Jalan Panjang Konflik Poso (1)
POSO bergolak lagi. Pada Rabu (28/11) itu di antara bara api di puing-puing rumah yang terbakar seorang laki-laki paruh baya mengusap peluh. Syukur nama laki-laki yang mengaku baru saja mengikuti pertempuran dengan kongkoli—sebutan untuk laskar bersenjata sipil beranggotakan Umat Kristen. Kala itu, tuturnya, pasukan jihad atau mujahiddin—sebutan untuk laskar beranggotakan Umat Islam--memenangkan pertempuran sengit. Karenanya dia bisa kembali ke rumah walau tinggal puingnya.
“Alhamdulillah,” kata syukur terlontar dari bibirnya. Kendati rumah itu tak bisa ditinggali lagi, toh dia bangga sekali dapat menginjakkan kaki di kampung halamannya lagi.
Namun kini, Tangkura telah rata dengan tanah. Ratusan rumah tak ada yang tersisa. Data yang dihimpun aparat menyebutkan dua orang setempat tewas tapi belum ditahu identitasnya. Sehari sebelumnya, laskar jihad melumpuhkan pula basis pasukan kongkoli di Betalemba dan Patiwunga. Ditaksir sekitar 300 rumah di Betalemba dan 115 rumah di Patiwunga hancur. Belum ada laporan resmi jumlah korban berjatuhan di kedua desa ini. Tapi, sumber di laskar jihad menduga banyak korban di pihak pasukan kongkoli. Dibuktikan dengan ceceran-ceceran darah yang tersebar.
Selasa (27/11) sekitar pukul 13.00 WITA, kontak senjata antara duabelah pihak bertikai terjadi antara Desa Tabalu dan Betalembah, lebih kurang 25 kilometer dari Poso dan 5 kilometer dari poros Jalan Trans Sulawesi, menyebabkan seorang tewas di pihak jihad, bernama Abdullah (40), kena luka tembak di bagian kepala. Seorang lagi, Sa’ad (23), tertembak di paha kiri dan kini tengah dirawat di Makassar.
Untung saja sekitar pukul 14.00 Waktu Indonesia Tengah (wita), aparat keamanan berkekuatan 2 satuan setingkat regu (SSR) bergerak ke zona konflik. Tapi ternyata kedatangan mereka tak mampu meredam amarah kedua belah pihak bertikai.
Laskar jihad dan pasukan kongkoli berhadap-hadapan dalam kisaran jarak 80-an hingga 150-an meter. Pertempuran seru terjadi bak di film-film wildwest. Menariknya di sela sengitnya pertempuran, seorang kakek nasrani diselamatkan laskar jihad, lantas dibawa ke kantor Polres Poso.
Kala itu beredar kabar sekitar empat anggota TNI berada di antara salah satu kelompok yang bertikai. Mereka membelot. Bahkan diisukan satu di antaranya meninggal. Kabar itu ditanggapi serius Komandan Korem 132 Tadulako Kol Inf Suwahyuhadji. Dia nyatakan tak ada yang meninggal dan tidak ada yang membelot. “Aparat TNI itu selalu mengamankan pihak yang lemah,” tandasnya.
Sesudah Tangkura, Kamis (29/11), kontak senjata antardua belah pihak bertikai terjadi di Desa Dewua. Akibat 135 rumah terbakar. Tak berselang lama, Desa Sangginora, sekitar 40 kilometer barat laut Poso Kota, pun mabara. Ada 285 rumah hangus. Sedangkan di Padalembara rumah yang ludes 40 buah.
Tentang korban jiwa di kedua belah pihak akibat serangan Kamis itu, Kapuskodal Ops Polres Poso AKP Sulaiman Puar mengakui belum diketahui pasti.
Menurutnya, kontak senjata itu berhasil dihentikan setelah 2 SSR Brimob dan 2 SSR Tni diterjunkan ke sana.
“Poso perlu diperhatikan oleh pusat. Kalau nggak, bukan hanya Poso, Sulawesi bisa bahaya,” ujar Puar, kuatir.
Gara-gara pertempuran selama tiga hari itu, ratusan penduduk setempat setempat mengungsi ke wilayah Sulewana dan Tentena, Kecamatan Pamona Utara dan ke Lembah Napu, Kecamatan Lore Utara. Diperkirakan, mereka mengamankan diri pula di kampung-kampung sekitarnya. Ditaksir tak kurang dari 13 ribu jumlah pengungsi itu.
Hanya saja mungkin lantaran was-was dikejar oleh pasukan penyerangn, mereka menumbangkan pohon-pohon ke badan jalan. Hal itu dirasakan pula oleh gabungan aparat Polri dan TNI yang melakukan patroli sepanjang daerah konflik itu. Mereka terhambat di tengah hutan sekitar enam kilometer lagi dari Sangginora, disebabkan sebuah pohon besar sengaja ditebang dan ditumbang di tengah jalan. Dua truk khusus yang membawa pasukan keamanan itu tak bisa melintas. Mereka lebih sejam tertahan di situ sampai malam. Berbuka puasa dengan ransum pun terpaksa dijalani dalam kegelapan.
“Kita sangat sesalkan kejadian ini terjadi di bulan suci Ramadhan,” ucap Kadispen Polda Sulteng AKBP Agus Sugianto kepada wartawan di ruang kerjanya, mengomentari pecahnya pertempuran kelompok yang bertikai itu.
Yang sial, pertikaian seru antara dua belah pihak bertikai itu, berdampak ke pemukiman masyarakat Bali. Warganya dilanda trauma yang sangat. Sabtu, 1 Desember, polisi dan tentara mengevakuasi masyarakat transmigran itu ke kawasan Tolai, Kecamatan Parigi, Kabupaten Donggala. I Nyoman R dari Parisadha Hindu Kabupaten Poso mengatakan, warganya yang harus dievakuasi itu hampir seribu jiwa. Mereka terdiri 120 KK penduduk Desa Betalemba, 40 KK dari dusun Gantinadi Desa Tangkura, dan 115 KK dari dusun Tanca Desa Padalembara. Hari itu, masyarakat Bali Tolai mengirim 30 mobil truk menjemput saudaranya. Dilaporkan evakuasi baru selesai Rabu (12/12/01).
Kini api yang telah padam dari rumah-rumah hunian penduduk, menyisakan arang. Di sepanjang Betalembah sampai Sangginora. Barang-barang berserakan di pinggir jalan. Hewan-hewan ternak tak terhiraukan berkeliaran ditinggal pergi. Desa-desa yang dulunya ramai berpenghuni, kini mencekam sepi.
Bara Poso berpindah ke Sepe dan Silanca. Kedua desa itu dihuni oleh mayoritas umat Kristen. Sabtu (1/12) malam hingga Ahad dini hari, pecah pertempuran. Si jago merah menjulang angkasa mengusik kegelapan.
Soal kian meruyaknya pertikaian itu, Wakil Bupati Poso Abdul Malik Syahadat mengingatkan untuk disudahi saja. Dia pun mengakui serang-serangan dan kontak-kontak senjata antara kedua belah pihak bertikai, didasari rasa dendam antarwarga. “Kita memaklumi hal itu. Kita bisa merasakan bagaimana sengsaranya mereka yang kehilangan rumah. Tapi apakah semua itu akan selesai dengan cara saling membalas. Sudah terlalu banyak korban yang jatuh. Hentikan pertikaian ini. Mari Berdamai dengan hati kita. Hilangkan dendam,” ujar Malik, berharap.
Malik pun mengingatkan konflik Poso kini telah berbilang tiga tahun. Sudah banyak darah dan air mata yang tumpah sia-sia. Ia meminjam pernyataan Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Sulawesi Tengah KH. Dahlan Tangkaderi, yang menyebut pertikaian semacam itu cuma menimbulkan korban yang sia-sia.
Karenanya, Malik turut bergembira dengan penetapan Operasi Pemulihan Keamanan Terpadu Poso. Operasi itu telah disetujui oleh Presiden Megawati Soekarno Putri pada rapat koordinasi politik dan keamanan (Rakorpolkam) Selasa (4/12/01) di Jakarta. Sehari kemudian, Rabu (5/12/01) Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Susilo Bambang Yudhoyono, Menteri Pertahanan Matori Abdul Djalil, Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno dan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Yusuf Kalla bertandang ke Poso. Lalu pada Kamis (6/12/01) para menteri itu kemudian bertemu dengan musyawarah pimpinan daerah (Muspida) Provinsi Sulawesi Tengah, tokoh-tokoh masyarakat Poso dan tokoh-tokoh agama.
Saat itu disepakati operasi pemulihan keamanan akan berlangsung hingga enam bulan mendatang. Operasi itu sendiri menurut penjelasan Menkopolkam Susilo tidaklah dalam kerangka darurat sipil. “Kita tidak bisa gegabah menentukan pelaksanaan darurat sipil. Kita mesti mengevaluasi sejumlah hal untuk menuju ke arah itu,” sebut SBY, demikian Susilo kerap disebut.
Penjelasan SBY itu tentu saja menggembirakan, soalnya penolakan darurat sipil sebelum sudah datang dari masyarakat Poso. Salah satunya Imam Masjid Agung Poso H. Umar Nanga. Menurut dia darurat sipil bisa jadi hanya akan menambah rasa tidak aman masyarakat setempat.
Penolakan serupa juga datang dari AJI (Aliansi Jurnalis Independen) Palu, Liga Mahasiswa untuk Demokrasi (LMND) Palu, dan Lembaga Pengembangan Studi HAM (LPS-HAM) Palu.
Cuma dengan bahasa apapun operasi itu, “Kami bersyukur pemerintah pusat akhirnya turun tangan untuk menyelesaikan kasus ini. Setelah sebelumnya kami juga berusaha, tapi tak begitu menggembirakan capaian hasilnya,” katanya lagi.
Soal tak efektifnya tim rekonsiliasi daerah itu didigarisbawahi oleh Malik. Menurut dia, sulitnya komunikasi membuat tim yang dibentuk oleh Pemerintah Kabupaten Poso tak efektif. Apalagi, “sejumlah wilayah ketika itu suasana masih belum kondusif untuk menerima tawaran-tawaran rekonsiliasi,” dalihnya.
Tim Rekonsiliasi Poso yang diketuai Kolonel Inf Gumyadi, pun kehilangan gigi di tengah Poso yang kian membara itu. Padahal menurut Malik, Pemerintah Kabupaten Poso saat ini tengah melakukan rehabilitasi fisik pemukiman penduduk. Sekitar 885 unit rumah hunian baru akan segera disiapkan. Artinya, “pemerintah tak tinggal diam untuk menyelesaikan masalah ini. Selain melakukan upaya-upaya rekonsiliasi, kita juga memikirkan pemenuhan pemukiman baru bagi warga,” jelasnya.
Nah, akankah upaya pemulihan keamanan itu efektif? Apakah tahapan rekonsiliasi akan tercapai? Waktu yang akan menjawabnya. Yang jelas sampai Kamis (13/12/01) hari ini, 5 batalyon aparat TNI dan Polri telah bersiap siaga di tujuh kecamatan rawan konflik di wilayah Kabupaten Poso. Mereka didukung oleh dua unit helikopter, dua unit panser dan satu unit kapal patroli laut.***
Monday, July 31, 2006
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Blog Info
BLOG ini berisi sejumlah catatan jurnalistik saya yang sempat terdokumentasikan. Isi blog ini dapat dikutip sebagian atau seluruhnya, sepanjang menyebutkan sumbernya, karena itu salah satu cara menghargai karya orang lain. Selamat membaca.
Dedication Quote
ORANG yang bahagia itu akan selalu menyediakan waktu untuk membaca, karena itu sumber hikmah. Menyediakan waktu tertawa karena itu musiknya jiwa. Menyediakan waktu untuk berfikir karena itu pokok kemajuan. Menyediakan waktu untuk beramal karena itu pangkal kejayaan. Menyediakan waktu untuk bersenda gurau karena itu akan membuat awet muda.Menyediakan waktu beribadah karena itu adalah ibu dari segala ketenangan jiwa. [Anonim]
0 comments:
Post a Comment