Tidak kurang 250 pemuda dari berbagai provinsi di Indonesia berkumpul di Palu, Sulawesi Tengah, 30 April - 1 Mei 2007 lalu. Mereka duduk berhadapan dalam satu meja di Silae Convention Hall, tepat di bibir Teluk Palu. Para pemuda yang tergabung dalam Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) itu bertemu untuk bicara bagaimana menyelesaikan konflik komunal yang masih terus terjadi di Indonesia. Mereka memusatkan perhatian pada penyelesaian konflik di Tanah Air semisal di Poso dan Ambon. Yang menarik pembicara utamanya adalah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Hal-hal penting apa saja yang mengemuka pada kesempatan itu? Berikut catatan penting catatanposodotcom.
PERTEMUAN ratusan wakil-wakil pemuda dari seluruh Tanah Air itu, sejak awal diniati mendesak Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Resolusi Konflik untuk menjadi payung hukum yang benar-benar kuat bagi aparat untuk penyelesaian konflik dan penegakan hukum.
Ketua DPD KNPI Sulteng Hardi D Yambas mengatakan, selama ini peranan pemuda terkesan diabaikan dalam penyelesaian konflik di Indonesia. Padahal, pemuda adalah generasi penerus yang dituntut mampu menyelesaikan persoalan bangsa di masa depan, termasuk berbagai potensi konflik yang ada di masyarakat.
"Pada simposium ini banyak muncul gagasan dan pemikiran bagaimana mencegah dan mengatasi konflik yang sedang marak. Gagasan itu diharapkan melahirkan sebuah produk perundang-undangan yang khusus mengatur resolusi konflik di Indonesia," kata Hardi.
UU Resolusi Konflik itu, hemat Hardy, akan mengatur dua hal, yaitu bagaimana menata kembali daerah yang pernah dilanda konflik dan bagaimana melakukan pencegahan dini agar konflik tidak terjadi lagi.
Hardy prihatin dengan sejumlah konflik di Poso, Ambon dan Papua yang belum bisa diselesaikan secara menyeluruh dan tuntas. Penangkapan pelaku terorisme dan pelaku-pelaku lainnya yang terlibat dalam konflik belum juga menyelesaikan konflik tersebut sepenuhnya.
Presiden Yudhoyono sendiri menilai penyelesaian konflik memang harus diselesaikan secara sungguh-sungguh. Sejumlah konflik di tanah air, hemat Presiden, umumnya muncul pasca reformasi, berkaitan dengan benturan antaridentitas. “Hal ini sejalan dengan demokratisasi dan kebebasan yang makin mekar,” jelas Presiden saat menjadi pembicara utama dalam Simposium Pemuda Nasional Indonesia (SPNI) itu..
Menurut Presiden Yudhoyono ada lima pilar untuk resolusi konflik di Tanah Air. Kelima pilar itu adalah, pertama, mencegah konflik. Presiden menilai ini adalah jalan yang paling murah dan baik apabila berusaha tidak membiarkan kopnflik sekecil apa pun terjadi terkait dengan identitas.
Presiden menilai jalan penyelesaian konflik dengan pengerahan militer bukan cara tepat dan bermartabat, karena sudah pasti akan ada jatuh korban jiwa. Jadi, pilar keduanya adalah cara terbaik adalah menyelesaikan konflik dengan jalan damai dan beradab.
Pilar ketiga, menurut Presiden adalah tidak ada negosiasi tanpa memberi dan menerima. atau dengan kata lain kompromi. Dan yang keempat, sebut Presiden adalah kepemimpinan.
Tidak cukup sampai di situ, setelah semuanya selesai dikelola yang terakhir yang menjadi pilar kelimanya adalah manajemen pasca konflik.
“Setelah berhasil menyelesaikan konflik yang berkecamuk, langkah selanjutnya pengelolaan pascakonflik. Rekonstruksi menjadi sangat penting," imbuh Presiden.
Menyahuti keinginan peserta simposium agar pemerintah menerbitkan UU Resolusi Konflik, Presiden menyatakan akan segera mengeluarkan Instruksi Presiden untuk mempercepat proses pemulihan serta pembangunan di daerah pasca konflik, utamanya Poso. Inpres tersebut berisi model serta pola penangnanan Poso secara menyeluruh. Baik dalam sektor pembangunan, keamanan dan yang lainnya.
"Inpres penanganan Poso akan saya terbitkan," tegas Presiden.
Presiden Yudhoyono juga mengingatkan, sebagai bangsa yang hidup dalam berbagai aspek perbedaan, kesadaran untuk mengelola konflik merupakan hal sangat mendasar dalam melakoni kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Presiden yakin bahwa potensi mengelola konflik secara beradab ada pada tokoh-tokoh pemuda, tokoh agama, tokoh adat serta pejabat pemerintah daerah. Agar potensi tersebut termanifestasikan dengan baik, Yudhoyono memberi sejumlah tips berdasarkan pengalamannya bersama Wapres Muhammad Jusuf Kalla menyelesaikan konflik di berbagai wilayah Tanah Air selama ini.
Secara umum gagasan-gagasan Presiden sejalan dengan keinginan para pemuda dalam simposium tersebut.
Hardy menyatakan bahwa pikiran-pikiran Presiden justru mencakup apa yang diinginkan oleh para pemuda dalam simposium tersebut.
“Kita melihat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memiliki gagasan-gagasan dan pemikiran luar biasa dalam pengelolaan konflik di Indonesia. Ia memang punya pengalaman untuk itu, penyelesaian konflik di Poso, Ambon dan Aceh yang dilakukannya bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla adalah prestasi luar biasa. Meskipun kita akui masih banyak yang harus diselesaikan,” papar Hardy.
Ia punya pikiran sejalan dengan Presiden agar penyelesaian konflik di Tanah Air ditempuh dengan cara-cara yang damai, bermartabat dan beradab, bukan dengan jalan pengerahan kekuatan militer yang akan menambah masalah baru lagi.
Terkait keinginan agar Pemerintah menerbitkan UU Resolusi Konflik itu adalah tawaran konkrit Pemuda Indonesia sebagai sumbangan bagi penyelesaian konflik di Tanah Air. Penerbitan Inpres, menurut Hardy, adalah langkah jangka pendek memberikan payung hukum penyelesaian konflik, dan langkah-langkah pasca konflik, termasuk penegakan hukum. Namun kemudian UU Resolusi Konflik itu adalah keniscayaan adanya karena bersifat lebih mengikat.
Sementara itu, menurut M Ichsan Loulemba, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia asal Sulawesi Tengah, menilai masalah Poso dan sejumlah daerah pasca konflik lainnya memang harus diselesaian secara integral, komprehensif dan berkelanjutan.
“Presiden SBY perlu memberikan mandat bagi pembentukkan badan khusus yang mengoordinasikan berbagai sektor pemerintahan sekaligus penghubung dan supervisi antara Pemerintah Pusat dan Daerah,” hemat Ketua Kaukus Daerah Konflik dan Pasca Konflik DPD RI itu.
Pembentukan badan khusus semacam Badan Rekonstruksi Rehabilitasi (BRR) NAD-Nias, menurutnya, adalah alternatif solusi. "Sudah tiga Pansus Poso di DPR, juga sudah berganti empat presiden. Namun masalah Poso belum juga selesai. Masing-masing pihak tidak boleh lagi berjalan sendiri. Tidak bisa lagi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan Kepolisian jalan sendiri-sendiri seperti sekarang,"ujarnya.
Nantinya, Imbuh Ichsan lagi, badan serupa ini bisa untuk menangani daerah-daerah bekas konflik lainnya di Indonesia, semisal Maluku dan Maluku Utara.***
Wednesday, May 02, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Blog Info
BLOG ini berisi sejumlah catatan jurnalistik saya yang sempat terdokumentasikan. Isi blog ini dapat dikutip sebagian atau seluruhnya, sepanjang menyebutkan sumbernya, karena itu salah satu cara menghargai karya orang lain. Selamat membaca.
Dedication Quote
ORANG yang bahagia itu akan selalu menyediakan waktu untuk membaca, karena itu sumber hikmah. Menyediakan waktu tertawa karena itu musiknya jiwa. Menyediakan waktu untuk berfikir karena itu pokok kemajuan. Menyediakan waktu untuk beramal karena itu pangkal kejayaan. Menyediakan waktu untuk bersenda gurau karena itu akan membuat awet muda.Menyediakan waktu beribadah karena itu adalah ibu dari segala ketenangan jiwa. [Anonim]
3 comments:
@poso
aku titip adikku yang sedang menjalankan tugasnya untuk negara tercinta ini
Yah indonesia gak bakal seru kl gak ada konflik...
College Term papers:That work and research has been based before on many admission essays as they enabled to get just the proper info.
Post a Comment