK Ahmad Kalla, serta salah seorang Direktur Bank Rakyat Indonesia.

Menurut rencana, mereka akan meninjau proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air Sulewana di Tentena, Poso, Sulawesi Tengah yang dikerjakan oleh kelompok usaha Bukaka Group dan Kalla Group.***

Saturday, December 01, 2007

Buru Pelaku Illegal Logging, Polisi Bakutembak dengan TNI

Palu – Anggota Satuan Polisi Perairan dan Udara Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah terlibat bentrok dengan aparat TNI Angkatan Darat dari Koramil Popayato, Gorontalo. Insiden ini bermula dari pengejaran dan penangkapan tersangka pelaku illegal logging dari wilayah Provinsi Sulawesi Tengah yang lari ke wilayah Provinsi Gorontalo.

Direktur Ditpolair Sulteng Ajun Komisaris Besar Polisi Roy Abu Umar mengatakan bahwa insiden tersebut bermula dari pengejaran pelaku illegal logging dan barang buktinya dari wilayah Molosipat, Sulawesi Tengah yang berusaha lari ke arah wilayah Provinsi Gorontalo.

“Kami dituding melewati batas wilayah dan tanpa surat perintah, tapi harus diingat itu adalah tanggung jawab Polri secara keseluruhan. Tidak mungkin kami membiarkan pelaku illegal logging begitu saja. Sehingga ketika mereka lari dari Molosipat, masih di wilayah Sulteng ke wilayah Gorontalo, tetap kami kejar,” kata Roy Rabu (28/11/2007) lalu melalui telepon.

Sebelumnya, aparat Polair Sulteng memang dituding tidak berkoordinasi dengan aparat keamanan setempat dan tidak mempunyai surat perintah penangkapan. Namun, itu dibantah oleh pihak Polair.

Kapolsek Popayato, Gorontalo IPTU Vondy Mawitjere membenarkan adanya penangkapan tiga tersangka illegal logging dan puluhan kubik barang buktinya. Mereka yang ditangkap oleh Polair Sulteng adalah Une (27), Anding (27) dan Iming, sopir truk yang mengangkut kayu hasil illegal logging tersebut.

“Surat penangkapan atas tersangka Une memang ada, tapi yang duanya lagi tidak ada surat perintahnya,” kata Vondy.

Saat ini, kasus ini tengah diselidiki oleh Polda Gorontalo dan Polda Sulteng, sebab diduga illegal logging tersebut melibatkan Polisi dan TNI. Dari sumber SH di Kepolisian setempat, diketahui Une salah seorang tersangka adalah adik kandung dari Kapolsek Polowatu, Gorontalo.

Ia juga diduga yang menyebarkan berita penangkapan mereka sampai kemudian aparat TNI Angkatan Darat dari Koramil setempat mengumpulkan massa dan melakukan pengejaran kepada aparat Polair Sulteng. Dilaporkan juga bahwa sempat terjadi aksi baku tembak antara aparat TNI dengan Polair, namun tidak mengakibatkan korban jiwa.***

Tuesday, November 27, 2007

Pukul Tahanan, Kapolres Donggala Terancam Dipecat


Palu – Jangan coba-coba ringan tangan, meski sebagai aparat keamanan. Tengoklah nasib naas yang dialami Kapolres Donggala, Sulawesi Tengah AKBP Fahruzzaman, Senin (26/11) kemarin ia diperiksa Majelis Sidang Kode Etik Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah. Ia dilaporkan telah menganiaya tersangka korupsi di dalam tahanan. Selain terancam sanksi pemecatan tidak dengan hormat (PTDH). Fahruzzaman juga akan diajukan ke peradilan umum.

Sidang Kode Etik ini diketuai Wakil Kapolda Sulawesi Tengah, Komisaris Besar Polisi I Nyoman Sindra. Sidang ini menghadirkan Fahruzzaman sebagai terperiksa juga mendengarkan kesaksian Yani Agan, korban penganiayaan tersebut.

Dalam sidang ini terungkap penganiayaan terjadi saat korban ditahan sebagai tersangka korupsi kasus dana operasional Wakil Gubernur Sulawesi Tengah Ahmad Yahya. Sementara Fahruzzaman sebagai Kepala Satuan II Tindak Pidana Tertentu Polda Sulteng.

Pemukulan terjadi saat Fahruzzaman memeriksa Yani. Karena kesal pertanyaannya dipotong, Fahruzzaman pun memukul Yani di bagian wajah hingga membuat pelipis kiri yani berdarah. Tak puas dengan itu, Fahruzzaman pun menghina korban dan orangtuaya.

Tentu saja Yani berang, ia lalu melaporkan pemukulan ini ke Propam Polda Sulteng dan Komisi Kepolisian Nasional. Yani juga menyeret Fahruzzaman ke peradilan umum di Pengadilan Negeri.

“Saya akan menghadirkan saksi-saksi yang sempat melihat saya ketika itu,” kata Yani.

Menurut Wakil Kepala Polda Sulteng I Nyoman Sindra, sanksi kode etik akan dijatuhkan kepada terperiksa Fahruzzaman.

“Jika terbukti menganiaya tahanan, sanksi mulai yang teringan dipindahkan hingga sanksi terberat dipecat dari kepolisian,” kata Sindra.

Selain memeriksa Yani, sidang juga memeriksa sejumlah saksi dari polisi, orangtua korban dan teman korban di tahanan. Namun, karena kesaksian belum cukup, Wakil Kapolda menunda sidang untuk mendengar kesaksian tambahan.***

Tanda Tangan Pendeta GKST Dipalsukan untuk Dukungan Pilkada Morowali


Palu – Pendeta Rinaldy Damanik, mantan Ketua Majelis Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah berang. Pasalnya, tanda tangannya dipalsukan untuk surat dukungan Anwar Ibrahim dan S Marunduh, pasangan Calob Bupati dan Wakil Bupati Morowali, Sulawesi Tengah. Di surat dukungan tersebut disebutkan bahwa Damanik menyatakan mendukung pendidikan gratis bagi semua warga Morowali dari SD-SMU. Itu merupakan salah satu program yang dikampanyekan pasangan Cabup dan Wabup ini.

“Wah, yang gratis-gratis itu berat. Secara moral saya mendukung jika pemerintah berupaya seperti itu tapi tidak dengan membuat surat dukungan semacam itu. Bahkan mereka dengan berani memalsukan tanda tangan saya,” kata Damanik kepada CatatanPoso di kantor Kontras Sulawesi, Jalan Raden Saleh, Palu Timur, Selasa (27/11).

Damanik, yang kesohor namanya memang dikenal sebagai Pendeta yang populer di kalangan masyarakat Morowali dan Poso, karenanya kemudian ada pihak yang memanfaatkannya.

“Padahal ketika itu saya tengah berada di Australia. Saya baru mengetahui setelah salah seorang kenalan saya, Yakob namanya memberi tahu saya adanya surat dukungan itu,” aku Damanik.

Karenanya untuk mengklarifikasi adanya surat dukungan itu, Damanik kemudian membawa kasus ini ke Polisi. Ia melaporkan bahwa dirinya merasa dirugikan atas keluarnya surat dukungan palsu tersebut. Pada 23 November lalu, ia mendaftarkan laporannya kepada penyidik Kepolisian Sektor Beteleme, Morowali.

Anwar dan Marunduh sendiri sudah ditetapkan KPUD setempat sebagai pemenang pemilihan kepala daerah yang berlangsung 5 November lalu. Pasangan ini diusung Partai Damai Sejahtera (PDS), Partai Buruh Sosial Demokrat (PBSD) dan Partai Bulan Bintang (PBB). Mereka meraih suara terbanyak dengan perolehan 26.271 suara atau 25,76 persen dari total pemilih di wilayah kabupaten hasil pemekaran Kabupaten Poso tersebut.***

Friday, November 09, 2007

Nelayan Teluk Palu Temukan Ratusan Amunisi Aktif

Palu - Lima nelayan di Kelurahan Mamboro, Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (8/11) siang menemukan ratusan butir amunisi kaliber 5,56 milimeter dan 38 milimeter saat sedang memancing di Pantai Teluk Palu. Semua amunisi tersebut ditemukan dalam satu lokasi sekitar 15 kilometer dari Kota Palu.

Penemuan amunisi ini bermula ketika salah seorang nelayan bernama Israel (35 tahun) dan empat rekannya, Raisman (32), Larry (29), Ispan (28) dan Jimmy (32) yang sedang memancing ikan kehabisan umpan.

Saat mereka mencari siput laut untuk dijadikan umpan, tiba-tiba Israel menemukan satu butir amunisi. Pada saat yang sama, empat rekan lainnya juga menemukan amunisi di lokasi yang sama.

"Karena kami menemukan peluru itu, akhirnya kami berhenti cari siput dan fokus untuk mencari peluru. Ternyata kami temukan sebanyak 111 butir," kata Israel.

Keempat nelayan itu lantas berinsiatif melaporkan hasil temukannya itu ke Markas Brimobda Polda Sulteng yang hanya berjarak 3 kilometer dari pantai itu.

Mereka mengaku takut saat menemukan peluru itu, karena jumlahnya lebih 100 butir. "Kaget juga kami waktu menemukan peluru itu," ujar Israel.

Amunisi yang ditemukan tersebut terdiri dari kaliber 104 butir kaliber 5,56 milimeter dan tujuh butir kaliber 38 milimeter.

Kapolsek Palu Utara, Ajun Komisaris Polisi Sirajuddin Ramli, membenarkan kasus temuan ratusan amunisi oleh keempat nelayan Teluk Palu itu.

"Kami sudah memeriksa keempat nelayan itu. Tim identifikasi juga sudah melakukan identifikasi di lapangan dan sekarang masih dalam penyelidikan soal pemiliknya," kata Sirajuddin Ramli.

Meski belum diketahui pemilik amunisi aktif itu, tapi yang pasti bahwa banyak anggota Brimob Polda Sulawesi Tengah yang berdomisili di Kelurahan Mamboro itu. Baik yang mengontrak rumah, kos-kosan maupun yang sudah memiliki rumah pribadi.

Pasalnya, Markas Brimob Polda Sulteng, terletak di Kelurahan Mamboro, Palu Utara. Namun belum diketahui pasti, apakah ratusan amuinisi aktif itu adalah milik anggota Brimob yang tercecer. "Kami masih menyelidikinya," kata Sirajuddin Ramli. ***

Ratusan butir amunisi tersebut, kini sudah diamankan di markas Sat Brimobda Sulteng, setelah diidentifikasi oleh tim forensik. ***

Bentrok dalam Gambar [2]




Bentrokan antar warga Kelurahan Nunu dan Tawanjuka, Palu Selatan, Sulawesi Tengah menyulitkan warga yang hendak berpergian dari dan ke kedua kelurahan tersebut. Warga harus meminta pengawalan Polisi.***

Bentrok dalam Gambar [1]



Warga Kelurahan Nunu dan Tawanjukan, Palu Selatan, Sulawesi Tengah terlibat bentrok.***

Bentrokan Antarkampung di Palu



Palu - Warga Kelurahan Tavanjuka, Kecamatan Palu Selatan, Sulawesi Tengah, Jumat (09/11) sore terlibat bentrok dengan Warga Kelurahan Nunu, Kecamatan Palu Barat. Meski tidak mengakibatkan korban jiwa, perang batu antar warga kelurahan ini berlangsung seru. Polisi yang kewalahan melerai warga akhirnya melepaskan tembakan untuk menghalau warga ke kelurahan mereka masing-masing.***

Thursday, November 08, 2007

83 Bekas Napi Kasus Poso Tuntut Perhatian Pemerintah

Palu – Sebanyak 83 bekas narapidana korban konflik Poso mengungkapkan bahwa mereka mengalami kesulitan kehidupan sosial ekonomi pasca pembebasannya dari Lembaga Pemasyarakatan Klas 2 A, Palu, Sulawesi Tengah.

Menurut Charles Arima (40), Ketua Forum Komunikasi Keluarga Besar Eks Narapidana (KKBEN) Kasus Konflik Poso, kesulitan kehidupan sosial ekonomi yang mereka hadapi berupa kesulitan mencari pekerjaan untuk menghidupi keluarga dan kesulitan biaya pendidikan untuk anak-anak mereka. Termasuk kesulitan membangun kembali tempat tinggal mereka setelah luluh lantak dihantan konflik suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) di Poso sepanjang kurun waktu 1998 hingga 2000.

Charles meminta Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan Pemerintah Kabupaten Poso memberikan mereka modal awal untuk berusaha mengembangkan ekonomi keluarganya.

“Kami meminta hak-hak kami yang tidak disampaikan kepada kami selama kami berada di dalam Lembaga dipenuhi,” kata Charles yang dikenai kurungan penjara 10 tahun ini.

Hak-hak yang disebut lelaki yang mendapat remisi pada 17 Agustus 2007 lalu ini adalah berupa bantuan pembangunan rumah, modal usaha dan lainnya yang dikucurkan kepada para korban konflik Poso.

Aca Purasongka (35), eks napi lainnya mengakui selama ini mereka mengaku belum pernah mendapat bantuan sepeser pun dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah maupun Pemerintah Kabupaten Poso. Ketika bantuan-bantuan kemanusiaan dikucurkan ke Poso oleh Pemerintah mereka sementara berada di dalam Lapas menjalani masa hukuman mereka dari 2 – 10 tahun kurungan.

Sebanyak 83 eks napi konflik Poso ini ditangkap dan diadili di Pengadilan Negeri Palu pada 2000 silam. Mereka ditangkap dari wilayah Kecamatan Pamona Utara, Pamona Selatan dan Pamona Barat di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah selama konflik SARA menghantam wilayah itu. Mereka dijerat dengan pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang kepemilikan senjata tajam dan senjata api.***

Damai Dirajut dengan Melae

Melae. Itu tradisi melayat rumah duka yang tumbuh subur di tengah masyarakat Donggala, Sulawesi Tengah. Tidak cuma berlaku di tengah keluarga bangsawan, tapi juga rakyat biasa. Melae juga menjadi wadah merajut damai.

Sejumlah tetua adat dipimpin JH Tarro, berpakaian khas Kaili (suku asli di Donggala, Sulawesi Tengah—red) dan menggunakan siga (kopiah adat), datang dengan membawa japi bula (sapi putih), manu bula ante manu vuri (empat ekor ayam putih dan hitam), ose (beras), tolu manu (14 butir telur ayam), serta pinang dan sirihsekarung beras (ose), dua piring beras dan 14 butir telur, serta pinang dan sirih untuk pompanga (menginang sirih)

Tetua adat ini disambut oleh pewaris tahta Kerajaan Banawa, Donggala, Datu Wajar Lamarauna. Para tetua ini berasal dari Tobaku di Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, dan Sarudu, Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat.

Kedatangan mereka disambut alunan musik bambu di rumah Ketua Pitu Nggota Ngata Kaili (ketua dewan adat masyarakat Kaili, Sulawesi Tengah). Mereka bertandang ke rumah pewaris tahta Kerajaan Banawa itu, sebagai tanda duka atas kehilangan raja Banawa, Adam Ardjad Lamarauna, ayah Datu Wajar Lamarauna. Tradisi ini dikenal sebagai Melae Tobaku Sarudu.

JH Tarro, ketua Dewan Adat Tobaku, mengatakan kunjungan mereka adalah wujud rasa duka atas meninggalnya Raja Banawa, Adam Ardjad Lamarauna yang meninggal dunia pada 16 November 2006 silam.

"Karena keterbatasan transportasi dan komunikasi, sehingga saat itu kami tidak sempat melayat jenazah almarhum. Jadi, baru sekarang kami datang memberikan penghiburan kepada keluarga yang ditinggal,” kata Tarro.

Tradisi ini, tidak hanya sekadar memberikan penghiburan kepada keluarga yang ditinggal, tapi juga sebagai wujud dari kekerabatan dan hubungan adat antara Tobaku-Sarudu dan Kerajaan Banawa.

Menurutnya, ikatan kekerabatan dan keadatan itu, tidak boleh terputus, tapi harus terus dipelihara. Ikatan ini, tidak dibatasi sekat-sekat agama dan status sosial. Buktinya, mayoritas tokoh adat Tobaku Sarudu itu adalah mereka yang beragama Kristen, sedangkan didatangi adalah pemeluk agama Islam. Yang berdoa pun, pendeta dari Bala Keselamatan.

"Konflik yang terjadi di Poso itu, karena putus ikatan kekerabatan dan keadatan. Jika saja warga Poso tetap menyatu dalam adat dan kekerabatan seperti ini, maka kami yakin tidak ada saling bunuh di antara mereka," tandas Tarro.

Jadi tidak salah jika disebut tradisi ini adalah tradisi merajut damai.

Datu Wajar Lamarauna yang juga Ketua Pitu Nggota Ngata Kaili (ketua dewan adat tanah Kaili) mengatakan, para tokoh adat Tobaku Sarudu ini dilaksanakan, karena mereka menganggap bahwa orang tuanya (Adam Ardjad Lamarauna) adalah tokoh panutan yang jasa-jasanya patut dikenang.

"Selain sebagai Raja Banawa, ayah saya ketika masih menjabat sebagai bupati, berhasil membuka isolasi wilayah adat Tobaku. Atas jasa-jasanya sehingga digelar tradisi melae ini," jelas Datu Wajar Lamarauna.

Tradisi ini juga, katanya, tidak hanya dilaksanakan untuk kalangan bangsawan, tapi juga oleh masyarakat lainnya di wilayah adat Tobaku Sarudu. Bahkan, para tokoh adat itu datang dengan membawa makanan sendiri, karena mereka tidak mau merepotkan tuan rumah.

Kerajaan Banawa, sebelumnya bernama Kerajaan Pujananti, sebuah kerajaan di Sulawesi Tengah, yang dibentuk pada 1667. Para rajanya antara lain, La Bugia Mpue Uva, Lasabanawa I Sangga Lea Dg Paloera, Lamarauna Mpue Totua, La gaga, Laruhana Lamarauna, Laparenrengi Lamarauna, sampai kepada Adam Ardjad Lamarauna dan sekarang Daru Wajar Lamarauna.***

Diduga Terkait DPO Terorisme, Pencuri Bersenjata Api Ditangkap

Palu - Aparat Kepolisisan Sektor Parigi, Parigi Moutong, Sulawesi Tengah berhasil menangkap tersangka pencuri bersenjata api. Setelah mendapat laporan warga yang menjadi korban pencurian, polisi langsung memburu tersangka. Diduga, senjata api miliknya tersebut, terkait dengan perampokan yang didalangi oleh DPO kasus terorisme Poso beberapa waktu lalu.

Dari tersangka Enal yang dibekuk dirumahnya Jalan Toni Kota, Kecamatan Parigi Kabupaten Parigi Moutong, Polisi menyita sepucuk senjata api rakitan yang beserta dua butir amunisi kaliber 5,56 milimeter.

Saat ini, Polisi masih melakukan pengembangan karena diduga tersangka juga terlibat salah satu jaringan sindikat perampokan bersenjata yang beberapa waktu lalu terjadi di Toribulu, Parigi Moutong, Sulawesi Tengah yang melibatkan sejumlah eks Daftar Pencarian Orang (DPO) terorisme Poso.

“Kita sementara mengembangkan penyelidikan, karena Enal mengaku ia hanya dititipi senjata api jenis revolver tersebut. Kita masih mengejar pemilik senjatanya sesuai keterangan Enal dalam pemeriksaan,” kata Kapolsek Parigi Moutong AKP Yusri Hasan Selasa (2/10) lalu.

Memang dalam pemeriksaan awal, Enal berkeras bahwa senjata itu bukan miliknya, meski ketika ditangkap, senjata api itu diletakan di pinggangnya.

“Saya hanya dititipi oleh teman yang berangkat ke Palu karena ada urusan. Saya bermaksud mengembalikannya, makanya saya taruh di pinggang,” aku Enal.

Nah, dari keterangan itu, tim buru sergap Polsek Parigi langsung melakukan pengejaran sampai ke Kecamatan Kulawi, Kabupaten Donggala, namun pemilik senpi yang disebut-sebut Enal tidak dapat temukan.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, tersangka dijerat dengan Undang-Undang Darurat No 12 Tahun 1951 dengan hukuman maksimal hukuman mati dan minimal kurungan penjara seumur hidup. ***

Sunday, October 28, 2007

Warga Poso Serahkan Lagi Senpi dan Amunisi Illegal

Poso - Warga Labuan, Kecamatan Lage dan Pamona Selatan, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah menyerahkan 10 pucuk senjata api rakitan dan puluhan amunisi aktif. Senjata api dan amunisi yang diserahkan ini merupakan sisa senjata yang digunakan saat terjadinya konflik bernuansa sara (suku, agama, ras dan antargolongan) di Kabupaten Poso enam tahun silam.

Demikian disampaikan Wakil Kepala Kepolisian Resor Poso Komisaris Polisi Eko Widodo, Sabtu (27/10). Menurutnya 10 pucuk senjata api rakitan yang diserahkan warga ini terdiri dari delapan pucuk laras panjang dan dua pucuk laras pendek. Sedangkan amunisi kaliber 7,52 berjumlah 32 butir.

“kondisi senjata api rakitan ini sebagian diantaranya masih bagus dan amunisinya masih aktif,” kata Eko.

Penyerahan puluhan pucuk senpi dan amunisinya ini diakukan secara diam-diam oleh pemiliknya. Polisi sendiri merahasiakan identitas pemilik senjata ini dan menjamin tidak akan ada proses hukum bagi warga yang menyerahkan senjata api dan barang berbahaya lainnya kepada polisi secara sukarela. Senjata api dan amunisi itu kini diamankan di mapolres poso.

“Senjata api rakitan dan amunisi yang diserahkan warga ini merupakan sisa senjata yang digunakan saat terjadi konflik di Kabupaten Poso beberapa tahun silam,” ungkap Eko.

Pada kesempatan sama, Wakapolres Eko mengimbau kepada warga Poso agar secara sukarela menyerahkan senjata dan barang berbahaya yang masih disimpan dirumahnya.

“Kami menjamin akan merahasiakan identitas mereka dan tidak akan melakukan proses hukum jika warga menyerahkannya secara sukarela,” demikian Wakapolres Poso Kompol Eko Widodo.

Untuk diketahui dari penelusuran intelijen, sebagian besar senjata api dan amunisi di Poso berasal dari Philipinan melalui jalur laut di Kepulauan Sangir Talaud, kemudian dibawa ke Bitung lalu melewati Gorontalo, Parigi Moutong hingga kemudian dipasok untuk dua belah pihak kelompok bertikai di Palu, Parigi dan Poso.***

Saturday, October 27, 2007

Dirgahayu Sumpah Pemuda

Sunday, October 07, 2007

FSPUI Perjuangkan Penegakan Syariat Islam di Poso

Palu - Forum Silahturahmi dan Perjuangan Umat Islam Poso mendesak Pemerintah untuk menegakan syariat Islam. Syariat ini akan mengatur kehidupan masyarakat Muslim di Indonesia, khususnya di Poso, Sulawesi Tengah. Pemerintah juga diminta untuk tidak mempertetangkan konstitusi Negara Republik Indonesia dengan Syariat Islam.

Demikian disampaikan ketua FSPUI Poso, Ustadz Haji Muhammad Adnan Arsyal. usai seminar penegakan syariat islam yang digelar Hisbut Tahrir Indonesia di Gedung Almuhsinin, Alkhairaat Palu, Sulawesi Tengah.

Adnan menegaskan bahwa penegakan syariat Islam tetap dilaksanakan dalam bingkai NKRI.

“Syariat Islam harus ditegakkan, namun tetap dalam bingkai NKRI. Bukan seperto yang ditakutkan orang selama ini. Syariat Islam hanya akan mengatur orang Islam. Kalau dia melanggar hukum pidana, tentu saja akan diadili dengan hukum yang berlaku di negara kita. Jika dia melanggar syariat, maka akan kita hukum dengan aturan syariat Islam,” kata Adnan.

Menurut Adnan, aturan hukum negara kita pun sudah usang, karena merupakan warisan penjajahan Belanda, sehingga perlu dibenahi lagi. Lalu diperkaya dengan aturan yang mengatur harkat hidup orang banyak secara berkeadilan.

Karenanya, FSPUI mendesak Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menggodok Undang-Undang yang menjamin pelaksanaan hukum syariah di Indonesia. ia meminta kepada calon legislatif dan calon presiden serta wakil presiden pada Pemilu 2009 mendatang menandatangani kontrak politik untuk penegakan syariat Islam.

“jika tidak mau, maka masyarakat muslim di indonesia diserukan untuk tidak ikut memilih legislatif atau capres dan wapres tersebut,” tandas Adnan.

Adnan mengatakan negara ini sudah diuji dengan berbagai macam konstitusi sejak di awal pengakuan kedaulatan hingga zaman demokrasi terpimpin lalu zaman azas tunggal Pancasila.

“Tapi coba lihat apa yang terjadi, korupsi dan berbagai macam kejahatan yang melibatkan pejabat-pejabat pemerintah masih saja berlangsung dan ketika dibawa ke Pengadilan hasilnya seringkali vonis bebas. Jadi memang aturan dan hukum di negara kita ini harus diperbaharui,” demikian Adnan menjawab secara khusus wawancara CatatanPoso.

Untuk diketahui, Adnan adalah seorang tokoh Poso yang dikenal namanya setelah dituding oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla mengetahui sejumlah tersangka terorisme di Poso dan mengetahui aksi-aksi mereka. Namun itu kemudian dibanta Adnan. Lelaki persiunan Pegawai Negeri Sipil pada Departemen Agama itu, kini masih memimpin Pesantren Amanah di Tanah Runtuh, Poso. Pada 22 Januari lalu. Daerah Tanah Runtuh menjadi lokasi baku tembak tidak kurang dari 2000 personil Polisi dari Detasemen 88 Mabes Polri, Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah dan Kepolisian Resor Poso serta Satuan Brigade Mobil Kelapa Dua, Depok Jawa Barat dengan kelompok bersenjata Poso. Saat itu, tidak kurang dari 13 kelompok bersenjata dan seorang Polisi tewas.***

Korupsi Dana Pengungsi: Bekas Bupati Poso Divonis Dua Tahun Penjara

Palu – Bekas Bupati Poso, Sulawesi Tengah Andi Azikin Suyuti, Selasa (2/9) sekitar pukul 14.00 Waktu Indonesia Tengah dijatuhi vonis dua tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Neger Palu. Azikin yang juga bekas Ketua Dinas Kesejahteraan Sosial Sulawesi Tengah tersebut diadili dalam perkara korupsi dana pemulangan pengungsi korban kerusuan Poso pada 2001 yang merugikan negara sebesar Rp 1,2 miliar.

Majelis Hakim PN Palu yang diketuai Faturrahman SH juga mewajibkan Azikin membayar denda sebesar Rp 50 juta subsider satu bulan kurungan serta uang pengganti sebesar Rp 1,2 miliar.

Faturrahman mengatakan jika uang pengganti tersebut tidak diganti setelah jatuhnya putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta Azikin akan disita senilai uang pegganti atau menggantinya dengan satu tahun kurungan lagi.

Namun, dalam pembacaan amar putusan, majelis hakim PN Palu tidak memerintahkan penahanan kepada Andi Azikin Suyuti, sebelum putusan yang dijatuhkannya tersebut berkekuatan hukum tetap. Majelis menilai sikap kooperatif dan pengabdian Azikin Suyuti sebagai pegawai negeri sipil lebih 20 tahun, menjadi pertimbangan yang meringankan.

Perkara korupsi dana pemulangan pengungsi korban kerusuhan Poso 2001 yang melilit Azikin Suyuti yakni ketika yang bersangkutan menjabat Kepala Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi Sulteng. Ia menjabat Bupati Poso tahun 2005.
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa/penuntut umum (JPU) dari Kejati Sulteng selama tujuh tahun penjara.

Selain melibatkan Azikini, kasus korupsi dana pemulangan pengungsi Poso juga menyeret mantan Gubernur Sulteng Aminuddin Ponulele. Berkas perkara Aminuddin Ponulele diperiksa dalam persidangan terpisah dan telah diputus bebas oleh majelis hakim PN Palu yang juga diketuai Fatuhrahman.

Sementara itu, Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Sulteng , Ariati SH, menyatakan masih pikir-pikir melakukan banding atas putusan mejelis hakim ini.

Begitu pun dengan tim Penasehat Hukum Azikin yang diketuai Tajwin Ibrahim. “Kami masih pikir-pikir untuk mengajukan banding atas keputusan ini,” katanya singkat, saat mendampingi Azikin keluar dari ruang persidangan PN Palu.
Azikin sendiri ketika dimintai keterangan, menolak memberikan keterangan. Ia hanya berujar singkat, “tidak usah kamu beritakan ini.”

Jejak Kasus Azikin
Sekadar diketahui kasus Azikin terkait dengan bekas Gubernur Sulawesi Tengah Prof Aminuddin Ponulele. Aminuddin sendiri sudah divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Palu, Rabu (22/8/2007) lalu. Saat itu, bersama bekas Gubernur Aminuddin, terdakwa Azikin membuka rekening atas nama Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana Alam dan Pengungsi (Satkorlak PBP) Sulteng di BNI Cabang Palu untuk menampung dana dari Depsos guna kebutuhan pengungsi akibat kerusuhan Poso.

Selanjutnya pada 4 Desember 2001 Dinkessos Sulteng menerima alokasi anggaran yang bersumber dari APBN 2001 sekitar Rp15,29 miliar yang disalurkan oleh Dirjen Bina Bantuan dan Jaminan Sosial Depsos.

Dana itu mana termasuk pembayaran kegiatan pelaksanaan transportasi pemulangan pengungsi Poso yang ada di Kabupaten Morowali sebanyak 1.000 kepala keluarga (KK) atau 5.000 jiwa senilai lebih Rp1,25 miliar.

Sesuai petunjuk operasionalnya, setiap jiwa pengungsi memperoleh bagian Rp 250 ribu.

Nah, karena pencairan dana tersebut di penghujung tahun anggaran Pimpro Proyek Bencana Alam dan Pengungsi (PBP) Dinkessos Sulteng, Amrin SH, menyatakan ketidaksanggupannya untuk mencairkan dan melaksanakan kegiatan tersebut.

Masalah ini selanjutnya disampaikan Azikin, dan ternyata Aminuddin tetap memerintahkan agar dana itu dicairkan kemudian diserahkan kepada dirinya.

Atas permintaan bekas Gubernur Aminuddin, pada 12 Desember 2001 Amrin SH mengajukan SPP-UYHD ke Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) Palu untuk mencairkan sebagian dana tersebut sebesar Rp11,18 miliar.

Pada tanggal 18 Desember 2001, atas permintaan Aminuddin melalui Azikin, Pimpro Amrin SH kembali menyerahkan sebagian dana itu (Rp11,09 miliar lebih) kepada Aminuddin selaku Ketua Satkorlak PBP Sulteng, termasuk di dalamnya biaya pemulangan pengungsi Poso.

Berikut, 26 Desember 2001, Amrin SH mengajukan surat permintaan pembayaran pembangunan, permintaan pembayaran pembangunan secara swakelola, daftar rincian permintaan pembangunan, dan surat penyetoran pajak dilengkapi Berita Acara Serah Terima Uang No.52.a/BA/PBA/BID/PK/XII/2001 tanggal 18 Desember 2001 yang ditandatangani Aminuddin sebagai pertanggungjawaban ke KPKN Palu.

Namun ternyata tak sesuai dengan mata anggaran yang tertuang dalam Surat Kuasa Penerbitan Uang No.13/SKP/PBAP/2001 tanggal 4 Desember 2001 dan menyimpang dari Petunjuk Operasional.

Juga, pada tanggal bersamaan, Nirat Patadjennu BBA selaku Bendaraha Proyek PBP Dinkessos Sulteng telah menyetorkan dana kegiatan Proyek PBP Sulteng sebesar Rp11,092 miliar ke rekening Satkorlak PBP Sulteng yang ada di BNI Cabang Palu.

Lalu, Pada tanggal 14 Januari 2002 Aminuddin menyerahkan kembali dana kegiatan proyek PBP tahun 2001 kepada Azikin, namun penyerahan tersebut hanya dilakukan secara administratif alias fiktif sebab uangnya tidak turut diserahkan tetapi tetap disimpan pada rekening Satkorlak PBP Sulteng.

Setelah Aminuddin menyerahkan dana secara fiktif sesuai berita acara serah terima uang No.446.1/0563/Dinkessos-G.ST tanggal 14 Januari 2002, Aminuddin menandatangani surat perjanjian pekerjaan 2 Juli 2002 sebagai pihak yang mengetahui pelaksanaan pekerjaan bersama Azikin selaku pihak pertama dan Dahliana SE Dirut CV Ralianti selaku pihak kedua untuk melaksanaan pekerjaan transportasi pemulangan pengungsi Poso di Kabupaten Morowali sebanyak 1.125 KK (5.625 jiwa) dalam jangka waktu 30 hari kerja.

Biaya pelaksanaan pekerjaan ini disepakati sebesar Rp1,237 miliar yang dibebankan dalam surat kuasa penerbitan uang (SKP) No.13/SKP/PBAP/2001 tanggal 4 Desember 2001 pada Proyek PBP Sulteng dengan cara pembayaran sekaligus (100 persen) setelah pekerjaan selesai dilaksanakan.

Namun, kegiatan pemulangan pengungsi sesuai dengan perjanjian kerja itu tidak dilaksanakan sama sekali, namun oleh Azikin (Kepala Dinkessos Sulteng) bersama Dahliana (Dirut CV Ralianti) hanya menandatangani kelengkapan dokumen fiktif.

Karena dana itu masih tersimpan dalam rekening Satkorlak PBP Sulteng, Azikin selanjutnya meminta kepada Aminuddin untuk mencairkan biaya transportasi pemulangan pengungsi Poso, sehingga Aminuddin kemudian mengeluarkan cek atas unjuk (cek tunai) nomor CA 22380 bernilai Rp1,237 miliar.

Akan tetapi, dana yang sudah dicairkan ini belakangan diketahui tidak diteruskan kepada para pengungsi yang menjadi korban kerusuhan.

Juga, dana transportasi pemulangan pengungsi Poso yang masih tersisa direkening Satkorlak PBP Sulteng BNI Cabang Palu yakni sebesar Rp21,25 juta, sehingga total dana yang disalurkan Depsos ke Provinsi Sulteng yang tak bisa dipertanggungjawabkan penggunaannya oleh Aminuddin sebesar Rp1,258 miliar.

Karenanya, JPU dakwaan primer mengacam Azikin dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Ayat (2) jo Pasal 18 Ayat (1) huruf b, Ayat (2), Ayat (3) UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP, dengan ancaman hukuman antara empat hingga 20 tahun penjara.

Poso Center Protes
Meski Azikin sudah divonis, banyak pihak yang tidak puas atas vonis tersebut. Salah satunya adalah Poso Center, yang sejak awal mengawal proses hukum kasus tersebut.

Mahfud Masuara, Sekretaris Poso Center, sejak semula pesimis kasus ini akan ditangani secara adil. Ia lalu membeber besaran dana yang sudah dikucurkan Pemerintah Pusat untuk penanganan pengungsi Poso, namun sebagian besar diduga dikorupsi pejabat-pejabat terkait. [Lihat Tabel—red]

“Karenanya kami meminta kasus ini ditangani langsung oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, sebab kami pesimis kasus ini akan ditangani secara adil dan sesuai hukum berlaku,” tekan Mahfud.

Mahfud mengharapkan KPK membuka kembali semua kasus korupsi dana pengungsi Poso yang mencapai 100-an miliar rupiah. Mahfud menyebutkan lagi soal pembebasan bekas Gubernur Sulawesi Tengah Aminudin. Padahal
sebelumnya Jaksa Penuntut Umum menuntut empat tahun penjara atas tuduhan korupsi dana pemulangan pengungsi korban kerusuhan Poso 2001 sebesar Rp1,2 miliar.

Seperti diketahui sejak 2001-2004 pemerintah pusat mengucurkan bantuan dana kemanusiaan sekitar Rp. 140 miliar lebih kepada masyarakat Poso dalam berbagai bentuk, seperti dana pemulangan pengungsi Rp. 13, 7 miliar, jaminan hidup (jadup) dan bekal hidup (bedup) Rp. 92, 6 miliar serta bahan bangunan rumah (BBR) Rp. 35 miliar.

Terbukti dalam penyalurannya sarat dengan korupsi. Bantuan tersebut tidak sepenuhnya sampai ke masyarakat Poso, bahkan, sebagian diantara warga yang menjadi korban kerusuhan sejak eskalasi kekerasan meningkat sama sekali tidak dapat memperoleh dana tersebut.

Modusnya, mulai dari pemotongan dana bantuan, mark up jumlah pengungsi hingga manipulasi data. Hasilnya mereka bagi-bagi. Masing-masing pejabat dan aparat keamanan dan komandan BIN, “bermufakat” dan mendapatkan “jatah preman”. Sementara, selebihnya bagi pelaksana lapangan. Juga tak ketinggalan aparat penegak hukum mendapat kuncuran dana haram tersebut.

Bahkan, sebelumnya, oleh Pengadilan Jakarta Pusat memvonis bebas Azikin Suyuti atas tuduhan korupsi bahan bangunan rumah (BBR) senilai Rp 6,4 miliar. Padahal JPU menuntut lima tahun kepada Asikin Suyuti dan tuntutan 1,5 hingga tiga tahun kepada delapan pengusaha yang menangani proyek-proyek kemanusian di Poso.

Namun hasilnya sangat mengagetkan, Asikin di vonis bebas, sementara para pelaku lapangan tetap mendapat kurungan penjara. Pengusaha yang menjalani hukuman kurungan adalah, Hi. Agus, Ivan Sijaya, Noldi, Mat Laparigi, Abd. Kadir sidik, Andi Makasau dan Ny. Rusmin.***

Diduga Terkait DPO Terorisme, Pencuri Bersenjata Api Ditangkap

Palu - Aparat Kepolisisan Sektor Parigi, Parigi Moutong, Sulawesi Tengah berhasil menangkap tersangka pencuri bersenjata api. Setelah mendapat laporan warga yang menjadi korban pencurian, polisi langsung memburu tersangka. Diduga, senjata api miliknya tersebut, terkait dengan perampokan yang didalangi oleh DPO kasus terorisme Poso beberapa waktu lalu.

Dari tersangka Enal yang dibekuk dirumahnya Jalan Toni Kota, Kecamatan Parigi Kabupaten Parigi Moutong, Polisi menyita sepucuk senjata api rakitan yang beserta dua butir amunisi kaliber 5,56 milimeter.

Saat ini, Polisi masih melakukan pengembangan karena diduga tersangka juga terlibat salah satu jaringan sindikat perampokan bersenjata yang beberapa waktu lalu terjadi di Toribulu, Parigi Moutong, Sulawesi Tengah yang melibatkan sejumlah eks Daftar Pencarian Orang (DPO) terorisme Poso.

“Kita sementara mengembangkan penyelidikan, karena Enal mengaku ia hanya dititipi senjata api jenis revolver tersebut. Kita masih mengejar pemilik senjatanya sesuai keterangan Enal dalam pemeriksaan,” kata Kapolsek Parigi Moutong AKP Yusri Hasan, Selasa (2/10).

Memang dalam pemeriksaan awal, Enal berkeras bahwa senjata itu bukan miliknya, meski ketika ditangkap, senjata api itu diletakan di pinggangnya.

“Saya hanya dititipi oleh teman yang berangkat ke Palu karena ada urusan. Saya bermaksud mengembalikannya, makanya saya taruh di pinggang,” aku Enal.

Nah, dari keterangan itu, tim buru sergap Polsek Parigi langsung melakukan pengejaran sampai ke Kecamatan Kulawi, Kabupaten Donggala, namun pemilik senpi yang disebut-sebut Enal tidak dapat temukan.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, tersangka dijerat dengan Undang-Undang Darurat No 12 Tahun 1951 dengan hukuman maksimal hukuman mati dan minimal kurungan penjara seumur hidup. ***

Polda Sulteng Siagakan 5000 Personil Amankan Idul Fitri

Palu – Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah menyiapkan 5000 personil Kepolisian untuk mengamankan Idul Fitri mendatang. Jumlah ini sekitar 2/3 dari jumlah personil Kepolisian di wilayah Sulawesi Tengah. Pengamanan dipusatkan di Palu dan Poso, serta titik-titik rawan di beberapa daerah.

Demikian disampaikan Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah Brigadir Jenderal Polisi Badrodin Haiti usai gelar pasukan Operasi Ketupat Maleo 2007 di Lapangan Vatulemo, Palu, Sabtu (6/10) siang ini.

“Pengamanan kita pusatkan di Palu dan Poso menggunakan dua per tiga dari kekuatan yang ada, serta titik rawan di beberapa daerah mengingat situasi kerawanan di wilayah kita,” kata Badrodin.

Operasi Ketupat Maleo 2007 ini juga melibatkan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, Angkatan Udara dan Angkatan Laut ditambah dengan Satuan Polisi Pamong Praja dan Dinas Perhubungan.

Untuk diketahui, pasca baku tembak Polisi dengan kelompok bersenjata di Poso Januari 2007 lalu serta penangkapan sejumlah tersangka terorisme, situasi keamanan di Poso dan Palu mulai kondusif. Tidak lagi aksi penembakan misterius maupun peledakan bom.***

Sunday, September 23, 2007

Polisi Jaga Ketat Lima Titik Rawan di Poso

Poso – Kondisi Kota Poso, Sulawesi Tengah pasca bentrokan Polisi dengan kelompok bersenjata pada Senin (22/01) awal tahun ini semakin kondusif. Meski demikian aparat Kepolisian Resor Poso tetap waspada. Selama bulan Ramadhan dan perayaan Idul Fitri mendatang pengamanan ketat tetap dilakukan di sejumlah wilayah rawan dan rumah-rumah ibadah.

Menurut Kepala Kepolisian Resor Poso AKBP Adeni Mohan Dg Pabali, ini adalah tugas rutin Kepolisian, dengan tetap memperhitungkan gangguan keamanan yang bisa saja terjadi. Sejumlah daerah yang sebelumnya merupakan daerah basis kelompok bersenjata tetap mendapat pengamanan ketat namun proporsional.

“Kita bersyukur bahwa kondisi Poso makin kondusif pasca penangkapan sejumlah anggota kelompok bersenjata di Poso. Saya pikir kita harus terus mendorong situasi ini menjadi makin baik,” ujar Adeni.

Polres Poso menerjunkan tidak kurang dari 1500 personil selama pengamanan Ramadhan dan Idul Fitri mendatang. Pengamanan diperketat di lima wilayah rawan yakni Gebangrejo, Kayamanya, Tokorondo, Bonesompe di Kecamatan Poso Kota dan Tentena di Kecamatan Pamona Utara. Empat kelurahan di dalam Kecamatan Poso Kota tersebut sebelumnya merupakan basis kelompok bersenjata, namun kini kondisinya sudah kondusif, sementara Tentena, merupakan wilayah dengan mayoritas pemeluk Kristen Protestan dan Katoli.

Seperti diketahui pada Senin (22/1) awal tahun ini, Detasemen Khusus 88 Antiteror Mabes Polri, Polda Sulteng dan Polres Poso berhasil menangkap sejumlah tersangka pelaku aksi-aksi kekerasan bersenjata di Poso selama kurun waktu 2000 – 2007. Sebagian tersangka tersebut kini tengah menjalani persidangan dan beberapa di antaranya telah divonis hingga 20 tahun penjara.

Barang Mencurigakan
Sementara itu, pengamanan di Kota Palu, Sulawesi Tengah dikendalikan oleh Kepolisian Resor Kota Palu yang membawah empat Kepolisian Sektor Kota, yakni Palu Timur, Palu Barat, Palu Utara dan Palu Selatan.

Menurut Kepala Bagian Operasi Polresta Palu AKP Petit Wijaya, SIK sebanyak tiga peleton personil sudah diterjunkan sejak awal Puasa Ramadhan.

"Pengamanan diprioritaskan di tempat-tempat ibadah, selebihnya kita tempatkan di pusat-pusat keramaian," kata Petit

Ia juga menghimbau kepada masyarakat agar bisa memberikan informasi kepada Polisi jika melihat barang-barang yang mencurigakan dan membahayakan.

“Itu untuk tindakan antisipatif, sebab kita harus tetap waspada pada ulah oknum tertentu yang tidak ingin melihat daerah kita aman seperti sekarang ini,” ujar Petit.***

Tuesday, September 11, 2007

Korupsi Dana Pengungsi: Aminuddin Bebas, Poso Center Protes

Palu – Poso Center, gabungan dari sejumlah organisasi nonpemerintah di Palu untuk penyelesaian kasus Poso memrotes dibebaskannya bekas Gubernur Sulawesi Tengah Aminuddin Ponulele, terdakwa kasus korupsi dana pengungsi Poso sebesar Rp 1,2 miliar.

Aminuddin divonis bebas Pada persidangan di Pengadilan Negeri Palu, Rabu (22/8/2007) lalu. Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut 4 tahun penjara atas Ketua DPD Partai Golkar itu.

Ketua Majelis Hakim PN Palu Faturrahman menyatakan terdakwa tidak terbukti bersalah seperti yang tertuang dalam dakwaan primair tim JPU. Unsur-unsur yang tidak terbukti dalam dakwaan primer tersebut, yaitu memperkaya diri sendiri maupun bersama sejumlah orang lain telah melakukan satu perbuatan berlanjut (vorgezette handelling) dan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara.

Sekretaris Poso Center, menyampaikan protesnya atas pembebasan bekas Gubernur Sulawesi Tengah tersebut dari dakwaan korupsi. Sementara sejumlah pelaku-pelaku di lapangan yang terkait dengan distribusi dana pengungsi tersebut, saat ini sudah berada di dalam bui.

“Sungguh tidak masuk dalam logika hukum manapun, mengapa justru hanya pelaku kelas terinya yang divonis dan masuk bui, sementara mereka yang paling bertanggungjawab atas aliran dana itu divonis bebas,” tandas Mahfud.

Sebelumnya juga, tambah Mahfud, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, memvonis bebas bekas Bupati Poso dan bekas Kepala Dinas Kesejahteraan Sosial Sulawesi Tengah Andi Azikin Suyuti dari tuntutan hukum terkait penyaluran dana Bahan Bangunan Rumah (BBR) bagi pengungsi Poso. Yang aneh lagi, hanya pelaksana lapanganlah yang divonis bebas.

“Sementara dalam persidangan, sejumlah terdakwa sudah memberikan keterangan dibawah sumpah bahwa mereka juga memberikan sejumlah uang itu kepada pejabat-pejabat terkait sebagai semacam fee sesuai perintah. Namun hakim tidak mengindahkan hal itu,” kata Mahfud.

Berdasarkan penelusuran catatanposocom bersama Aminudin, Andi Azikin Suyuti juga didakwa dengan kasus serupa. Setelah sebelumnya oleh Pengadilan Negeri di Jakarta memvonis bebas atas tuduhan korupsi bahan bangunan rumah (BBR) senilai Rp 6,4 M. Padahal dalam tuntutannya Jaksa memberikan tuntutan 5 tahun kepada Asikin Suyuti, 3 tahun kepada Hi. Agus, 2 tahun 6 bulan kepada Ivan Sijaya, 1 Tahun kepada Noldi, 2 Tahun 6 bulan kepada Mat Laparigi, 1 tahun 6 bulan kepada Abd. Kadir sidik, 1 tahun 6 bulan kepada Andi Makasau dan 3 tahun kepada Ibu Rusmin.

Seperti diketahui, ke 9 orang tersebut di atas, di tuduh melakukan korupsi terhadap salah satu item bantuan pengungsi Poso, yaitu dana Bahan Bangunan Rumah (BBR). Bantuan pengungsi Poso mengalir sejak tahun 2000-2005, bantuan tersebut berupa, bantuan lauk pauk, bantuan Jaminan hidup/biaya hidup (jadup/bedup), bantuan Bahan Bangunan Rumah dan bantuan pemulangan pengungsi.

Namun hasilnya sangat mengagetkan. Dimana Asikin di vonis bebas, sementara para pelaku lapangan seperti tersebut di atas tetap mendapat kurungan penjara.

Beberapa hal janggal juga dicatat Poso Center, pada putusan bebas Aminuddin, Majelis Hakim membenarkan dakwaan subsider JPU, yakni terdakwa Aminuddin terbukti melakukan penyimpangan administrasi sebab telah mencairkan uang pemulangan dana pengungsi Poso dari rekening Satkorlak Penanggulangan Bencana dan Pengungsi (PBP) Sulteng ke rekening perorangan sebesar Rp1,2 miliar. Menurut majelis hakim, tindakan terdakwa pada akhir 2001 itu tidak menyalahi ketentuan pidana baik yang tercantum dalam UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan KUHP. Apalagi tindakan yang diambil terdakwa berkaitan dengan penanganan segera kasus kerusuhan Poso yang saat itu menjadi perhatian serius pemerintah.

”Saat itu dana pengungsi di Satkorlak Sulteng sudah habis masa penggunaannya, sehingga harus dicairkan, kalau tidak dana tersebut harus dikembalikan ke pemerintah pusat,” katanya Ketua Majelis Hakim PN Palu Faturrahman saat dimintai keterangan oleh wartawan.

Terkait vonis bebas tersebut, M. Syarif SH dan Ariyati SH, JPU dari Kejati Sulteng menyatakan kasasi. Namun hingga kini belum ada pernyataan resmi dari Kejati terkait upaya kasasi ini.


Dakwaan JPU
Dari penelusuran yang dilakukan SH di Kejati Sulteng, JPU menyatakan Modus operandi yang dilakukan terdakwa, antara lain ia bersama Azikintelah membuka rekening atas nama Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana Alam dan Pengungsi (Satkorlak PBP) Sulteng di BNI Cabang Palu untuk menampung dana dari Depsos guna kebutuhan pengungsi akibat kerusuhan Poso.

Selanjutnya pada 4 Desember 2001 Dinkessos Sulteng menerima alokasi anggaran yang bersumber dari APBN 2001 sekitar Rp15,29 miliar yang disalurkan oleh Dirjen Bina Bantuan dan Jaminan Sosial Depsos.

Dana itu mana termasuk pembayaran kegiatan pelaksanaan transportasi pemulangan pengungsi Poso yang ada di Kabupaten Morowali sebanyak 1.000 kepala keluarga (KK) atau 5.000 jiwa senilai lebih Rp1,25 miliar.

Sesuai petunjuk operasionalnya, setiap jiwa pengungsi memperoleh bagian Rp 250 ribu.

Masih menurut JPU, karena pencairan dana tersebut di penghujung tahun anggaran Pimpro Proyek Bencana Alam dan Pengungsi (PBP) Dinkessos Sulteng, Amrin SH, menyatakan ketidaksanggupannya untuk mencairkan dan melaksanakan kegiatan tersebut.

Masalah ini selanjutnya disampaikan Azikin kepada terdakwa, dan ternyata terdakwa tetap memerintahkan agar dana itu dicairkan kemudian diserahkan kepada dirinya.

Atas permintaan terdakwa, berikut pada 12 Desember 2001 Amrin SH mengajukan SPP-UYHD ke Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) Palu untuk mencairkan sebagian dana tersebut sebesar Rp11,18 miliar.

Pada tanggal 18 Desember 2001, atas permintaan terdakwa melalui Azikin Suyuti, Pimpro Amrin SH kembali menyerahkan sebagian dana itu (Rp11,09 miliar lebih) kepada terdakwa selaku Ketua Satkorlak PBP Sulteng, termasuk di dalamnya biaya pemulangan pengungsi Poso.

Berikut, 26 Desember 2001, Amrin SH mengajukan surat permintaan pembayaran pembangunan, permintaan pembayaran pembangunan secara swakelola, daftar rincian permintaan pembangunan, dan surat penyetoran pajak dilengkapi Berita Acara Serah Terima Uang No.52.a/BA/PBA/BID/PK/XII/2001 tanggal 18 Desember 2001 yang ditandatangani terdakwa sebagai pertanggungjawaban ke KPKN Palu.

Namun ternyata tak sesuai dengan mata anggaran yang tertuang dalam Surat Kuasa Penerbitan Uang No.13/SKP/PBAP/2001 tanggal 4 Desember 2001 dan menyimpang dari Petunjuk Operasional.

Juga, pada tanggal bersamaan, Nirat Patadjennu BBA selaku Bendaraha Proyek PBP Dinkessos Sulteng telah menyetorkan dana kegiatan Proyek PBP Sulteng sebesar Rp11,092 miliar ke rekening Satkorlak PBP Sulteng yang ada di BNI Cabang Palu.

JPU juga menguraikan, pada tanggal 14 Januari 2002 terdakwa Aminuddin Ponulele menyerahkan kembali dana kegiatan proyek PBP tahun 2001 kepada Azikin Suyuti, namun penyerahan tersebut hanya dilakukan secara administratif alias fiktif sebab uangnya tidak turut diserahkan tetapi tetap disimpan pada rekening Satkorlak PBP Sulteng.

Setelah terdakwa menyerahkan dana secara fiktif sesuai berita acara serah terima uang No.446.1/0563/Dinkessos-G.ST tanggal 14 Januari 2002, terdakwa menandatangani surat perjanjian pekerjaan 2 Juli 2002 sebagai pihak yang mengetahui pelaksanaan pekerjaan bersama Azikin Suyuti selaku pihak pertama dan Dahliana SE Dirut CV Ralianti selaku pihak kedua untuk melaksanaan pekerjaan transportasi pemulangan pengungsi Poso di Kabupaten Morowali sebanyak 1.125 KK (5.625 jiwa) dalam jangka waktu 30 hari kerja.

Biaya pelaksanaan pekerjaan ini disepakati sebesar Rp1,237 miliar yang dibebankan dalam surat kuasa penerbitan uang (SKP) No.13/SKP/PBAP/2001 tanggal 4 Desember 2001 pada Proyek PBP Sulteng dengan cara pembayaran sekaligus (100 persen) setelah pekerjaan selesai dilaksanakan.

Menurut JPU, kegiatan pemulangan pengungsi sesuai dengan perjanjian kerja itu tidak dilaksanakan sama sekali, namun oleh Azikin Suyuti (Kepala Dinkessos Sulteng) bersama Dahliana (Dirut CV Ralianti) hanya menandatangani kelengkapan dokumen fiktif.

Karena dana itu masih tersimpan dalam rekening Satkorlak PBP Sulteng, Azikin Suyuti selanjutnya meminta kepada terdakwa untuk mencairkan biaya transportasi pemulangan pengungsi Poso, sehingga terdakwa kemudian mengeluarkan cek atas unjuk (cek tunai) nomor CA 22380 bernilai Rp1,237 miliar.

Akan tetapi, dana yang sudah dicairkan ini belakangan diketahui tidak diteruskan kepada para pengungsi yang menjadi korban kerusuhan.

Juga, dana transportasi pemulangan pengungsi Poso yang masih tersisa direkening Satkorlak PBP Sulteng BNI Cabang Palu yakni sebesar Rp21,25 juta, sehingga total dana yang disalurkan Depsos ke Provinsi Sulteng yang tak bisa dipertanggungjawabkan penggunaannya oleh terdakwa sebesar Rp1,258 miliar.

Atas perbuatannya itu, JPU dalam dakwaan primer mengacam terdakwa dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Ayat (2) jo Pasal 18 Ayat (1) huruf b, Ayat (2), Ayat (3) UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP, dengan ancaman hukuman antara empat hingga 20 tahun penjara.

Aminuddin Ponulele sendiri mulai dijadikan tersangka sekaligus menjalani penahanan di Palu sejak 9 Juni 2006, setelah dalam penyelidikan berbulan-bulan yang dilakukan Polda Sulteng dan diback-up Mabes Polri menemukan adanya indikasi yang bersangkutan terlibat dalam kasus dugaan penyalahgunaan dana pemulangan pengungsi Poso.

Sementara Azikin ditahan di Markas Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat dan menjalani persidangan di PN Jakarta Pusat. Namun seperti diramalkan, kedua kemudian divonis bebas.***

Friday, August 31, 2007

Warga Serahkan 16 Pucuk Senpi dan 150 Butir Amunisi

Poso - Sebanyak 16 pucuk senjata api rakitan dan ratusan amunisi aktif diserahkan secara sukarela oleh warga Kabupaten Poso dan Ampana, Kabupaten Tojo Unauna. Puluhan senpi dan amunisi aktif yang diserahkan ini merupakan sisa peninggalan warga saat terjadinya kerusuhan bernuansa suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) enam tahun silam di Kabupaten Poso.

Demikian disampaikan Komandan Batalyon Infanteri 714 Sintuwu Maroso Letnan Kolonel Try Seto.

“Warga menyerahkan senjata api rakitan dan amunisi aktif itu secara sukarela. Namun identitas mereka, tentu saja kami rahasiakan untuk alasan keamanan,” kata Seto, Jumat (31/8) pagi.

Belasan senpi rakitan yang diserahkan warga pada Minggu (26/8) ini terdiri dari sembilan senjata api rakitan laras panjang dan enam senpi laras pendek. Kondisi belasan pucuk senpi rakitan masih terlihat baru.

Selain menyerahkan senpi rakitan tersebut, warga juga menyerahkan lebih dari 150 butir amunisi aktif.

Para warga yang dirahasiakan namanya ini menyerahkan barang-barang yang mereka di luar kewenangannya itu di Markas Batalyon Infanteri Sintuvu Maroso Poso di Jalan Poros Poso-Tentena.

“Kami ingin agar Poso aman dan kembali normal seperti dulu,” kata para warga yang menyerahkan senpi dan amunisi itu, seperti yang ditirukan Seto.

Seto berharap agar warga poso yang masih menyimpan senjata api dan amunisi serta bahan berbahaya lainnya secara sukarela segera menyerahkannya ke aparat keamanan baik TNI maupun Polri. Pihak TNI sendiri menjamin keamanan dan kerahasiaan warga yang mau menyerahkan dan tidak akan diproses secara hukum.***

Friday, July 20, 2007

Teror Belum Berhenti, Murid SD Temukan Bom Rakitan

Poso - Sebuah bom rakitan aktif berhasil diledakkan tim penjinak bahan peledak Kepolisian Resor Poso, Rabu (18/7) sore kemarin. Bom tersebut ditemukan oleh seorang bocah murid Sekolah Dasar setempat di Jalan Pulau Sumba, Kelurahan Gebangrejo, Poso Kota. Bom rakitan tersebut dipastikan berdaya ledak rendah dan milik kelompok bersenjata Poso.

Muhammad Ridwan, bocah penemu bom tersebut, Rabu sore melintas di Jalan Pulau Sumba, Poso Kota, tidak sengaja ia melihat sebuah benda yang ditempeli dengan selotip warna krem dan menyerupai bom. Beruntung, Ridwan berpikir panjang. Ia tidak mau ambil risiko. Ia lalu melaporkannya ke pos Polisi terdekat.

Tidak lama kemudian, tim Jihandak langsung mengsterilkan lokasi dan memutuskan melakukan disposal, meledakan bom tersebut, setelah melakukan identifikasi.

Disposal yang dilakukan ledakannya terdengar tidak kurang dari 2 kilometer. Dari hasil penyelidikan serpihan-serpihan bom usai diledakkan, ditemukan chasing bom dari pipa paralon, selotip, baterai dan rangkaian kabel.

Kepala Kepolisian Resor Poso AKBP Adeni Mohan Daeng Pabali mengatakan bahwa bom rakitan ini merupakan sisa-sisa kelompok lama di Poso.

„Saya selalu mengimbau agar warga menyerahkan sejata api, bahan peledak atau amunisi yang mereka miliki dengan sukarela. Kami jamin tidak akan menuntut mereka secara hukum, terkecuali kami dapatkan di dalam operasi rutin,“ kata Adeni.

Sementara itu, usai diledakkan, serpihan ledakan bom ini langsung diamankan Mapolres Poso. Saat ini polisi masih menyelidiki siapa pemilik bom ini. Sejumlah saksi juga telah dimintai keterangan.***

Friday, July 13, 2007

Polisi Temukan Bahan Peledak Kelompok Bersenjata

Poso - Tim penjinak bahan pelandak (jihandak) Kepolisian Resor Poso kembali menemukan puluhan bom dan sejumlah material bahan bom di Pekuburan Kayamanya, Poso Kota, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Bom dan material bahan bom ini disembunyikan oleh kelompok sipil bersenjata yang terlibat kontak senjata dengan Polisi 22 Januari 2007 lalu.

Demikian disampaikan Kapolres Poso AKBP Adeni Mohan Daeng Pabali kepada SH. Menurutnya, penemuan bom dan bahan-bahan bom ini bermula dari laporan warga pada Jumat (13/7) subuh, yang curiga melihat timbunan tanah di pekuburan umum Kayamanya.

Tim Jihandak kemudian melakukan penggalian di pekuburan tersebut. Dan benar pada kedalaman 50 centimeter Jihandak berhasil menemukan sejumlah bahan peledak.

Mohan memastikan bahan-bahan peledak ini merupakan milik kelompok bersenjata yang terlibat kontak dengan Polisi 22 Januari lalu.

“Mereka menyembunyikann bahan-bahan peledak ini setelah terdesak oleh Polisi saat penyergapan tersebut,” kata Mohan.

Dari hasil penggalian tim Jihandak, berhasil dikumpulkan 48 detonator aktif, satu kantong belerang, 16 sumbu bom, handy talky, satu kantong paku, dua tas plastik dan sejumlah rangkaian kabel.

Penggalian timbunan di pekuburan ini, menarik perhatian warga setempat sehingga mengantisipasi insiden yang tak diinginkan, Polisi meminta warga untuk menjauhi tempat kejadian perkara selama penggalian.

Usai dikumpulkan bahan-bahan peledak ini langsung dibawa ke Kepolisian Resor Poso untuk diurai.***

Friday, June 22, 2007

Polisi Tangkap Empat Pelaku Peledakan Bom di Palu

Palu-Tim Detasemen Khusus 88 Anti Teror Polda Sulawesi Tengah, Rabu siang, (20/06/2007), berhasil membekuk empat orang tersangka pelaku peledakan bom di Jalan Garuda, Kelurahan Birobuli Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu Sulawesi Tengah.

Keempat tersangka pelaku yang ditangkap adalah Farid Podungge (26 tahun) , Zulkifli (17 tahun), Rifaldi Setiadi alias Adi (18 tahun) dan Emil Aswar (17 tahun). Keempat pelaku adalah warga Kabupaten Poso yang tinggal di kota Palu.

Kapolda Sulawesi Tengah, Brigadir Jenderal Polisi Badrodin Haiti kepada sejumlah wartawan di Mapolda Sulawesi Tengah, Kamis sore, (21/06/2007), mengatakan, keempat tersangka ditangkap di tempat terpisah. Farid Podungge ditangkap di Jalan Hayam Wuruk. Sedangkan Zulkifli, Emil dan Rifaldi ditangkap di BTN Lasoani Kelurahan Kawatuna Kecamatan Palu Timur. Mereka ditangkap hanya dalam waktu 12 jam setelah peristiwa meledaknya bom di halaman rumah Winardi, warga Jalan Garuda nomor 27 T.

Selain keempat tersangka, polisi juga berhasil menyita barang bukti berupa satu bungkus plastik black powder dan satu rangkaian bom.

Menurut Kapolda, sebenarnya rencana peledakan yang direncanakan para pelaku ini akan dilakukan di dua tempat.

''Tempat pertama adalah pantai Talise yang banyak dikunjungi warga saat malam hari. Tempat kedua yakni Space Bar, diskotik terbesar di kota Palu,'' kata Brigjen Badrodin Haiti.

Namun, pada sasaran pertama bom yang dipasang tidak jadi meledak. Sedangkan pada sasaran kedua, bom terpaksa diletakkan di halaman rumah warga karena khawatir ketahuan warga yang ada di depan Space Bar. "Karena di depan Space Bar ada semacam counter handphone, sehingga bom kemudian diletakkan di halaman rumah warga, dan meledak," tambah kapolda.

Menyangkut motif peledakan, tambah Kapolda tak lain karena keinginan para pelaku untuk menghilangkan tempat-tempat maksiat di Palu.

Dari penyelidikan Polisi diketahui bahwa mereka telah menyiapakan peledakan bom tersebut sejak Sabtu (9/6/2007), ketika tersangka Farid mendatangi Zulkifli dan Rivaldi di kediaman Emil Aswar di BTN Lasoani, Palu Timur.

Saat itu, Farid mengatakan kepada ketiga tersangka bahwa ada pekerjaan yang harus diselesaikan, yakni meledakan bom di lokalisasi prostitusi illegal di Pantai Talise, Palu Timur dan pub Space Bar, Palu Selatan.

Untuk diketahui, Farid pernah dipenjara terkait kepemilikan senjata api di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A, Petobo, Palu Selatan. Ia dibebaskan tahun lalu. Ia sempat diberi hadiah baju koko oleh Wakil Kepala Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Anton Bachrul Alam dengan harapan bisa kembali menjadi warga masyarakat yang taat hukum.

Bom berdaya ledak rendah ini meledak di depan rumah warga bernama Winardi, seorang pengusaha bengkel sepeda motor, Selasa tengah malam (19/06/2007) lalu. Lokasi ledakan tepat berada di belakang Space Bar. Saat bom meledak, warga saat itu sudah banyak yang tidur. Namun Winardi bersama istrinya Joice, saat itu sedang menonton televisi.

"Saat terdengar ledakan yang cukup keras, saya langsung berlari keluar rumah dan masih sempat melihat adanya asap tebal di depan rumah saya," ujar Winardi di TKP, beberapa menit setelah kejadian.***

Thursday, June 21, 2007

Polda Sulteng Buru Kelompok Abu Dujana di Poso

*TNI Siap Mendukung Kepolisian

Palu – Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah masih terus memburu sejumlah tersangka terorisme di Poso, Sulawesi Tengah, yang diduga terkait dengan kelompok Abu Dujana dan Jamaah Islamiyah (JI). Kepolisian memastikan enam hingga delapan orang tersangka terorisme yang telah diidentifikasi tersebut masih berada di wilayah Poso.

Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah Brigadir Jenderal Polisi Badrodin Haiti mengatakan bahwa tersangka terorisme yang mereka buru itu terkait satu sama lain.

“Saat ini ada terjadi perubahan pola gerakan mereka. Kalau dulu dari Jawa Tengah ke Poso, Sulawesi Tengah, sekarang sebaliknya. Jadi sudah ada koordinasi dengan bahwa jika tersangka terorisme tersebut masih berada di wilayah kita maka itu adalah tanggung jawab Polda Sulteng. Jika berada di luar itu sudah menjadi tanggung jawab Mabes Polri,” kata Badrodin kepada wartawan, Selasa (19/6) pagi.

Kapolda Badrodin juga menyebutkan Dokter Agus sebagai salah seorang yang paling dicari Kepolisian saat ini, selain sejumlah nama seperti Rifki dan Mahfud. Sosok misterius tersebut diduga adalah tangan kanan dan murid langsung dari Noordin Mohd Top, buronan nomor satu Mabes Polri.

Terkait dengan kelompok Abu Dujana, Kapolda Badrodin memastikan sebagian masih berada di Poso, namun sebagian sudah menghilang ke sejumlah daerah termasuk Jawa Tengah.

“Kelompok terorisme di Indonesia ini terkait satu sama lain. Jadi ada yang dari Jawa datang ke Poso melakukan taklim-taklim. Mereka ini dipercaya sebagai ustadz. Mereka inilah yang juga memprovokasi kelomok-kelompok radikal di Poso untuk melakukan perlawanan kepada Polisi pada Januari lalu,” ungkap Badrodin.

Sementara itu, Panglima Kodam VII Wirabuana Mayor Jenderal TNI Arief Budi Sampurno mengatakan akan mendukung Kepolisian untuk menciptakan keamanan dan ketertiban di Poso.

“Sejak awal di Wirabuana ini, saya sudah berkomitmen untuk sepenuhnya mendukung Kepolisian dalam menciptakan suasana keamanan dan ketertiban yang kondusif di Poso. Kami akan mendukung dari sisi informasi dan juga tenaga,” kata Arief, menegaskan.***

Monday, June 18, 2007

Pendeta GKST Laporkan Dugaan Korupsi Bupati Poso ke KPK

*Bupati Bantah Kumpul Dana di Rekening Pribadi

Palu – Pendeta Gereja Kristen Sulawesi Tengah Rinaldy Damanik, M.Si melaporkan duggaan korupsi Bupati Poso Drs Piet Inkiriwang kepada Komisis Pemberantasan Korupsi. Rinaldy melaporkan bahwa Bupati Piet diduga telah mengorupsi dana pasca bencana sebesar Rp 58 miliar. Dana itu bersumber dari Pemerintah RI melalui Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia pada tahun 2006.

Pendeta Rinaldy menyatakan bahwa dana sebesar itu diterima oleh Bupati Piet dalam dua tahapan. Tahap pertama diterima sebesar Rp 30 miliar dan tahap kedua sebesar Rp 28 miliar.

“Mestinya dana tersebut menjadi bagian perkuatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Poso, tapi ternyata tidak ada. Itu berarti bahwa proses perencanaan dan implementasi dana packa bencana tersebut tidak melalui proses pembahasan dan tanpa sepengetahuan DPRD,” jelas Damanik kepada catatanposodotcom melalui email terkait laporannya ke KPK tersebut.

Menurut mantan Ketua Majelis Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah tersebut, jika memang dana tersebut dipergunakan semestinya, tidak ada bukti yang jelas.

“Sampai saat ini sekitar 300 kepala keluarga pengungsi korban Kerusuhan asih bermukim di kompleks Lapangan Terbang Tentena, Kecamatan Pamona Utara, Kabupaten Poso. Mereka belum memiliki tanah dan rumah yang layak untuk menetap dan masih banyak hal lainnya yang semestinya sudah tertanggulangi dengan dana sebesar itu,” kata Damanik.

Pada laporannya yang diterima KPK tanggal Tanggal 28 Mei 2007, Damanik juga menyampaikan dugaan korupsi melalui duplikasi anggaran. Dicontohkannya, pada rencana penataan kelistrikan di dalam Kota Poso dan daerah Kecamatan Poso Pesisir yang bernilai lebih dari Rp 4 miliar. Padahal APBD Kabupaten Poso tahun 2007 juga menyediakan dukungan anggaran untuk kegiatan yang sama.

Dari hasil penelusuruan Damanik, didapat pula laporan bahwa Bupati Piet kerap meminta pejabat-pejabat terkait untuk mengadakan biaya pengamanan hari raya keagamaan dan bantuan sosial keagamaan yang langsung disetor ke rekening pribadi Bupati Piet.

“Laporan tersebut saya sudah sampaikan juga kepada DPRD Poso untuk ditindaklanjuti sesuai hak dan kewajiban mereka agar kerugian negara tidak menjadi makin besar,” imbuh Damanik lagi.

Sementara itu, Juru Bicara Pemerintah Kabupaten Poso Amir Kiat, SH kepada catatanposodotcom Jumat (15/6) pagi menyatakan bahwa pihaknya sudah mendapat informasi terkait laporan Pendeta Damanik ke KPK.

Menurut Amir, siapa saja warga negara dipersilahkan untuk melaporkan dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat daerah, karena itu adalah bentuk pengawasan dari warga negara kepada penyelenggara pemerintahan.

“Namun yang harus diingat adalah bahwa laporan-laporan tersebut harus didukung oleh saksi dan bukti-bukti yang kuat,” kata Amir.

Ia menilai bahwa beberapa laporan terkait Bupati Poso mulai dari ijazah palsu hingga penyalahgunaan keuangan daerah terkesan bernuansa politik bukan murni persoalan hukum.

Soal Rp 58 miliar bantuan pasca bencana dari pemerintah pusat yang diduga dikorupsi oleh Bupati Piet, menurut Amir sudah disalurkan sebagaimana peruntukkannya. Mengapa tidak masuk ke perkuatan APBD, itu lantaran bantuannya langsung dari pusat dan langsung diterima oleh Ketua Badan Perencana Pembangunan Daerah (BAPPEDA) M Nello selaku Pejabat Pembuat Komitmen.

Amir juga membantah adanya laporan bahwa Bupati Piet meminta kepada beberapa pejabat untuk membiayai perayaan hari-hari keagamaan dan pengamanannya. Apalagi soal adanya rekening pribadi untuk menampung dana-dana itu.

“Saya kira kita sekarang harus fokus pada bagaimana membangun Poso bersama-sama. Kita lihat Poso sudah sedemikian kondusif. Pembangunan berjalan lancar di mana-mana. Tidak usah lagi membingungkan masyarakat dengan laporan-laporan yang tidak disertai bukti yang kuat,” pungkas Amir.***

Thursday, June 14, 2007

Polda Sulteng Buru Murid Noordin Mohd Top

Palu - Pasca penangkapan Basri dan kawan-kawan, kelompok yang terlibat berbagai aksi kekerasan di Poso, ternyata masih tersisa lagi delapan orang yang sampai sekarang masih diburu oleh polisi. Menurut Kapolda Sulawesi Tengah, Brigadir Jenderal Polisi, Badrodin Haiti, mereka itu adalah Upi, Iin, Yasin Lakita, Iwan Asapa, Nanto Bojel, Papa Isram, Maryono dan Enal Ta'u. Salah seorangnya juga adalah Dokter Agus, yang diyakini sebagai murid langsung Noordin Mohd Top.

Badrodin mengatakan, pihaknya telah mengetahui tempat persembunyian mereka di Poso. Hanya saja, polisi masih menunggu waktu yang tepat untuk membekuk mereka.

Ditanya soal kaitan antara delapan DPO itu dengan kelompok Abu Dujana, Kapolda Badrodin Haiti menyatakan, itu masih sebatas asumsi saja dan belum sampai pada kesimpulan akhir. Yang pasti, katanya, kelompok delapan DPO itu adalah bagian yang tidak terpisahkan dengan Jamaah Islamiyah.

Kata Badrodin, ada dua orang dari delapan orang yang paling dicari itu adalah murid Noordin Mohd Top yang pernah dilatih di Blitar, Jawa Timur yakni Dokter Agus. Hanya saja, kata Kapolda Sulteng, pihaknya masih terus menyelidiki keberadaan dr Agus. Polisi pernah mengecek ke tempat tinggal yang bersangkutan, tapi ternyata sudah tidak berada di tempat. Tokoh tersebut sangat penting untuk mengungkap soal jaringan para DPO itu.

Dari penulusuran lapangan diketahui dr Agus berasal dari Semarang, Jawa Tengah. Ia disebut-sebut sebagai Menteri Kesehatan Jamaah Islamiyah. Dokter ini memiliki nama asli Joko dan diduga memiliki hubungan yang sangat kuat dengan kelompok Abu Dujana.

Dokter Agus alias Joko ini, masuk ke Poso tahun 2005, sebelum terjadinya peledakan bom di Pasar Tentena. Bahkan, diduga dokter ini termasuk salah seorang yang ikut merencanakan peledakan itu. Hanya saja, setekah peristiwa itu, dokter Agus alias Joko ini pun raib.***

Blog Info

BLOG ini berisi sejumlah catatan jurnalistik saya yang sempat terdokumentasikan. Isi blog ini dapat dikutip sebagian atau seluruhnya, sepanjang menyebutkan sumbernya, karena itu salah satu cara menghargai karya orang lain. Selamat membaca.

Dedication Quote

ORANG yang bahagia itu akan selalu menyediakan waktu untuk membaca, karena itu sumber hikmah. Menyediakan waktu tertawa karena itu musiknya jiwa. Menyediakan waktu untuk berfikir karena itu pokok kemajuan. Menyediakan waktu untuk beramal karena itu pangkal kejayaan. Menyediakan waktu untuk bersenda gurau karena itu akan membuat awet muda.Menyediakan waktu beribadah karena itu adalah ibu dari segala ketenangan jiwa. [Anonim]