Friday, December 28, 2007

Sisir Wilayah Bentrok, Polisi Temukan Puluhan Senjata

Palu - Aparat gabungan Kepolisian Resor Kota Palu, Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah dan Satuan Polisi Pamong Praja, Selasa (18/12) siang menggelar razia senjata api dan senjata tajam di Kelurahan Nunu, Palu Barat dan Kelurahan Tawanjuka, Palu Selatan, Sulawesi Tengah untuk mencegah meluasnya bentrokan antara warga dua kelurahan ini. Dari razia tersebut puluhan senjata tradisional, bom molotov, senapan angin dan senjata api rakitan berhasil ditemukan.

Tidak kurang dari 300 personil aparat gabungan Satuan Perintis Polresta Palu, Satuan Brimob Polda Sulteng dan Satuan Pol PP diterjunkan untuk menyisir rumah-rumah warga dan tempat-tempat yang dicurigai sebagai tempat penyimpanan senjata.

Aparat gabungan tersebut berhasil menemukan puluhan senjata tradisional berupan panah, parang dan lembing. Polisi juga menemukan senapan angin dan senjata api rakitan.

Penyisiran dipimpin langsung Kapolresta Palu AKBP Sunarko dan Kepala Bagian Operasi Ajun Komisaris Polisi Petit. Razia ini juga diawasi Direktur Reserse dan Kriminal Polda Sulteng Kombes Pol Armensyah Thai.

Kepada SH, Armensyah mengatakan penanganan bentrok warga ini tetap dilaksanakan sesuai prosedur hukum yang berlaku, namun tetap berdasar pada situasi yang berkembang. Ia juga mengatakan telah mengidentifikasi para provokator dan pemilik senjata.

"Tidak usah dulu kita beberkan siapa saja mereka, nanti mereka malah kabur. Kita bekerja saja secara bertahap sesuai prosedur hukum, dimulai dengan tindakan pencegahan melalui razia senjata. Setelah semua teridentifikasi jelas, baru kita melangkah ke tahapan selanjutnya. Ini kan awalnya semua dari anak-anak muda yang berkelahi karena mabuk miras," kata Armensyah.

Tangkap Provokator
Selasa sore Polisi juga berhasil menangkap seorang warga yang diduga menjadi provokator atau pemicu bentrokan antarwarga ini.

Lelaki ini diketahui bernama Hendrik Erwin, warga Jalan Danau Poso Nomor 20, Kelurahan Ujuna, Palu Barat.

Ia ditangkap ketika melintas di Kelurahan Nunu mengendarai sepeda motor Suzuki jenis Shogun sambil mengeluarkan makian yang kerap memicu bentrokan.

Menurut Kabag Ops Polresta Palu AKP Petit, pihaknya tengah mendalami penyidikan atas Erwin.

"Tersangka sudah ditangani Satreskrim. Untuk sementara masih diperiksa. Ia diduga yang selama ini memprovokasi warga," kata Petit.

Ketika ditanyai wartawan, pria bertubuh subur berusia 37 tahun ini lebih banyak menjawab dengan ngawur dan tidak jelas.

Sementara itu, Rabu (19/12) situasi di Kelurahan Nunu dan Tawanjuka tersebut masih terlihat tegang. Banyak rumah warga ditinggal kosong. Sejumlah warga, utamanya di titik bentrok masih memilih mengungsi. Sebanyak 2 peleton Satuan Perintis Polresta Palu dan 1 Peleton Brimob Polda Sulteng masih bersiaga di lokasi dan menyekat perbatasan kedua wilayah tersebut. ***

Pengamanan Natal dan Tahun Baru

Pintu Keluar Masuk Poso Dijaga Ketat

Poso – Untuk pengamanan Natal dan Tahun Baru 2008 di Poso, Sulawesi Tengah. Kepolisian Resort Poso menurunkan 843 personil polisi. Sebanyak 11 pos di luar Polsek dan Polmas dibangun untuk menjaga wilayah perbatasan keluar–masuk Poso.

Penjagaan ekstra ketat diberlakukan di pos perbatasan dengan Kabupaten Tojo- Unauna, pos perbatasan dengan Kabupaten Luwu Utara menuju Makassar, serta pos perbatasan dengan Kabupaten Parigi-Moutong menuju Palu.

Kapolres Poso, AKBP Drs Adeni Muhan Dg. Pabali mengatakan peningkatan pengawasan tersebut dilakukan untuk memberikan rasa aman bagi masyarakat Poso yang dalam waktu dekat akan merayakan dua hari besar keagamaan di akhir bulan ini, yakni Natal, serta Tahun Baru 2008, setelah Idul Adha Kamis kemarin.

"Bukan hanya di pintu masuk-keluar Kabupaten Poso, tapi semua tempat yang dianggap ada celah orang bisa memasuki daerah ini sudah mulai mendapatkan penjagaan ketat dari aparat keamanan," katanya.

Dijelaskannya, tidak menutup kemungkinan adanya gangguan keamanan menjelang hari-hari besar keagamaan dan pergantian tahun.

"Komunitas Intelijen Daerah terdiri atas personil TNI, Polri, BIN, Kejaksaan, Imigrasi, Bea dan Cukai, serta Satpol Pamongpraja, juga akan membantu dalam pengamanan daerah ini," jelas Adeni.

Sementara itu, di Pos Malei (perbatasan wilayah Kabupaten Poso dengan Tojo-Unauna) melaporkan bahwa setiap kendaraan yang masuk dari wilayah timur Provinsi Sulteng menjalani pemeriksaan aparat gabungan TNI dan Polri. Pemeriksaan dilakukan terhadap kendaraan, penumpang dan barang bawaannya. Penumpang dewasa yang tidak memiliki kartu identitas diri atau memiliki KTP dan mencurigakan menjalani pemeriksaan, sebelum kemudian diperbolehkan melanjutkan perjalanan.

"Pemeriksaan demikian itu dilakukan hingga memasuki Tahun Baru 2008, dan dapat diperpanjang sesuai dengan perkembangan kondisi keamanan wilayah," tambah Adeni.

Sekalipun tengah berlangsung pengawasan ketat di mana-mana, namun sejauh ini aparat keamanan setempat belum menemukan adanya orang atau benda-benda mencurigakan yang dibawa penumpang angkutan umum dan pribadi.

Adeni meminta dukungan warga Poso untuk mempertahankan situasi keamanan dan ketertiban yang sudah kondusif di bekas daerah konflik ini. Sebab diakuinya bahwa aparat keamanan tidak akan mungkin berhasil mengamankan wilayah Kabupaten Poso yang sangat luas. tanpa adanya partisipasi aktif dari masyarakat.

"Saya minta masyarakat segera laporkan apabila melihat atau menemukan benda-benda berbahaya atau orang-orang mencurigakan kepada aparat keamanan terdekat, agar segera diambil tindakan," katanya menegaskan.

Sementara itu, Polda Sulteng mengerahkan dua pertiga kekuatan yang dimiliki untuk mengamankan wilayah hukum Sulteng.

Operasi Lilin 2007 direncanakan berlangsung selama 14 hari, 20 Desember 2007 hingga 2 Januari 2008, juga melibatkan satu batalyon anggota TNI, serta Satuan Polisi Pamong Praja dan petugas Dinas Lalu Lintas dan Jalan Raya.

Sasaran pengamanan rumah ibadah, fasilitas publik, tempat perayaan Natal dan Tahun Baru, tempat rekreasi, serta lokasi-lokasi yang menjadi konsentrasi massa.***

Sisir Wilayah Bentrok, Polisi Temukan Puluhan Senjata

Palu - Aparat gabungan Kepolisian Resor Kota Palu, Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah dan Satuan Polisi Pamong Praja, Selasa (18/12) siang menggelar razia senjata api dan senjata tajam di Kelurahan Nunu, Palu Barat dan Kelurahan Tawanjuka, Palu Selatan, Sulawesi Tengah untuk mencegah meluasnya bentrokan antara warga dua kelurahan ini. Dari razia tersebut puluhan senjata tradisional, bom molotov, senapan angin dan senjata api rakitan berhasil ditemukan.

Tidak kurang dari 300 personil aparat gabungan Satuan Perintis Polresta Palu, Satuan Brimob Polda Sulteng dan Satuan Pol PP diterjunkan untuk menyisir rumah-rumah warga dan tempat-tempat yang dicurigai sebagai tempat penyimpanan senjata.

Aparat gabungan tersebut berhasil menemukan puluhan senjata tradisional berupan panah, parang dan lembing. Polisi juga menemukan senapan angin dan senjata api rakitan.

Penyisiran dipimpin langsung Kapolresta Palu AKBP Sunarko dan Kepala Bagian Operasi Ajun Komisaris Polisi Petit. Razia ini juga diawasi Direktur Reserse dan Kriminal Polda Sulteng Kombes Pol Armensyah Thai.

Kepada SH, Armensyah mengatakan penanganan bentrok warga ini tetap dilaksanakan sesuai prosedur hukum yang berlaku, namun tetap berdasar pada situasi yang berkembang. Ia juga mengatakan telah mengidentifikasi para provokator dan pemilik senjata.

"Tidak usah dulu kita beberkan siapa saja mereka, nanti mereka malah kabur. Kita bekerja saja secara bertahap sesuai prosedur hukum, dimulai dengan tindakan pencegahan melalui razia senjata. Setelah semua teridentifikasi jelas, baru kita melangkah ke tahapan selanjutnya. Ini kan awalnya semua dari anak-anak muda yang berkelahi karena mabuk miras," kata Armensyah.

Tangkap Provokator
Selasa sore Polisi juga berhasil menangkap seorang warga yang diduga menjadi provokator atau pemicu bentrokan antarwarga ini.

Lelaki ini diketahui bernama Hendrik Erwin, warga Jalan Danau Poso Nomor 20, Kelurahan Ujuna, Palu Barat.

Ia ditangkap ketika melintas di Kelurahan Nunu mengendarai sepeda motor Suzuki jenis Shogun sambil mengeluarkan makian yang kerap memicu bentrokan.

Menurut Kabag Ops Polresta Palu AKP Petit, pihaknya tengah mendalami penyidikan atas Erwin.

"Tersangka sudah ditangani Satreskrim. Untuk sementara masih diperiksa. Ia diduga yang selama ini memprovokasi warga," kata Petit.

Ketika ditanyai wartawan, pria bertubuh subur berusia 37 tahun ini lebih banyak menjawab dengan ngawur dan tidak jelas.

Sementara itu, Rabu (19/12) situasi di Kelurahan Nunu dan Tawanjuka tersebut masih terlihat tegang. Banyak rumah warga ditinggal kosong. Sejumlah warga, utamanya di titik bentrok masih memilih mengungsi. Sebanyak 2 peleton Satuan Perintis Polresta Palu dan 1 Peleton Brimob Polda Sulteng masih bersiaga di lokasi dan menyekat perbatasan kedua wilayah tersebut. ***

Sunday, December 16, 2007

Rekaman dari Bentrok Nunu-Tawanjuka


RUMAH warga juga menjadi sasaran bentrokan antara warga Nunu dan Tawanjuka, Minggu (16/12/2007). Tercatat lima rumah dan enam sepeda motor terbakar.



WARGA terlihat menggunakan senapan angin berteleskop saat bentrokan antara warga Nunu dan Tawanjuka, Minggu (16/12/2007).



WARGA menggunakan berbagai macam senjata saat bentrokan antara warga Nunu dan Tawanjuka, Minggu (16/12/2007).

Korban Bentrok Nunu -Tawanjuka Kritis


Palu – Bentrok ratusan warga Kelurahan Nunu, Palu Barat dan warga Kelurahan Tawanjuka. Palu Selatan, Minggu (16/12) siang hingga petang mengakibatkan 18 warga luka-luka, salah seorang dalam kondisi kritis, lima rumah dan enam sepeda motor terbakar. Seorang Bintara Polri juga dilaporkan terluka. Kini sejumlah korban dirawat di RS Polri Bhayangkara Sulteng, RS Bala Keselamatan dan RSUD Undata serta Puskesmas setempat.

Mereka yang dirawat di RS BK adalah Aris (22) yang luka di lengan kanan, Aco (25) dengan luka di lengan kanan, Rasyid (19) yang juga di lengan kana, Rendi (29) terluka di bagian perut, Sudarman (29) dengan luka di lengan kanan, begitu pula Umar (16) terluka di bagian lengan kanan dan Rulli (32) yang terluka di lengan kiri.

Lalu enam korban lainnya dirawat di RS Bhayangkara yakni Ridwan (30) dengan luka di bagian perut, Syarif (35) terluka di kepala, Yusran (21) juga mengalami luka di bagian kepala, Chahyadi (27) mengalami luka di bagian dada, lalu Fadli (32) dan seorang perempuan Yulianti terluka di bagian kepala.

Di RS Undata sebanyak enam korban juga tengah dirawat. Mereka adalah Abdul Rifai (18) dan Nanda (18) yang mengalami luka di kepala, Faisal (17) luka di bagian punggung, kemudian Inal (27) terluka di lengan kiri, Sukri (23) terluka di kepala, dan Anton (20) yang mengalami luka paling serius. Kondisinya kini dalam keadaan kritis di RSUD Undata karena dibacok dengan parang.

Dilaporkan juga seorang bintara Polisi Suprianto (22) teluka di bagian siku.

Sementara itu, Walikota Palu Rusdi Mastura yang dihubungi Senin pagi tidak mengangkat telepon. Sampai saat ini, belum ada lagi pertemuan antara warga. Jalan-jalan untuk masuk ke kedua Kelurahan ini masih dipasangi portal oleh warga. Transportasi untuk anak-anak sekolah hanya dengan menggunakan kendaraan taktis (rantis) milik Polresta Palu untuk menghindari anak-anak ini menjadi korban kekerasan. ***

Warga Palu Bentrok, 18 Luka-luka dan 5 Rumah Terbakar


Palu - Bentrokan berdarah ratusan warga Kelurahan Nunu, Palu Barat dengan warga Kelurahan Tawanjuka, Palu Selatan, Sulawesi Tengah kembali terjadi Minggu (16/12) siang hingga sore. Akibatnya, belasan warga luka-luka, lima rumah dan enam sepeda motor terbakar. Satuan Pengendalian Massa Kepolisian Resor Kota Palu baru bisa melerai warga setelah empat jam terjadinya bentrokan itu.

Bentrokan berdarah ini adalah kali ketiganya terjdi dalam tiga bulan terakhir. Ratusan warga dari Kelurahan bertetangga itu terlibat baku lempar batu, saling panah dan saling tembak dengan menggunakan senapan angin.

Bentrokan yang berlangsung tidak kurang dari empat jam ini membuat Satuan Pengendalian Massa Kepolisian Resor Kota Palu kewalahan. Beberapa warga Tawanjuka bahkan terlihat menggunakan tameng Polisi untuk berlindung dari lemparan batu dan panah besi.

Bahkan ada warga yang menyerang dengan menggunakan tameng milik Polisi yang berjaga di perbatasan Kelurahan Tawanjuka.

Wartawan juga menjadi sasaran bentrok kali ini. Koresponden Trans TV di Palu Jafar G Bua sempat dipukuli dengan kayu dan diancam akan ditebas parang, lantaran mengambil

gambar close up salah seorang warga yang menembak dengan menggunakan senapan angin dan menggunakan panah besi. Untungnya, aksi main hakim ini berhenti setelah ada warga lain yang melerai.

Bentrokan ini mengakibatkan 18 warga luka-luka, salah seorang dalam kondisi kritis, lima rumah dan enam sepeda motor terbakar. Kini sejumlah korban dirawat

di RS POlri Bhayangkara Sulteng, RS Bala Keselamatan dan RSUD Undata serta Puskesmas setempat.

Kapolresta Palu AKBP Sunarko yang langsung memimpin pengamanan ini berusaha menenangkan massa. "Warga diharapkan tenang dan bisa mengendalikan diri. Agar

tidak terjadi saling serang lagi, Polisi ditempatkan di batas kedua kelurahan ini," kata Sunarko di sela-sela suasana penuh ketegangan.

Bentrokan baru mereda setelah bantuan personil Kepolisian dari Polda Sulteng diterjunkan ke lokasi kejadian. Meski demikian suasana di kedua Kelurahan itu

tetap tegang. Warga masih berjaga-jaga di batas kedua desa tersebut. Sebanyak 4 Satuan Setingkat Peleton sudah bersiaga di lokasi kejadian.***

Saturday, December 15, 2007

Festival Danau Poso, Asa Merajut Kembali Persaudaraan


PADA 5 Desember 2007 lalu, saya bersama juru kamera RCTI Upik Nyonk, koresponden Global TV Iwan Lapasere, juru kamera Metro TV Harry Laturadja dan reporter KBR 68H Erna Dwi Lidiawati berangkat ke Poso, Sulawesi Tengah. Pukul 22.00 Waktu Indonesia Tengah kami bertolak dari Palu. Perjalanannya santai. Pukul 03.00 WITA barulah kami tiba di Poso.

Sepanjang jalan suasana tenang sudah mulai terasa. Tidak ada lagi Polisi garang yang berjaga dengan senjata laras panjang di tangan menghentikan mobil dan memeriksa penumpangnya. Meski pos-pos pengamanan masih berdiri sepanjang jalan menuju ke Poso.

Perjalanan saya ke Poso kali ini adalah yang kesekian kalinya sejak konflik sosial mengharubiru kabupaten penghasil kayu mewah Ebony itu pada 1998. Kali ini, saya hendak meliput Festival Danau Poso. Akronimnya FDP.

Ya, FDP. Kata itu seperti mantera yang mengingatkan orang bahwa di Poso dahulu masyarakatnya saling berjabatan tangan dan hati dengan erat. Namun kemudian konflik
Sembilan tahun lamanya FDP terhenti akibat konflik, yang membuat persaudaraan antara komunitas berbeda keyakinan terkoyak.

Festival ini pertama kali digelar di Kota Tentena oleh Dinas Pariwisata pada 1989 untuk mempromosikan keragaman budaya Sulawesi Tengah. Festival yang saban tahun digelar ini terhenti pada 1997 akibat konflik sosial yang melanda poso.

Dinas Pariwisata berharap digelarnya lagi Festival ini bisa mengabarkan kepada dunia, bahwa Poso sudah aman untuk dikunjungi para wisatawan asing maupun domestik. Festival ini dihelat sejak 6 desember hingga 10 Desember.

“Kita harus mampu memproklamirkan kepada dunia nasional dan internasional bahwa inilah Poso kini. Kami akan memadamkan bara api yang pernah menyala melalui kearifan lokal yang terwariskan secara turun temurun. Jadi bantu kami,” kata Jethan Towakit, Wakil Kepala Dinas Pariwisata Sulteng.

To Wana Bawa Damai
Di tepian Danau Poso, 57 kilometer arah tenggara Kota Poso ajang budaya seperti lomba perahu hias, perahu dayung dan pagelaran seni tradisional dari beberapa kabupaten dan kota di Sulawesi Tengah digelar selama FDP.

Salah satunya adalah pagelaran tradisi yang ditampilkan Suku Wana, dari Morowali. Mereka tampil memukau hati.

Mereka menyuguhkan tradisi Dendelu dan Salonde, sebuah tradisi menyambut tamu di mana para perempuannya menyuguhkan pinang dan sirih untuk menginang. Lalu para lelaki menyambut para tamu yang datang itu dengan tarian. Ada pula suguhan tradisi Momago, ritual pengobatan tradisional yang dilakukan oleh para tetua adatnya.

Nilai-nilai kekeluargaan begitu terasa. Gotong royong, kebersamaan dan saling memahami peran antara lelaki sebagai kepala rumah tangga dan perempuan sebagai ibu mewujud dalam interaksi mereka saat Dendelu dan Momago. To Wana membawa damai ke Poso yang penuh bara api di tahun-tahun sebelumnya.

Tidak hanya warga setempat yang kagum menyaksikan suguhan tradisi suku Wana itu, Manuela, warga Negara Jerman pun terkesima.

“Indah, sungguh indah. Itu cantik. Ini kali pertama saya di Sulawesi dan saya melihatnya pula untuk pertama kali. Saya pikir itu sangat baik dan oke,”

Festival ini memang seperti terlahir kembali setelah lama mati suri. Karenanya suasananya menjadi terasa berbeda dengan festival di tahun-tahun sebelumnya. Dulunya, suku-suku pedalaman bahkan mau turun gunung untuk menyaksikan pentas budaya ini. Mereka bahkan rela tidur di teras-teras rumah penduduk setempat. Pemandangan itulah yang kini hilang.

Rinaldy Damanik, pendeta dan salah seorang peserta Festival sebelumnya menyampaikan perasaan hatinya.

“Saat itu, semua orang punya hubungan baik dengan semuanya. Tidak ada perkelahian. Ada lomba-loma, ada yang menang, ada yang kalah. Itu biasa aja. Itu menarik sekali, itu yang kita rindukan, seperti dulu. Saling mendukung, saling mengsupport. Tidak ada caci maki, yang banyak itu tepuk tangan dan jabat tangan,” ungkap Damanik.

Semua warga berharap festival ini bisa kembali mempererat tali persaudaraan. Seperti harapan Matatias Konda, salah seorang warga tentena.

“Dengan adanya festival ini, kami merasa rasa persaudaraan itu sangat erat. Di sinilah tempat kami mencurahkan segala kegembiraan kami kepada teman-teman yang tidak kami rasakan lagi hal-hal seperti ini,” sebut Matatias.

Tentu saja harapan Matatias, bukanlah harapan kosong belaka. Itu adalah harapan semua orang yang ingin melihat Poso kembali damai seperti sedia kala. Agar mereka kembali menikmati indahnya matahari terbenam di Danau Poso dan riuh rendah suara anak-anak bermain kecipak air di Danau indah itu.***

Petambuli, Membuat Adat Tak Mati Suri


ADA berbagai cara melestarikan tradisi dan adat istiadat kita yang begitu kaya. Salah satunya melalui upacara penikahan. Itulah yang dilakukan keturunan Kerajaan Sigi, di Donggala, Sulawesi Tengah. Mereka memboyong tanda-tanda kebesaran kerajaan yang pernah jaya di Donggala itu, ke Tolitoli, Sulawesi Tengah, saat pernikahan salah seorang putra keturunan pewaris Kerajaan yang berdiri pada 1650 itu. Ritual penikahan ini adalah perkawinan budaya asli Donggala dengan syariat Islam. Ada adat petambuli sebagai intinya.

Upacara pernikahan a la keturunan Raja Sigi, Donggala, Sulawesi Tengah ini tergolong unik. Selain harus menyiapkan sejumlah tanda-tanda kebesaran raja seperti ula-ula, orang-orangan dari kain yang sudah berumur lebih dari 100 tahun. Sang calon mempelai pria juga harus mengenakan pakaian kebesaran raja dan mengunakan siga, penutup kepala khas Kaili, suku terbesar di Donggala. Calon mempelai pria juga diwajibkan menunganggi seekor kuda menuju kediaman calon mempelai wanita. Maklum, Edy Supratman, demikian nama sang calon mempelai pria adalah keturunan pewaris kerajaan Sigi.

Sejumlah tetua adat dan keluarga dekat calon mempelai pria juga mengunakan pakaian berwarna kuning yang merupakan pakaian kebesaran kerajaan Sigi.

Sang calon mempelai pria sepanjang jalan dikawal oleh dua orang Tadulako, pengawal raja dan seorang panglima agar dalam perjalanan menuju rumah mempelai wanita tidak mendapat hambatan dari musuh.

Para Tadulako bertopi tanduk kerbau itu, dipersenjatai dengan guma atau golok perang, tavala atau tombak dengan kaliavo atau tameng. Sepanjang jalan tepukan rebana mengiringi rombongan dari calon mempelai pria. Terasa besar pengaruh Islam atas kerajaan Sigi tempo dulu.

Sepanjang jalan para Tadulako memperlihatkan keahliannya memainkan guma dan tavala. Itu agar tidak ada yang berani menggangu perjalanan sang mempelai pria.

Nah, setibanya di rumah calon mempelai wanita rombongan pasukan dari calon mempelai pria disambut dengan dua orang prajurit utusan dari calon mempelai wanita.

Disini utusan prajurit dari mempelai wanita sempat melancarkan serangan dengan golok dan ditangkis oleh sang panglima dengan tombak sebelum memasuki halaman rumah calon mempelai wanita.

Sebelum, memasuki pintu rumah calon mempelai wanita digelarlah adat petambuli, upacara penghormatan bagi calon mempelai wanita dan keluarganya. Inilah inti prosesi adat itu. Petambuli dimpimpin dua orang tetua adat dengan mengunakan bahasa Kaili, bahasa ibu suku terbesar di Sulawesi Tengah. Selanjutnya, sang calon mempelai pria Edi Supratman dan calon mempelai wanita Sitti Maryam dinikahkan sesuai dengan syariat Islam.

Menurut salah seorang tokoh adat, Lassa ritual adat semacam ini dulunya selalu digelar oleh para bangsawan kerajaan Sigi. Kemudian pupus dan tidak lagi pernah digelar karena orang yang ingin semuanya serba praktis dan langsung jadi.

Dipercaya juga pelaksanaan adat pernikahan ini bertujuan memohon bagi sang pencipta alam semesta agar kedua mempelai diberikan keturunan yang baik serta rezeki yang melimpah.

“Jadi penghormatannya dimulai dari teras rumah pria, di jalan dan hingga ke teras rumah wanita. Filosofinya adalah manusia hidup itu harus saling menghormati. Dan semuanya harus berawal dari rumah tangga hinga ke kehidupan mereka sehari-hari, saat bergaul dengan orang lain di lingkungannya.

Diharapkan pelaksanaan ritual ini bisa melestarikan adat istiadat yang dulunya masyhur dan melembaga di Donggala, Sulawesi Tengah berbilang ribuan tahun lamanya sejak abad 17. Meminjam harapan Lassa, agar adat tidak mati suri.***

Seratus Arca Megalith Poso Dicuri


Palu – Tidak kurang dari seratus buah arca dari situs megalith, Poso, Sulawesi Tengah dilaporkan hilang dicuri. Sebagian arca dari zaman pra sejarah tersebut kini telah diperjualbelikan di Pulau Bali. Situs megalitik di Lembah Napu, Bada dan Besoa di diperkirakan adalah situs megalitikum terluas di Indonesia. Namun, kondisinya kurang terawat dan kurang dipromosikan. Ketiga kawasan itu masuk dalam wilayah Kecamatan Lore Utara dan Lore Selatan, Kabupaten Poso, Sulteng.

Laporan kehilangan arca warisan zaman prasejarah atau zaman megalitikum, itu terungkap dalam laporan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Poso, saat mereka mengadakan kunjungan kerja ke Bali. Sebelumnya didapat laporan bahwa sebagian arca megalit terlihat diperjualbelikan di salah satu gallery di Bali dan setelah dicek laporan tersebut benar.

Penelusuran itu atas inisiatif Ketua DPRD Poso, Sawerigading Pelima. Ia menugaskan sejumlah anggota Dewan Poso, di antaranya Ketua Komisi B Asmir Podungge untuk melacak kebenaran informasi itu.

Nah, karena Pelima adalah To Poso, sebutan bagi orang Poso asli, maka setelah diperlihatkan foto-foto dari hasil pelacakan anggota Dewan itu, yakinlah dia bahwa itu berasal dari situs megalitikum Lembah Napu, Bada dan Besoa.

Dewan Poso juga sudah melaporkan kasus ini kepada Pemerintah setempat, namun belum mendapat tanggapan.

Pencurian benda-benda purbakala itu diduga melibatkan sindikat nasional dan internasional. Itu diduga sudah berlangsung kira-kira enam tahun lamanya hingga kini.

Namun, Kepala Seksi Purbakala Dinas Pariwisata, Sulawesi Tengah, Syamsuddin mengatakan bahwa mereka belum mempunyai data atau laporan resmi terkait hal itu.

“Para juru pelihara yang sudah kami latih sampai saat ini belum melaporkan adanya kehilangan itu. Kalau ada apa-apa mereka langsung hubungi kami. Meski begitu, kami segera membentuk tim untuk melacak kebenaran informasi itu,” kata Syamsuddin.

Tim terpadu itu, nantinya akan diberangkatkan ke Bali untuk melakukan investigasi penjualan arca megalith Poso yang dilaporkan raib.

Saat ini, sebagian besar arca yang ditaksir berusia sekitar 3000 – 4000 SM itu masih berada di situs alamnya di Lembah Napu, Bada dan Besoa di Kecamatan Lore Utara dan Lore Selatan. Sementara sebagiannya sudah dibawa ke Museum Negeri Sulawesi Tengah.

Ajabar Gani, dari Seksi Koleksi Museum Negeri Sulawesi Tengah mengatakan bahwa tidak semua arca bisa mereka pindahkan. Mereka hanya memindahkan arca-arca kecil.

“Sebagian kami lestarikan secara eks situ atau di luar situs alamnya dengan pertimbangan menghindari pencurian atau karena posisinya yang rentan oleh kejadian alam. Misalnya di pinggir sungai. Ini juga untuk memudahkan penelitian,” jelas Ajabar.

Arca megalith adalah merupakan hal yang langka di dunia karena hanya terdapat di Napu, Besoa, Bada dan di Marquies Island, Amerika Latin.

Di tiga situs di wilayah Kabupaten Poso itu terdapat beragam peninggalan zaman megalitikum. Ada yang berupa arca, menhir atau dolmen.

Dibanding situs-situs arkeologi lainnya, situs ini kurang mendapat perhatian. Padahal kita tahu usia arca-arca megalitikum itu lebih tua daripada Borobudur yang begitu dibanggakan masyarakat Indonesia, utamanya masyarakat Jawa Tengah.

Berdasarkan hasil penelitian terdapat 432 objek situs megalith di Sulawesi Tengah. Tersebar di Lore Utara dan Lore Selatan, Poso sebanyak 404 situs dan di Kecamatan Kulawi, Kabupaten Donggala sebanyak 27 situs. Namun, kondisinya memprihatinkan karena kurang terawat. Promosi wisatanya pun tidak cukup. Dan sekarang ditambah lagi dengan aksi-aksi jahil para pencuri benda purbakala.***

Tuesday, December 11, 2007

Warga Nunu dan Tawanjuka Bentrok Lagi

Palu - Dua kelompok warga di Kelurahan Nunu dan Kelurahan Tawanjuka, Kota Palu, Sulawesi Tengah Sabtu (8/12) sore terlibat bentrok lagi. Meski tidak menimbulkan korban jiwa namun beberapa rumah warga mengalami kerusakan terkena lemparan batu. Belum diketahui pemicu terjadinya bentrok kedua kelurahan bertetangga ini.

Bentrokan kedua kelompok warga ini yang kali kesekian ini diduga dipicu kesalahpahaman antara anak muda Jumat (7/12) malam. Entah siapa yang memulai keduanya saling menyerang sehingga menyebabkan beberapa kaca jendela rumah warga di kedua belah pihak rusak. Insiden ini sempat reda setelah puluhan aparat Kepolisian dari Polresta Palu turun mengamankan lokasi kejadian.

Insiden ini kemudian berlanjut Sabtu sore dan kedua kelompok warga kembali saling serang dengan menggunakan senjata tajam dan batu. Suasana pun kembali tegang. Warga setempat yang ketakutan pun mengungsi dan mengosongkan rumahnya.

Suasana yang sempat tegang akhirnya reda setelah sedikitnya 1 Satuan Setingkat Kompi aparat gabungan Polresta Palu dan Polda Sulawesi Tengah turun tangan membubarkan kedua kelompok yang bertikai. Para tokoh masyarakat dan pimpinan pemerintah kedua belah pihak pun turun tangan melerai.

Hingga Sabtu malam, suasana di kedua kelurahan bertetangga ini masih
mencekam. Tidak ada warga yang berani keluar rumah dan memilih
berjaga-jaga di rumah masing-masing. Ratusan personil gabungan Polisi kini disiagakan di perbatasan kedua kelurahan ini.***

Pesawat Milik Wapres JK Tergelincir

Poso - Pesawat jenis Piper Astec 34 milik PT Bukaka Group tergelincir di Bandara Kasiguncu, Kota Poso, Sulawesi Tengah Jumat (7/12) pagi. Meski tidak menimbulkan korban jiwa namun bagian belakang pesawat mengalami kerusakan.

Informasi yang berhasil dihimpun menyebutkan insiden ini bermula ketika pesawat milik perusahaan PT Bukaka yang juga milik Wakil Presiden Jusuf kalla ini tergelincir saat hendak mendarat di Bandara Kasiguncu sekitar pukul 01.55 UTC atau 09.55 Waktu Indonesia Tengah.

Kepala Bandara Kasiguncu Sjamsi Djamaluddin mengatakan sudah melihat dari jarak jauh pesawat tersebut agak oleh saat akan mencoba mendarat.

“Informasi yang saya dapat dari Kapten Pilot Untardi, dia mengalami kerusakan pada landing gear sebelah kiri,” kata Sjamsi.

Petugas bandara yang melihat kejadian ini langsung memberikan pertolongan. Beruntung, pilot dan seluruh penumpangnya dalam keadaan selamat dan tidak mengalami luka-luka. Mereka pun langsung dievakuasi.

Dalam pesawat tersebut menumpang putra Wakil Presiden Jusuf Kalla, Solichin Kalla, dan adik Wapres JK Ahmad Kalla, serta salah seorang Direktur Bank Rakyat Indonesia.

Menurut rencana, mereka akan meninjau proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air Sulewana di Tentena, Poso, Sulawesi Tengah yang dikerjakan oleh kelompok usaha Bukaka Group dan Kalla Group.***

Saturday, December 01, 2007

Buru Pelaku Illegal Logging, Polisi Bakutembak dengan TNI

Palu – Anggota Satuan Polisi Perairan dan Udara Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah terlibat bentrok dengan aparat TNI Angkatan Darat dari Koramil Popayato, Gorontalo. Insiden ini bermula dari pengejaran dan penangkapan tersangka pelaku illegal logging dari wilayah Provinsi Sulawesi Tengah yang lari ke wilayah Provinsi Gorontalo.

Direktur Ditpolair Sulteng Ajun Komisaris Besar Polisi Roy Abu Umar mengatakan bahwa insiden tersebut bermula dari pengejaran pelaku illegal logging dan barang buktinya dari wilayah Molosipat, Sulawesi Tengah yang berusaha lari ke arah wilayah Provinsi Gorontalo.

“Kami dituding melewati batas wilayah dan tanpa surat perintah, tapi harus diingat itu adalah tanggung jawab Polri secara keseluruhan. Tidak mungkin kami membiarkan pelaku illegal logging begitu saja. Sehingga ketika mereka lari dari Molosipat, masih di wilayah Sulteng ke wilayah Gorontalo, tetap kami kejar,” kata Roy Rabu (28/11/2007) lalu melalui telepon.

Sebelumnya, aparat Polair Sulteng memang dituding tidak berkoordinasi dengan aparat keamanan setempat dan tidak mempunyai surat perintah penangkapan. Namun, itu dibantah oleh pihak Polair.

Kapolsek Popayato, Gorontalo IPTU Vondy Mawitjere membenarkan adanya penangkapan tiga tersangka illegal logging dan puluhan kubik barang buktinya. Mereka yang ditangkap oleh Polair Sulteng adalah Une (27), Anding (27) dan Iming, sopir truk yang mengangkut kayu hasil illegal logging tersebut.

“Surat penangkapan atas tersangka Une memang ada, tapi yang duanya lagi tidak ada surat perintahnya,” kata Vondy.

Saat ini, kasus ini tengah diselidiki oleh Polda Gorontalo dan Polda Sulteng, sebab diduga illegal logging tersebut melibatkan Polisi dan TNI. Dari sumber SH di Kepolisian setempat, diketahui Une salah seorang tersangka adalah adik kandung dari Kapolsek Polowatu, Gorontalo.

Ia juga diduga yang menyebarkan berita penangkapan mereka sampai kemudian aparat TNI Angkatan Darat dari Koramil setempat mengumpulkan massa dan melakukan pengejaran kepada aparat Polair Sulteng. Dilaporkan juga bahwa sempat terjadi aksi baku tembak antara aparat TNI dengan Polair, namun tidak mengakibatkan korban jiwa.***

Blog Info

BLOG ini berisi sejumlah catatan jurnalistik saya yang sempat terdokumentasikan. Isi blog ini dapat dikutip sebagian atau seluruhnya, sepanjang menyebutkan sumbernya, karena itu salah satu cara menghargai karya orang lain. Selamat membaca.

Dedication Quote

ORANG yang bahagia itu akan selalu menyediakan waktu untuk membaca, karena itu sumber hikmah. Menyediakan waktu tertawa karena itu musiknya jiwa. Menyediakan waktu untuk berfikir karena itu pokok kemajuan. Menyediakan waktu untuk beramal karena itu pangkal kejayaan. Menyediakan waktu untuk bersenda gurau karena itu akan membuat awet muda.Menyediakan waktu beribadah karena itu adalah ibu dari segala ketenangan jiwa. [Anonim]