Saturday, December 15, 2007

Festival Danau Poso, Asa Merajut Kembali Persaudaraan


PADA 5 Desember 2007 lalu, saya bersama juru kamera RCTI Upik Nyonk, koresponden Global TV Iwan Lapasere, juru kamera Metro TV Harry Laturadja dan reporter KBR 68H Erna Dwi Lidiawati berangkat ke Poso, Sulawesi Tengah. Pukul 22.00 Waktu Indonesia Tengah kami bertolak dari Palu. Perjalanannya santai. Pukul 03.00 WITA barulah kami tiba di Poso.

Sepanjang jalan suasana tenang sudah mulai terasa. Tidak ada lagi Polisi garang yang berjaga dengan senjata laras panjang di tangan menghentikan mobil dan memeriksa penumpangnya. Meski pos-pos pengamanan masih berdiri sepanjang jalan menuju ke Poso.

Perjalanan saya ke Poso kali ini adalah yang kesekian kalinya sejak konflik sosial mengharubiru kabupaten penghasil kayu mewah Ebony itu pada 1998. Kali ini, saya hendak meliput Festival Danau Poso. Akronimnya FDP.

Ya, FDP. Kata itu seperti mantera yang mengingatkan orang bahwa di Poso dahulu masyarakatnya saling berjabatan tangan dan hati dengan erat. Namun kemudian konflik
Sembilan tahun lamanya FDP terhenti akibat konflik, yang membuat persaudaraan antara komunitas berbeda keyakinan terkoyak.

Festival ini pertama kali digelar di Kota Tentena oleh Dinas Pariwisata pada 1989 untuk mempromosikan keragaman budaya Sulawesi Tengah. Festival yang saban tahun digelar ini terhenti pada 1997 akibat konflik sosial yang melanda poso.

Dinas Pariwisata berharap digelarnya lagi Festival ini bisa mengabarkan kepada dunia, bahwa Poso sudah aman untuk dikunjungi para wisatawan asing maupun domestik. Festival ini dihelat sejak 6 desember hingga 10 Desember.

“Kita harus mampu memproklamirkan kepada dunia nasional dan internasional bahwa inilah Poso kini. Kami akan memadamkan bara api yang pernah menyala melalui kearifan lokal yang terwariskan secara turun temurun. Jadi bantu kami,” kata Jethan Towakit, Wakil Kepala Dinas Pariwisata Sulteng.

To Wana Bawa Damai
Di tepian Danau Poso, 57 kilometer arah tenggara Kota Poso ajang budaya seperti lomba perahu hias, perahu dayung dan pagelaran seni tradisional dari beberapa kabupaten dan kota di Sulawesi Tengah digelar selama FDP.

Salah satunya adalah pagelaran tradisi yang ditampilkan Suku Wana, dari Morowali. Mereka tampil memukau hati.

Mereka menyuguhkan tradisi Dendelu dan Salonde, sebuah tradisi menyambut tamu di mana para perempuannya menyuguhkan pinang dan sirih untuk menginang. Lalu para lelaki menyambut para tamu yang datang itu dengan tarian. Ada pula suguhan tradisi Momago, ritual pengobatan tradisional yang dilakukan oleh para tetua adatnya.

Nilai-nilai kekeluargaan begitu terasa. Gotong royong, kebersamaan dan saling memahami peran antara lelaki sebagai kepala rumah tangga dan perempuan sebagai ibu mewujud dalam interaksi mereka saat Dendelu dan Momago. To Wana membawa damai ke Poso yang penuh bara api di tahun-tahun sebelumnya.

Tidak hanya warga setempat yang kagum menyaksikan suguhan tradisi suku Wana itu, Manuela, warga Negara Jerman pun terkesima.

“Indah, sungguh indah. Itu cantik. Ini kali pertama saya di Sulawesi dan saya melihatnya pula untuk pertama kali. Saya pikir itu sangat baik dan oke,”

Festival ini memang seperti terlahir kembali setelah lama mati suri. Karenanya suasananya menjadi terasa berbeda dengan festival di tahun-tahun sebelumnya. Dulunya, suku-suku pedalaman bahkan mau turun gunung untuk menyaksikan pentas budaya ini. Mereka bahkan rela tidur di teras-teras rumah penduduk setempat. Pemandangan itulah yang kini hilang.

Rinaldy Damanik, pendeta dan salah seorang peserta Festival sebelumnya menyampaikan perasaan hatinya.

“Saat itu, semua orang punya hubungan baik dengan semuanya. Tidak ada perkelahian. Ada lomba-loma, ada yang menang, ada yang kalah. Itu biasa aja. Itu menarik sekali, itu yang kita rindukan, seperti dulu. Saling mendukung, saling mengsupport. Tidak ada caci maki, yang banyak itu tepuk tangan dan jabat tangan,” ungkap Damanik.

Semua warga berharap festival ini bisa kembali mempererat tali persaudaraan. Seperti harapan Matatias Konda, salah seorang warga tentena.

“Dengan adanya festival ini, kami merasa rasa persaudaraan itu sangat erat. Di sinilah tempat kami mencurahkan segala kegembiraan kami kepada teman-teman yang tidak kami rasakan lagi hal-hal seperti ini,” sebut Matatias.

Tentu saja harapan Matatias, bukanlah harapan kosong belaka. Itu adalah harapan semua orang yang ingin melihat Poso kembali damai seperti sedia kala. Agar mereka kembali menikmati indahnya matahari terbenam di Danau Poso dan riuh rendah suara anak-anak bermain kecipak air di Danau indah itu.***

Petambuli, Membuat Adat Tak Mati Suri


ADA berbagai cara melestarikan tradisi dan adat istiadat kita yang begitu kaya. Salah satunya melalui upacara penikahan. Itulah yang dilakukan keturunan Kerajaan Sigi, di Donggala, Sulawesi Tengah. Mereka memboyong tanda-tanda kebesaran kerajaan yang pernah jaya di Donggala itu, ke Tolitoli, Sulawesi Tengah, saat pernikahan salah seorang putra keturunan pewaris Kerajaan yang berdiri pada 1650 itu. Ritual penikahan ini adalah perkawinan budaya asli Donggala dengan syariat Islam. Ada adat petambuli sebagai intinya.

Upacara pernikahan a la keturunan Raja Sigi, Donggala, Sulawesi Tengah ini tergolong unik. Selain harus menyiapkan sejumlah tanda-tanda kebesaran raja seperti ula-ula, orang-orangan dari kain yang sudah berumur lebih dari 100 tahun. Sang calon mempelai pria juga harus mengenakan pakaian kebesaran raja dan mengunakan siga, penutup kepala khas Kaili, suku terbesar di Donggala. Calon mempelai pria juga diwajibkan menunganggi seekor kuda menuju kediaman calon mempelai wanita. Maklum, Edy Supratman, demikian nama sang calon mempelai pria adalah keturunan pewaris kerajaan Sigi.

Sejumlah tetua adat dan keluarga dekat calon mempelai pria juga mengunakan pakaian berwarna kuning yang merupakan pakaian kebesaran kerajaan Sigi.

Sang calon mempelai pria sepanjang jalan dikawal oleh dua orang Tadulako, pengawal raja dan seorang panglima agar dalam perjalanan menuju rumah mempelai wanita tidak mendapat hambatan dari musuh.

Para Tadulako bertopi tanduk kerbau itu, dipersenjatai dengan guma atau golok perang, tavala atau tombak dengan kaliavo atau tameng. Sepanjang jalan tepukan rebana mengiringi rombongan dari calon mempelai pria. Terasa besar pengaruh Islam atas kerajaan Sigi tempo dulu.

Sepanjang jalan para Tadulako memperlihatkan keahliannya memainkan guma dan tavala. Itu agar tidak ada yang berani menggangu perjalanan sang mempelai pria.

Nah, setibanya di rumah calon mempelai wanita rombongan pasukan dari calon mempelai pria disambut dengan dua orang prajurit utusan dari calon mempelai wanita.

Disini utusan prajurit dari mempelai wanita sempat melancarkan serangan dengan golok dan ditangkis oleh sang panglima dengan tombak sebelum memasuki halaman rumah calon mempelai wanita.

Sebelum, memasuki pintu rumah calon mempelai wanita digelarlah adat petambuli, upacara penghormatan bagi calon mempelai wanita dan keluarganya. Inilah inti prosesi adat itu. Petambuli dimpimpin dua orang tetua adat dengan mengunakan bahasa Kaili, bahasa ibu suku terbesar di Sulawesi Tengah. Selanjutnya, sang calon mempelai pria Edi Supratman dan calon mempelai wanita Sitti Maryam dinikahkan sesuai dengan syariat Islam.

Menurut salah seorang tokoh adat, Lassa ritual adat semacam ini dulunya selalu digelar oleh para bangsawan kerajaan Sigi. Kemudian pupus dan tidak lagi pernah digelar karena orang yang ingin semuanya serba praktis dan langsung jadi.

Dipercaya juga pelaksanaan adat pernikahan ini bertujuan memohon bagi sang pencipta alam semesta agar kedua mempelai diberikan keturunan yang baik serta rezeki yang melimpah.

“Jadi penghormatannya dimulai dari teras rumah pria, di jalan dan hingga ke teras rumah wanita. Filosofinya adalah manusia hidup itu harus saling menghormati. Dan semuanya harus berawal dari rumah tangga hinga ke kehidupan mereka sehari-hari, saat bergaul dengan orang lain di lingkungannya.

Diharapkan pelaksanaan ritual ini bisa melestarikan adat istiadat yang dulunya masyhur dan melembaga di Donggala, Sulawesi Tengah berbilang ribuan tahun lamanya sejak abad 17. Meminjam harapan Lassa, agar adat tidak mati suri.***

Seratus Arca Megalith Poso Dicuri


Palu – Tidak kurang dari seratus buah arca dari situs megalith, Poso, Sulawesi Tengah dilaporkan hilang dicuri. Sebagian arca dari zaman pra sejarah tersebut kini telah diperjualbelikan di Pulau Bali. Situs megalitik di Lembah Napu, Bada dan Besoa di diperkirakan adalah situs megalitikum terluas di Indonesia. Namun, kondisinya kurang terawat dan kurang dipromosikan. Ketiga kawasan itu masuk dalam wilayah Kecamatan Lore Utara dan Lore Selatan, Kabupaten Poso, Sulteng.

Laporan kehilangan arca warisan zaman prasejarah atau zaman megalitikum, itu terungkap dalam laporan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Poso, saat mereka mengadakan kunjungan kerja ke Bali. Sebelumnya didapat laporan bahwa sebagian arca megalit terlihat diperjualbelikan di salah satu gallery di Bali dan setelah dicek laporan tersebut benar.

Penelusuran itu atas inisiatif Ketua DPRD Poso, Sawerigading Pelima. Ia menugaskan sejumlah anggota Dewan Poso, di antaranya Ketua Komisi B Asmir Podungge untuk melacak kebenaran informasi itu.

Nah, karena Pelima adalah To Poso, sebutan bagi orang Poso asli, maka setelah diperlihatkan foto-foto dari hasil pelacakan anggota Dewan itu, yakinlah dia bahwa itu berasal dari situs megalitikum Lembah Napu, Bada dan Besoa.

Dewan Poso juga sudah melaporkan kasus ini kepada Pemerintah setempat, namun belum mendapat tanggapan.

Pencurian benda-benda purbakala itu diduga melibatkan sindikat nasional dan internasional. Itu diduga sudah berlangsung kira-kira enam tahun lamanya hingga kini.

Namun, Kepala Seksi Purbakala Dinas Pariwisata, Sulawesi Tengah, Syamsuddin mengatakan bahwa mereka belum mempunyai data atau laporan resmi terkait hal itu.

“Para juru pelihara yang sudah kami latih sampai saat ini belum melaporkan adanya kehilangan itu. Kalau ada apa-apa mereka langsung hubungi kami. Meski begitu, kami segera membentuk tim untuk melacak kebenaran informasi itu,” kata Syamsuddin.

Tim terpadu itu, nantinya akan diberangkatkan ke Bali untuk melakukan investigasi penjualan arca megalith Poso yang dilaporkan raib.

Saat ini, sebagian besar arca yang ditaksir berusia sekitar 3000 – 4000 SM itu masih berada di situs alamnya di Lembah Napu, Bada dan Besoa di Kecamatan Lore Utara dan Lore Selatan. Sementara sebagiannya sudah dibawa ke Museum Negeri Sulawesi Tengah.

Ajabar Gani, dari Seksi Koleksi Museum Negeri Sulawesi Tengah mengatakan bahwa tidak semua arca bisa mereka pindahkan. Mereka hanya memindahkan arca-arca kecil.

“Sebagian kami lestarikan secara eks situ atau di luar situs alamnya dengan pertimbangan menghindari pencurian atau karena posisinya yang rentan oleh kejadian alam. Misalnya di pinggir sungai. Ini juga untuk memudahkan penelitian,” jelas Ajabar.

Arca megalith adalah merupakan hal yang langka di dunia karena hanya terdapat di Napu, Besoa, Bada dan di Marquies Island, Amerika Latin.

Di tiga situs di wilayah Kabupaten Poso itu terdapat beragam peninggalan zaman megalitikum. Ada yang berupa arca, menhir atau dolmen.

Dibanding situs-situs arkeologi lainnya, situs ini kurang mendapat perhatian. Padahal kita tahu usia arca-arca megalitikum itu lebih tua daripada Borobudur yang begitu dibanggakan masyarakat Indonesia, utamanya masyarakat Jawa Tengah.

Berdasarkan hasil penelitian terdapat 432 objek situs megalith di Sulawesi Tengah. Tersebar di Lore Utara dan Lore Selatan, Poso sebanyak 404 situs dan di Kecamatan Kulawi, Kabupaten Donggala sebanyak 27 situs. Namun, kondisinya memprihatinkan karena kurang terawat. Promosi wisatanya pun tidak cukup. Dan sekarang ditambah lagi dengan aksi-aksi jahil para pencuri benda purbakala.***

Tuesday, December 11, 2007

Warga Nunu dan Tawanjuka Bentrok Lagi

Palu - Dua kelompok warga di Kelurahan Nunu dan Kelurahan Tawanjuka, Kota Palu, Sulawesi Tengah Sabtu (8/12) sore terlibat bentrok lagi. Meski tidak menimbulkan korban jiwa namun beberapa rumah warga mengalami kerusakan terkena lemparan batu. Belum diketahui pemicu terjadinya bentrok kedua kelurahan bertetangga ini.

Bentrokan kedua kelompok warga ini yang kali kesekian ini diduga dipicu kesalahpahaman antara anak muda Jumat (7/12) malam. Entah siapa yang memulai keduanya saling menyerang sehingga menyebabkan beberapa kaca jendela rumah warga di kedua belah pihak rusak. Insiden ini sempat reda setelah puluhan aparat Kepolisian dari Polresta Palu turun mengamankan lokasi kejadian.

Insiden ini kemudian berlanjut Sabtu sore dan kedua kelompok warga kembali saling serang dengan menggunakan senjata tajam dan batu. Suasana pun kembali tegang. Warga setempat yang ketakutan pun mengungsi dan mengosongkan rumahnya.

Suasana yang sempat tegang akhirnya reda setelah sedikitnya 1 Satuan Setingkat Kompi aparat gabungan Polresta Palu dan Polda Sulawesi Tengah turun tangan membubarkan kedua kelompok yang bertikai. Para tokoh masyarakat dan pimpinan pemerintah kedua belah pihak pun turun tangan melerai.

Hingga Sabtu malam, suasana di kedua kelurahan bertetangga ini masih
mencekam. Tidak ada warga yang berani keluar rumah dan memilih
berjaga-jaga di rumah masing-masing. Ratusan personil gabungan Polisi kini disiagakan di perbatasan kedua kelurahan ini.***

Pesawat Milik Wapres JK Tergelincir

Poso - Pesawat jenis Piper Astec 34 milik PT Bukaka Group tergelincir di Bandara Kasiguncu, Kota Poso, Sulawesi Tengah Jumat (7/12) pagi. Meski tidak menimbulkan korban jiwa namun bagian belakang pesawat mengalami kerusakan.

Informasi yang berhasil dihimpun menyebutkan insiden ini bermula ketika pesawat milik perusahaan PT Bukaka yang juga milik Wakil Presiden Jusuf kalla ini tergelincir saat hendak mendarat di Bandara Kasiguncu sekitar pukul 01.55 UTC atau 09.55 Waktu Indonesia Tengah.

Kepala Bandara Kasiguncu Sjamsi Djamaluddin mengatakan sudah melihat dari jarak jauh pesawat tersebut agak oleh saat akan mencoba mendarat.

“Informasi yang saya dapat dari Kapten Pilot Untardi, dia mengalami kerusakan pada landing gear sebelah kiri,” kata Sjamsi.

Petugas bandara yang melihat kejadian ini langsung memberikan pertolongan. Beruntung, pilot dan seluruh penumpangnya dalam keadaan selamat dan tidak mengalami luka-luka. Mereka pun langsung dievakuasi.

Dalam pesawat tersebut menumpang putra Wakil Presiden Jusuf Kalla, Solichin Kalla, dan adik Wapres JK Ahmad Kalla, serta salah seorang Direktur Bank Rakyat Indonesia.

Menurut rencana, mereka akan meninjau proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air Sulewana di Tentena, Poso, Sulawesi Tengah yang dikerjakan oleh kelompok usaha Bukaka Group dan Kalla Group.***

Saturday, December 01, 2007

Buru Pelaku Illegal Logging, Polisi Bakutembak dengan TNI

Palu – Anggota Satuan Polisi Perairan dan Udara Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah terlibat bentrok dengan aparat TNI Angkatan Darat dari Koramil Popayato, Gorontalo. Insiden ini bermula dari pengejaran dan penangkapan tersangka pelaku illegal logging dari wilayah Provinsi Sulawesi Tengah yang lari ke wilayah Provinsi Gorontalo.

Direktur Ditpolair Sulteng Ajun Komisaris Besar Polisi Roy Abu Umar mengatakan bahwa insiden tersebut bermula dari pengejaran pelaku illegal logging dan barang buktinya dari wilayah Molosipat, Sulawesi Tengah yang berusaha lari ke arah wilayah Provinsi Gorontalo.

“Kami dituding melewati batas wilayah dan tanpa surat perintah, tapi harus diingat itu adalah tanggung jawab Polri secara keseluruhan. Tidak mungkin kami membiarkan pelaku illegal logging begitu saja. Sehingga ketika mereka lari dari Molosipat, masih di wilayah Sulteng ke wilayah Gorontalo, tetap kami kejar,” kata Roy Rabu (28/11/2007) lalu melalui telepon.

Sebelumnya, aparat Polair Sulteng memang dituding tidak berkoordinasi dengan aparat keamanan setempat dan tidak mempunyai surat perintah penangkapan. Namun, itu dibantah oleh pihak Polair.

Kapolsek Popayato, Gorontalo IPTU Vondy Mawitjere membenarkan adanya penangkapan tiga tersangka illegal logging dan puluhan kubik barang buktinya. Mereka yang ditangkap oleh Polair Sulteng adalah Une (27), Anding (27) dan Iming, sopir truk yang mengangkut kayu hasil illegal logging tersebut.

“Surat penangkapan atas tersangka Une memang ada, tapi yang duanya lagi tidak ada surat perintahnya,” kata Vondy.

Saat ini, kasus ini tengah diselidiki oleh Polda Gorontalo dan Polda Sulteng, sebab diduga illegal logging tersebut melibatkan Polisi dan TNI. Dari sumber SH di Kepolisian setempat, diketahui Une salah seorang tersangka adalah adik kandung dari Kapolsek Polowatu, Gorontalo.

Ia juga diduga yang menyebarkan berita penangkapan mereka sampai kemudian aparat TNI Angkatan Darat dari Koramil setempat mengumpulkan massa dan melakukan pengejaran kepada aparat Polair Sulteng. Dilaporkan juga bahwa sempat terjadi aksi baku tembak antara aparat TNI dengan Polair, namun tidak mengakibatkan korban jiwa.***

Tuesday, November 27, 2007

Pukul Tahanan, Kapolres Donggala Terancam Dipecat


Palu – Jangan coba-coba ringan tangan, meski sebagai aparat keamanan. Tengoklah nasib naas yang dialami Kapolres Donggala, Sulawesi Tengah AKBP Fahruzzaman, Senin (26/11) kemarin ia diperiksa Majelis Sidang Kode Etik Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah. Ia dilaporkan telah menganiaya tersangka korupsi di dalam tahanan. Selain terancam sanksi pemecatan tidak dengan hormat (PTDH). Fahruzzaman juga akan diajukan ke peradilan umum.

Sidang Kode Etik ini diketuai Wakil Kapolda Sulawesi Tengah, Komisaris Besar Polisi I Nyoman Sindra. Sidang ini menghadirkan Fahruzzaman sebagai terperiksa juga mendengarkan kesaksian Yani Agan, korban penganiayaan tersebut.

Dalam sidang ini terungkap penganiayaan terjadi saat korban ditahan sebagai tersangka korupsi kasus dana operasional Wakil Gubernur Sulawesi Tengah Ahmad Yahya. Sementara Fahruzzaman sebagai Kepala Satuan II Tindak Pidana Tertentu Polda Sulteng.

Pemukulan terjadi saat Fahruzzaman memeriksa Yani. Karena kesal pertanyaannya dipotong, Fahruzzaman pun memukul Yani di bagian wajah hingga membuat pelipis kiri yani berdarah. Tak puas dengan itu, Fahruzzaman pun menghina korban dan orangtuaya.

Tentu saja Yani berang, ia lalu melaporkan pemukulan ini ke Propam Polda Sulteng dan Komisi Kepolisian Nasional. Yani juga menyeret Fahruzzaman ke peradilan umum di Pengadilan Negeri.

“Saya akan menghadirkan saksi-saksi yang sempat melihat saya ketika itu,” kata Yani.

Menurut Wakil Kepala Polda Sulteng I Nyoman Sindra, sanksi kode etik akan dijatuhkan kepada terperiksa Fahruzzaman.

“Jika terbukti menganiaya tahanan, sanksi mulai yang teringan dipindahkan hingga sanksi terberat dipecat dari kepolisian,” kata Sindra.

Selain memeriksa Yani, sidang juga memeriksa sejumlah saksi dari polisi, orangtua korban dan teman korban di tahanan. Namun, karena kesaksian belum cukup, Wakil Kapolda menunda sidang untuk mendengar kesaksian tambahan.***

Tanda Tangan Pendeta GKST Dipalsukan untuk Dukungan Pilkada Morowali


Palu – Pendeta Rinaldy Damanik, mantan Ketua Majelis Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah berang. Pasalnya, tanda tangannya dipalsukan untuk surat dukungan Anwar Ibrahim dan S Marunduh, pasangan Calob Bupati dan Wakil Bupati Morowali, Sulawesi Tengah. Di surat dukungan tersebut disebutkan bahwa Damanik menyatakan mendukung pendidikan gratis bagi semua warga Morowali dari SD-SMU. Itu merupakan salah satu program yang dikampanyekan pasangan Cabup dan Wabup ini.

“Wah, yang gratis-gratis itu berat. Secara moral saya mendukung jika pemerintah berupaya seperti itu tapi tidak dengan membuat surat dukungan semacam itu. Bahkan mereka dengan berani memalsukan tanda tangan saya,” kata Damanik kepada CatatanPoso di kantor Kontras Sulawesi, Jalan Raden Saleh, Palu Timur, Selasa (27/11).

Damanik, yang kesohor namanya memang dikenal sebagai Pendeta yang populer di kalangan masyarakat Morowali dan Poso, karenanya kemudian ada pihak yang memanfaatkannya.

“Padahal ketika itu saya tengah berada di Australia. Saya baru mengetahui setelah salah seorang kenalan saya, Yakob namanya memberi tahu saya adanya surat dukungan itu,” aku Damanik.

Karenanya untuk mengklarifikasi adanya surat dukungan itu, Damanik kemudian membawa kasus ini ke Polisi. Ia melaporkan bahwa dirinya merasa dirugikan atas keluarnya surat dukungan palsu tersebut. Pada 23 November lalu, ia mendaftarkan laporannya kepada penyidik Kepolisian Sektor Beteleme, Morowali.

Anwar dan Marunduh sendiri sudah ditetapkan KPUD setempat sebagai pemenang pemilihan kepala daerah yang berlangsung 5 November lalu. Pasangan ini diusung Partai Damai Sejahtera (PDS), Partai Buruh Sosial Demokrat (PBSD) dan Partai Bulan Bintang (PBB). Mereka meraih suara terbanyak dengan perolehan 26.271 suara atau 25,76 persen dari total pemilih di wilayah kabupaten hasil pemekaran Kabupaten Poso tersebut.***

Friday, November 09, 2007

Nelayan Teluk Palu Temukan Ratusan Amunisi Aktif

Palu - Lima nelayan di Kelurahan Mamboro, Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (8/11) siang menemukan ratusan butir amunisi kaliber 5,56 milimeter dan 38 milimeter saat sedang memancing di Pantai Teluk Palu. Semua amunisi tersebut ditemukan dalam satu lokasi sekitar 15 kilometer dari Kota Palu.

Penemuan amunisi ini bermula ketika salah seorang nelayan bernama Israel (35 tahun) dan empat rekannya, Raisman (32), Larry (29), Ispan (28) dan Jimmy (32) yang sedang memancing ikan kehabisan umpan.

Saat mereka mencari siput laut untuk dijadikan umpan, tiba-tiba Israel menemukan satu butir amunisi. Pada saat yang sama, empat rekan lainnya juga menemukan amunisi di lokasi yang sama.

"Karena kami menemukan peluru itu, akhirnya kami berhenti cari siput dan fokus untuk mencari peluru. Ternyata kami temukan sebanyak 111 butir," kata Israel.

Keempat nelayan itu lantas berinsiatif melaporkan hasil temukannya itu ke Markas Brimobda Polda Sulteng yang hanya berjarak 3 kilometer dari pantai itu.

Mereka mengaku takut saat menemukan peluru itu, karena jumlahnya lebih 100 butir. "Kaget juga kami waktu menemukan peluru itu," ujar Israel.

Amunisi yang ditemukan tersebut terdiri dari kaliber 104 butir kaliber 5,56 milimeter dan tujuh butir kaliber 38 milimeter.

Kapolsek Palu Utara, Ajun Komisaris Polisi Sirajuddin Ramli, membenarkan kasus temuan ratusan amunisi oleh keempat nelayan Teluk Palu itu.

"Kami sudah memeriksa keempat nelayan itu. Tim identifikasi juga sudah melakukan identifikasi di lapangan dan sekarang masih dalam penyelidikan soal pemiliknya," kata Sirajuddin Ramli.

Meski belum diketahui pemilik amunisi aktif itu, tapi yang pasti bahwa banyak anggota Brimob Polda Sulawesi Tengah yang berdomisili di Kelurahan Mamboro itu. Baik yang mengontrak rumah, kos-kosan maupun yang sudah memiliki rumah pribadi.

Pasalnya, Markas Brimob Polda Sulteng, terletak di Kelurahan Mamboro, Palu Utara. Namun belum diketahui pasti, apakah ratusan amuinisi aktif itu adalah milik anggota Brimob yang tercecer. "Kami masih menyelidikinya," kata Sirajuddin Ramli. ***

Ratusan butir amunisi tersebut, kini sudah diamankan di markas Sat Brimobda Sulteng, setelah diidentifikasi oleh tim forensik. ***

Bentrok dalam Gambar [2]




Bentrokan antar warga Kelurahan Nunu dan Tawanjuka, Palu Selatan, Sulawesi Tengah menyulitkan warga yang hendak berpergian dari dan ke kedua kelurahan tersebut. Warga harus meminta pengawalan Polisi.***

Bentrok dalam Gambar [1]



Warga Kelurahan Nunu dan Tawanjukan, Palu Selatan, Sulawesi Tengah terlibat bentrok.***

Bentrokan Antarkampung di Palu



Palu - Warga Kelurahan Tavanjuka, Kecamatan Palu Selatan, Sulawesi Tengah, Jumat (09/11) sore terlibat bentrok dengan Warga Kelurahan Nunu, Kecamatan Palu Barat. Meski tidak mengakibatkan korban jiwa, perang batu antar warga kelurahan ini berlangsung seru. Polisi yang kewalahan melerai warga akhirnya melepaskan tembakan untuk menghalau warga ke kelurahan mereka masing-masing.***

Thursday, November 08, 2007

83 Bekas Napi Kasus Poso Tuntut Perhatian Pemerintah

Palu – Sebanyak 83 bekas narapidana korban konflik Poso mengungkapkan bahwa mereka mengalami kesulitan kehidupan sosial ekonomi pasca pembebasannya dari Lembaga Pemasyarakatan Klas 2 A, Palu, Sulawesi Tengah.

Menurut Charles Arima (40), Ketua Forum Komunikasi Keluarga Besar Eks Narapidana (KKBEN) Kasus Konflik Poso, kesulitan kehidupan sosial ekonomi yang mereka hadapi berupa kesulitan mencari pekerjaan untuk menghidupi keluarga dan kesulitan biaya pendidikan untuk anak-anak mereka. Termasuk kesulitan membangun kembali tempat tinggal mereka setelah luluh lantak dihantan konflik suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) di Poso sepanjang kurun waktu 1998 hingga 2000.

Charles meminta Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan Pemerintah Kabupaten Poso memberikan mereka modal awal untuk berusaha mengembangkan ekonomi keluarganya.

“Kami meminta hak-hak kami yang tidak disampaikan kepada kami selama kami berada di dalam Lembaga dipenuhi,” kata Charles yang dikenai kurungan penjara 10 tahun ini.

Hak-hak yang disebut lelaki yang mendapat remisi pada 17 Agustus 2007 lalu ini adalah berupa bantuan pembangunan rumah, modal usaha dan lainnya yang dikucurkan kepada para korban konflik Poso.

Aca Purasongka (35), eks napi lainnya mengakui selama ini mereka mengaku belum pernah mendapat bantuan sepeser pun dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah maupun Pemerintah Kabupaten Poso. Ketika bantuan-bantuan kemanusiaan dikucurkan ke Poso oleh Pemerintah mereka sementara berada di dalam Lapas menjalani masa hukuman mereka dari 2 – 10 tahun kurungan.

Sebanyak 83 eks napi konflik Poso ini ditangkap dan diadili di Pengadilan Negeri Palu pada 2000 silam. Mereka ditangkap dari wilayah Kecamatan Pamona Utara, Pamona Selatan dan Pamona Barat di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah selama konflik SARA menghantam wilayah itu. Mereka dijerat dengan pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang kepemilikan senjata tajam dan senjata api.***

Blog Info

BLOG ini berisi sejumlah catatan jurnalistik saya yang sempat terdokumentasikan. Isi blog ini dapat dikutip sebagian atau seluruhnya, sepanjang menyebutkan sumbernya, karena itu salah satu cara menghargai karya orang lain. Selamat membaca.

Dedication Quote

ORANG yang bahagia itu akan selalu menyediakan waktu untuk membaca, karena itu sumber hikmah. Menyediakan waktu tertawa karena itu musiknya jiwa. Menyediakan waktu untuk berfikir karena itu pokok kemajuan. Menyediakan waktu untuk beramal karena itu pangkal kejayaan. Menyediakan waktu untuk bersenda gurau karena itu akan membuat awet muda.Menyediakan waktu beribadah karena itu adalah ibu dari segala ketenangan jiwa. [Anonim]