Saturday, July 15, 2006

Hati-hati Pergantian Bupati

[Bagian kedua dari empat tulisan]

Palu - Konflik berujung kekerasan di Poso dan Palu tidak begitu saja terjadi. Banyak persoalan yang melatarbelakanginya. Salah satunya adalah masalah politik setempat.

Sebagai contoh pada 1998, kursi Bupati Poso yang ditinggalkan Arif Patanga lama tak terisi. HB Paliudju, Gubernur Sulteng kala itu, menunjuk Haryono untuk menjadi penjabat bupati. Namun keputusan ini menimbulkan tarik menarik figur pengganti Arif.

Kemudian muncul nama Abdul Muin Pusadan, anggota Fraksi Golkar DPRD Sulteng yang didrop dari atas untuk menjadi calon bupati. Setelah itu, serangkaian kerusuhan pun terjadi.

Entah bagaiamana, masalah agama kemudian terbawa-bawa. Saat itu orang menginginkan Abdul Malik Syahadat, tokoh Islam yang dekat dengan sejumlah pemuka Kristen di Poso. Malik kemudian kebagian menjadi Wakil Bupati Poso.

Masalah muncul lagi, ketika jabatan sekretaris kabupaten lowong. Sebagian masyarakat Kristen menginginkan Nus Pasoreh. Sementara masyarakat Islam menginginkan Awad Alamri.

"Pembagian kekuasaan yang tidak adil menjadi penyebab semua itu," kata Datlin Tamalagi, tokoh masyarakat Poso. Kini dia menjadi Wakil Bupati Morowali, daerah pemekaran Poso.

Gubernur Sulawesi Tengah Aminuddin Ponulele, Senin (22/11/2004) lalu melantik Andi Azikin Suyuti sebagai Penjabat Bupati Poso. Hal ini sebagaimana diperkirakan banyak orang, yakni dia akan menjadi penjabat bupati setelah masa jabatan Bupati Poso Abdul Muin Pusadan berakhir. Walau pelantikan Azikin sendiri sempat ditentang banyak orang.

Azikin disebut-sebut sebagai orang dekat Gubernur Aminuddin. Sebelumnya dia menjabat sebagai Kepala Kantor Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi Sulawesi Tengah, instansi yang paling bertanggungjawab atas penyaluran dana bantuan pengungsi. Azikin diangkat dengan SK Mendagri No.131.52-748/2004. Ia diberi tugas enam bulan hingga setahun untuk mempersiapkan pemilihan langsung kepala daerah nantinya.

Akankah hal ini kembali menimbulkan konflik? Pertanyaan ini memang patut diwaspadai sedini mungkin. Tentunya masyarakat Poso sangat tidak mengharapkan konflik tersebut. Terlebih masyarakat Poso sebenarnya dikenal penuh toleransi.

"Banyak persoalan yang terakumulasi menjadi satu. Salah satunya adalah kecemburuan sosial. Mereka menyaksikan bagaimana masyarakat pendatang begitu maju, sementara penduduk asli cuma jalan di tempat," kata Ketua Kelompok Kerja Deklarasi Malino, Yahya Mangun.

Kini, pertentangan siapa yang akan menjadi Bupati Poso sepeninggal Muin kembali mencuat. Pada tahun 1998-1999, seolah terbentuk semacam kesepakatan di tingkat elit. Jika bupati Islam, maka sekretaris kabupaten harus beragama Kristen.

Sejauh ini, sudah 6 nama yang disebut-sebut bakal maju ke pemilihan langsung kepala daerah nantinya. Mereka adalah Abdul Malik Syahadat, Islam, pentolan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia serta mantan wakil bupati Poso; Yahya Pattiro, Kristen, mantan sekretaris kabupaten Poso; Luther Maganti, Kristen, Pensiunan Polri dan mantan anggota DPRD Sulteng; Abdul Muin Pusadan, Islam, mantan bupati Poso; Edi Bungkundapu, Kristen, Sekretaris DPRD Sulteng; dan Sawerigading Pelima, Kristen, Ketua DPRD Poso sekarang.

Nama Pendeta Rinaldy Damanik juga selalu disebut. Pendeta Damanik, saat ini adalah Ketua Majelis Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah. Ia baru bebas dari tahanan pada 9 November 2004 lalu, karena kedapatan memiliki belasan senjata api dan amunisi illegal.

Secara kasat mata pengaruh pendeta yang lulusan Universitas Kristen Satya Wacana Surakarta ini sangat besar. Selama konflik berlangsung, ia tidak pernah meninggalkan Poso. Tapi Damanik sendiri mengaku ogah dengan jabatan itu. "Gengsi dong, Ketua Sinode GKST hanya jadi calon bupati," ungkapnya.

Meski demikian dalam suatu kesempatan, Damanik mengatakan, semuanya tergantung permintaan masyarakat. Sekadar diketahui saat konflik berlangsung, Poso terbagi ke dua enclave besar. Poso Pesisir dan Poso Kota dikuasai warga Muslim dan Tentena dan sekitarnya dikuasai warga Kristen.

"Kalau calon bupatinya sudah ada, saya akan mengundang mereka pada Januari dan Februari mendatang untuk menyampaikan visi dan misinya di GKST," sebut Damanik. Sejauh ini, tambahnya lagi, sudah ada 8 tokoh yang bertemu dengannya meminta untuk didukung maju menjadi calon bupati.

Sebagai catatan, di DPRD Poso saat ini, Partai Damai Sejahtera memiliki 6 kursi disusul oleh Partai Golkar 5 kursi. Selanjutnya Partai Patriot 4 kursi, PDIP dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) dengan 2 kursi. Disusul PAN, Partai Demokrat, PPP, PKS dan Partai Pelopor, masing-masing 1 kursi.

Ketua DPRD Poso periode 2004-2004 kini adalah Sawerigading Pelima yang naik dengan bendera PDS. Ia juga disebut-sebut akan mencalonkan diri. Mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah Sulteng ini dikenal luas di Poso.

Ada yang menarik menjadi catatan jika membicarakan proses suksesi di Poso. Jika sentimen agama mencuat, maka segregasi populasi berdasar agama penting disimak.

Dalam catatan Biro Pusat Statistik Sulteng, Islam menjadi agama mayoritas di kecamatan-kecamatan pesisir, seperti Kecamatan Ampana Kota, Ampana Tete, Tojo, Una-una, Walea Kepulauan, dan Ulubongka (Kabupaten Poso) dan Kecamatan Bungku Selatan, Bungku Tengah, Bungku Barat, Bungku Utara, dan Menui Kepulauan (Kabupaten Morowali).

Sebaliknya, Kristen menjadi agama mayoritas di kecamatan-kecamatan dataran tinggi, seperti Kecamatan Pamona Utara, Pamona Selatan, Pamona Tengah, Lore Utara, Lore Tengah, dan Lore Selatan (Kabupaten Poso) dan Kecamatan Mori Atas dan Lembo (Kabupaten Morowali).

Segregasi juga terlihat di wilayah kecamatan di mana penduduk beragama Islam dan Kristen berimbang. Misalnya, sebelum konflik di dalam wilayah Kecamatan Poso Kota, penduduk beragama Islam mayoritas menghuni kelurahan Kayamanya, Bonesompe, dan Lawanga. Sebaliknya, penganut Kristen mayoritas berada di Kelurahan Kasintuvu, Lombogia, dan Kawua.

Populasi masyarakat Muslim di Poso juga ditambah dengan kedatangan migran Bugis, Makassar dan Gorontalo yang merupakan penganut Islam. Mereka menyebar di kecamatan-kecamatan pesisir yang juga merupakan kecamatan yang didominasi umat Islam. Sebaliknya, migran penganut Kristen asal Minahasa dan Toraja cenderung memilih kecamatan-kecamatan di dataran tinggi yang mayoritas penduduknya beragama Kristen.

Pada 1970-an, jumlah pemeluk Kristen separuh dari jumlah pemeluk agama lainnya. Pemeluk Islam bertambah seiring dengan banyaknya masuk migran
Gorontalo, Bugis dan Makassar. Kini pemeluk Islam dan Kristen hampir setara.

Ketua Kaukus Daerah Konflik dan Daerah Bekas Konflik, M Ichsan Loulembah, mengatakan solusi bagi adanya konflik berlatarbelakang sentimen agama itu bisa diselesaikan dengan pemekaran wilayah Poso (setelah Morowali dan Tojo Unauna) menjadi Kabupaten Pamona Raya.

Direktur LPS-HAM Syamsu Alam Agus, menilai, kedamaian Poso terletak pada kesadaran para elit. Konflik terjadi jika para politisi membawa-bawa sentimen agama dalam aksi-aksi politik mereka. Keputusan hati nurani sangat menentukan.***

1 comments:

Resume Writing said...

Resume Editing:Nice information! I have been looking for something like that for a while these days. Thank you!

Blog Info

BLOG ini berisi sejumlah catatan jurnalistik saya yang sempat terdokumentasikan. Isi blog ini dapat dikutip sebagian atau seluruhnya, sepanjang menyebutkan sumbernya, karena itu salah satu cara menghargai karya orang lain. Selamat membaca.

Dedication Quote

ORANG yang bahagia itu akan selalu menyediakan waktu untuk membaca, karena itu sumber hikmah. Menyediakan waktu tertawa karena itu musiknya jiwa. Menyediakan waktu untuk berfikir karena itu pokok kemajuan. Menyediakan waktu untuk beramal karena itu pangkal kejayaan. Menyediakan waktu untuk bersenda gurau karena itu akan membuat awet muda.Menyediakan waktu beribadah karena itu adalah ibu dari segala ketenangan jiwa. [Anonim]