Thursday, June 12, 2008

Mengais Bukti di Tanah yang Terbakar Konflik


Deklarasi Malino untuk Poso sudah berbilang lebih dari enam tahun usianya. Kesepakatan yang diteken 24 tokoh Kristen dan 25 tokoh Muslim Poso ini sudah jadi catatan sejarah upaya rekonsiliasi konflik. Tentu, cerita di baliknya sudah berulang kali diceritakan, oleh banyak orang pula. Jadi adakah yang menarik dari cerita upaya damai yang dimediasi Wakil Presiden Jusuf Kalla, yang kala itu menjadi Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat? Ada! Yakni, soal pengembalian hak-hak keperdataan ratusan warga pascakonflik.

KONFLIK Poso yang membuat ribuan orang meregang nyawa dan kehilangan harta benda boleh jadi sudah selesai. Api konflik kemanusiaan itu sudah padam. Tapi jangan lupa, api biasanya tiba-tiba menyala dalam sekam yang menumpuk. Ini soal hak-hak keperdataan warga yang belum terpulihkan sepenuhnya.

Saat wilayah ini dilanda konflik kemanusiaan, ribuan hektare tanah dan lahan-lahan perkebunan ditinggalkan mengungsi. Saat konflik usai, mereka kembali, namun kerap tanah maupun lahan yang mereka punya dikuasai orang lain. Lalu mereka pun terpaksa mendiami tanah milik orang lain pula.

Saat Deklarasi Malino untuk Poso diteken Kamis, 20 Desember 2001 silam, di Malino, Sulawesi Selatan, pengembalian keperdataan menjadi bahasan penting. Poin ketujuh Deklarasi ini menyebutkan; Semua hak-hak dan kepemilikan harus dikembalikan ke pemiliknya yang sah sebagaimana adanya sebelum konflik dan perselisihan berlangsung.

Berbilang tahun hal itu terabaikan. Peledakan bom, penembakan misterius dan aksi-aksi kekerasan lainnya mewarnai hari-hari pasca deklarasi kemanusiaan itu dan menyita perhatian banyak orang.

Lalu tibalah masa di mana triliunan rupiah bantuan kemanusiaan mengalir ke Poso. Mulai dari dana jatah hidup, bekal hidup, bantuan bahan baku rumah dan banyak lagi bantuan lainnya turun seperti hujan dari langit. Tibalah juga musim panen bagi para pengemplang uang milik orang banyak itu. Miliaran rupiah tidak jelas mengalir ke mana. Memang, ada satu dua para pengemplang uang itu yang dibui, tapi masa hukumannya tidak sebanding perbuatannya. Ada pula yang bebas percuma.

Yang terakhir Pemerintah Pusat menggelontorkan bantuan recovery Poso sebesar Rp58 miliar. Cerita baru pun mengalir lagi. Untuk urusan pengembalian hak-hak keperdataan sekitar Rp950 juta dianggarkan dari dana recovery itu.

Badan Pertanahan Nasional (BPN) Poso, Sulawesi Tengah pun bekerja, tentu karena mereka adalah lembaga pemerintah yang berwenang mengurusi hal itu. Pekerjaan pun dimulai sejak 1 April – 31 Desember 2007. Mereka bekerja di 90 desa dan 23 kelurahan di 11 kecamatan,. Hasilnya, tidak kurang 300 sertifikat pengganti sudah diterbitkan bagi warga korban konflik Poso. Lalu diterbitkan lagi 101 sertikat perumahan bagi warga di Tiwa’a, Poso Pesisir Utara, Bukit Bambu, Poso Kota dan Kawua, Poso Kota Selatan.

Untuk itu, “dana yang telah terpakai sebesar Rp 500 juta, dari total Rp 950 juta yang dianggarkan dalam Dana Recovery. Sisa dananya masih ada di Bappeda Poso," kata Kepala Sub Bagian Tata Usaha BPN Poso B.S Monepa.

Dana itu dipergunakan untuk penyuluhan kepada masyarakat terkait program pengembalian hak-hak keperdatan ini. Lalu inventarisasi terhadap sertifikat yang hilang atau terbakar, tanah yang diokupasi dan peralihan tanah di bawah tangan. Setelah itu barulah diterbitkan sertifikat penggantinya.

Monepa mengakui proses pengecekan ulang usai inventarisasi harus dilakukan secermat mungkin.

“Suatu saat ada warga yang mengakui sertifikatnya terbakar saat kerusuhan. Lalu kita kirimkan datanya ke bank-bank untuk jadi pemberitahuan dan diumumkan di media selama seminggu. Ternyata sebelum masa sebulan lewat, ada pengurus koperasi yang datang menyampaikan bahwa sertifikat warga tersebut dijaminkan di koperasinya,” tutur Monepa.

Jadi, "Sebelum menerbitkannya, kami telah melakukan pemeriksaan di lapangan untuk membuktikan bahwa tanah itu ada dan luasnya sesuai dengan yang dilaporkan masyarakat," kata Monepa.

Untuk hal tersebut pihak BPN Poso memang mengakui harus hati-hati sebab bisa-bisa akan menimbulkan konflik baru.

Itulah yang disebutkan oleh pengajar di Fakultas Hukum, Universitas Tadulako Palu, Harun Nyak Itam Abu.

“Saya sendiri sebelumnya punya tanah di Tentena yang diokupasi oleh orang lain. Tentu masih ada kasus lain yang serupa. Ini akan memancing konflik jika pihak yang menguasai tanah itu sudah merasa nyaman dan mengklaim tanah itu sebagai miliknya, dan kemudian mengurus sertifikat. Jadi sudah semestinya, setelah proses penegakan hukum selesai, masalah ini diseriusi Pemerintah Kabupaten Poso,” kata Harun dalam sebuah percakapan.

Soal peralihan di bawah tangan, menurut Harun, lantaran desakan ekonomi dan faktor psikologis di mana warga yang mengungsi tidak berani lagi kembali ke daerah asalnya. Jadi, kata Harun, ini persoalan yang benar-benar serius, selain urusan penegakan hukum.

Harun wajar kuatir. Simak saja data yang ada di BPN Poso. Tercatat ada 35 kasus okupasi tanah. Tanah-tanah ini milik orang lain yang kini sudah didiami oleh bukan pemilik sah tanah itu. Untuk membuktikannya tentu perlu sertifikat atau surat-surat keterangan kepemilikan lainnya. Ini terjadi lantaran segregasi penduduk pada saat konflik, di mana warga Muslim akan berkumpul dengan sesamanya, begitu pula warga yang beragama Kristen. Sampai kemudian setelah fajar damai terbit, ketika mereka kembali tanah-tanah mereka dikuasai oleh orang lain. Ada pula yang tidak ingin kembali ke daerah asalnya.

Belum lagi sertifikatnya yang terbakar. Dari inventarisasi BPN Poso tercatat sekitar 107 sertifikat warga Manyajaya, Pamona Selatan terbakar. Lalu, adapula di Desa Uelene, masih di Pamona Selatan sebanyak 61 sertifikat. Menyusul di Masamba sebanyak 39 sertifikat dan sebanyak 34 sertifikat warga di Masani, Poso Pesisir juga terbakar.

Soal peralihan tanah atau lahan di bawah tangan, jangan ditanya lagi, mencapai 334 kasus. Ada yang hanya memakai kuitansi, ada pula yang tanpa bukti apa-apa. Hal-hal seperti inilah yang rawan memicu konflik kata Harun kemudian.

Memang, “menangani kasus keperdataan sangat sulit. Sampai saat ini hak-hak keperdataan belum selesai. Sampai saat ini baru 70 persen berjalan,” aku Frits Abbas, dari Satkorlak Sulawesi Tengah.

Ketua DPRD Poso Sawerigading Pelima juga mengatakan, kasus hak-hak keperdataan di Poso yang masih tersisa harus sesegera mungkin diselesaikan karena rentan akan timbulnya permasalahan baru.

Menurutnya, korban konflik di pengungsian sudah lama merindukan kembali ke tanah atau pun rumahnya yang sudah beberapa tahun ditinggalkan sejak konflik Poso memanas pada tahun 2000 hingga 2002.

Tapi, lanjutnya, mereka terkejut begitu melihat kenyataan bahwa tanahnya sudah diokupasi orang lain sehingga mereka enggan untuk kembali.

"Daripada muncul permasalahan baru lebih baik mereka tetap berada di pengungsian. Jadi, kasus ini harus lebih diperhatikan pemerintah selain masalah lainnya," kata Pelima.

Lalu bagaimana masalah tanah dan lahan-lahan warga yang masih tersisa dan belum bersertifikat?

Seperti yang diakui Monepa, sebenarnya pihak BPN Poso menargetkan mampu menerbitkan sebanyak 500 sertifikat tanah baru sampai akhir 2007 lalu.

Namun, "keterbatasan waktulah yang menyebabkan target tidak terpenuhi. Apalagi ada beberapa warga yang kurang bisa menunjukkan bukti-bukti kepemilikan tanah," ujarnya.

Selain itu, BPN tidak memiliki program untuk mengatasi hak keperdataan masyarakat korban konflik.

"Kami tidak ada anggaran untuk hal itu," katanya, dan berharap agar pemerintah pusat mampu memberi dana serta memperpanjang pelaksanaan penyelesaian hak-hak keperdataan, karena masih banyak tanah atau bangunan yang sampai saat ini bermasalah akibat lama ditinggalkan pemiliknya.

"Hak-hak keperdataan masyarakat harus segera dikembalikan ke pemilik aslinya. Masalah lahan adalah masalah yang rumit sekaligus rawan sehingga pemerintah tidak menghendaki terjadi konflik baru yang diakibatkan perebutan tanah atau keperdataan," imbuh Monepa.

Tapi Monepa tidak boleh lupa masih ada sebesar Rp450 juta dari Dana Recovery yang belum terpakai. Jadi ini hanya soal kemauan, itikad baik BPN Poso untuk benar-benar menyelesaikan masalah urusan rentan konflik ini.

Tentu saja, urusan ini adalah pekerjaan berat bagi Pemerintah Poso selain hal-hal lain yang juga menguras tenaga, dana dan pikiran.

Wakil Bupati Poso, Abdul Muthalib Rimi pun mengakui hal itu. Apalagi saat ini mereka harus bekerja keras mengentaskan kemiskinan. Di daerah yang kaya dengan potensi sumber daya alam itu, tercatat ada sekitar sekitar 50.000 jiwa warga miskin dari 194.241 jiwa total penduduk Poso saat ini. Jumlah rumah tangga miskin mencapai sekitar 20.000 RTM, dan angka pengangguran terbesar adalah para tamatan SLTA sekitar 2.000 orang.

Pascakonflik Poso, memang hak-hak keperdataan merupakan wilayah paling rentan memicu konflik baru. Banyak tanah dan lahan perkebunan warga yang ditinggal mengungsi kemudian digarap oleh warga lain. Begitu pula rumah-rumah penduduk yang ditinggal mengungsi atau rumah yang hangus terbakar, kemudian ditempati penduduk lain.

Ada yang berujung pada sengketa di Pengadilan, ada pula yang adu fisik dan ada pula yang sudah patah semangat untuk mengurusi tanah dan lahannya.

Jadi ini, memang benar-benar seperti mengais bukti di tanah yang terbakar konflik.

Wajar pula Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah yang saat ini menggelar Operasi Pemeliharaan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat bersandi Siwagilemba juga memberi perhatian lebih pada pemulihan hak-hak keperdataan ini.***

Tuesday, June 10, 2008

Anggota Polisi Ditangkap Main Judi

TIM Judisila Reserse dan Kriminal Kepolisian Daerah, Sulawesi Tengah menggerebek sebuah lokasi perjudian di kawasan Jalan Sisingamagaraja, Palu Timur, Kota Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (1/5) malam. Dalam penggerebekan tersebut, seorang anggota Polres Palu berinisial Brigadir Dua OH berhasil dibekuk bersama seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bertugas di polda sulteng. Dua warga lainnya juga ikut ditangkap.

Sebelumnya Polisi sempat terlibat kejar-kejaran dengan para tersangka karena berusaha kabur. Sejumlah warga yang berada di sekitar lokasi perjudian menolak diamankan petugas dengan alasan hanya sekadar menonton perjudian. Meski demikian mereka tetap dibawa petugas.

Tak hanya sampai disitu, operasi penyergapan yang dipimpin kepala unit (Kanit) Judi dan Asusila Reskrim Polda Sulteng, Ajun Komisaris Polisi Lukman juga berhasil menemukan sebuah kamar yang didalamnya disembunyikan ratusan botol minuman keras dan jerigen berisi minuman tradisional cap tikus.

Seluruh barang bukti kemudian disita petugas. Selain itu petugas juga mengamankan sejumlah kendaraan roda dua yang sudah ditinggalkan pemiliknya yang diduga tersangka penjudi.

“Anggota Polri dan PNS di lingkungan Polri sudah kita tahan. Begitu pula dengan warga lainnya,” kata Lukman.
Selanjutnya petugas membawa para tersangka beserta barang bukti ke polda sulteng. Setibanya di Polda Sulteng para tersangka diperiksa dan kemudian langsung ditahan.***

Tidak Ada Unsur Sabotase dalam Kebakaran Polda Sulteng

MARKAS Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah, terbakar lagi pada Jumat (23/5) malam. Kali ini kebakaran melanda ruang tim penyidik Tindak Pidana Korupsi Direktorat Reserse dan Kriminal. Beruntung api cepat dipadamkan. Kebakakaran diduga akibat arus pendek. Sementara itu, Laboratoriu Forensik Mabes Polri, Jumat (23/5) sore telah membeberkan hasil penyelidikannya atas kebakaran yang melanda Markas Polda pada Selasa (22/5) malam lalu.

Jumat (23/5) sore, Kapolda Sulteng Komisaris Besar Polisi Suparni Parto, di ruang Direktorat Reserse dan Kriminal menyampaikan hasil pemeriksaan sementara Labfor Mabes Polri, namun pada Jumat malam, kebakaran nyaris menghabiskan lagi ruang Tipikor Direskrim.
Terkait dengan kebakaran Selasa malam lalu, Kapolda Suparni menyatakan pemeriksaan Labfor baru mencapai 95 persen. Berita acara hasil pemeriksaan kebakaran akan dibawa ke Jakarta dan akan ditandatangani.

Dijelaskan Suparmi dari hasil olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) ditemukan pola kerusakan dan kebakaran atau penjelagaan itu yang menunjukan adanya tanda bahwa asal api itu di dinding yang berada di ruang Biro Operasional.

“Api dipicu oleh hubungan arus pendek karena pemanasan tinggi dari PABX atau pembagi otomatik telepon di ruang Biro Ops. Jadi dari hasil pemeriksaan ditemukan bahwa diantara alat pembagi itu terjadi kebocoran arus, karena ada arsip di yang sangat dekat jaraknya dengan kabel yang korslet itu maka terjadi kebakaran,” beber Suparni.

PABX adalah (Private Automatic Branch Exchange) merupakan sebuah sentral telepon mini yang dipasang di perkantoran, sekolah maupun bangunan-bangunan dengan kapasitas jalur terbatas. Pada sebuah instansi PABX ini dapat tehubung dengan yang lainnya aupun sentral Telkom melalui jalur telepon incoming dan outgoingnya. Masing-masing pesawat yang terhubung ke PABX mempunyai nomor ekstensi, yang merupakan nomor unik yang diberikan oleh alat tersebut. Setiap nomor ekstensinya dapat dihubungi oleh, atau menghubungi pesawat telepon di luar PABX tersebut dengan bantuan operator, baik secara manual maupun otomatis.

Dari pemeriksaan Forensik tersebut diketahui kebakaran yang paling parah terjadi di ruang Biro Operasional.

Seperti diketahui, Selasa malam lalu, sekitar pukul 21.45 Waktu Indonesia Tengah, si jago merah mengamuk dan meluluhlantakan Gedung Utama Polda Sulteng. Sejumlah ruangan di lantai dua habis terbakar. Ruangan yang terbakar adalah ruangan kerja Kapolda dan Wakapolda, Biro Personalia, Keuangan, Ruang Rapat Utama, Biro Perencanaan dan Pengembangan dan ruangan Asisten Pribadi Pejabat Polda.

Sebelumnya, ada pihak yang menduga, kebakaran ini adalah aksi sabotase untuk menutupi dan menghilangkan berkas-berkas atau arsip kasus-kasus tertentu yang sedang ditangani Polda Sulteng, semisal kasus illegal logging yang melibatkan sejumlah pejabat lokal dan pengusaha di Palu.

Namun, hal itu dibantah Kapolda Sulteng Kombes Pol Suparni Parto. “Sama sekali tidak ada unsur sabotase dalam kebakaran ini.” Demikian Suparni.***

Polres Palu Terjunkan 104 Personil Jaga SPBU

MENJELANG pengumuman kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Kepolisian Resor Palu memperketat penjagaan di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Kota Palu, Sulawesi Tengah. Personil Kepolisian yang menjaga SPBU pun ditambahkan. Demikian disampaikan Kapolres Palu AKBP Sunarto, Jumat (23/5).

Pengetatan penjagaan tersebut lantaran dalam penyelidikan Polisi selama sepekan terakhir ditemukan 7 SPBU nakal yang melanggar aturan.

“Mereka masih tetap menjual BBM utamanya premium kepada konsumen yang datang dengan membawa jerigen. Padahal itu sesuai aturan Depot Pertamina dilarang, karena bisa mengakibatkan stok habis. Kami sudah melaporkan tujuh SPBU nakal itu ke Depot,” kata Sunarto.

Sunarto menduga pembelian dengan jerigen itu dilakukan pada malam hari, setelah konsumen sepi. Para pembeli bekerja sama dengan petugas SPBU.

Karenanya, “kita sudah menambah penjagaan dari 4 personil menjadi 8 personil setiap SPBU,” imbuh Sunarto.

Jadi total personil yang diterjunkan untuk menjaga SPBU sebanyak 104 orang di 13 SPBU di Kota Palu. Jumlah ini kemungkinan akan bertambah tergantung situasi. Mengingat di waktu-waktu sebelumnya, menjelang dan di saat kenaikan harga BBM, antrean konsumen akan memadati SPBU. Perwira menengah Polres Palu itu juga mengimbau agar masyarakat tidak panik, sehingga melakukan aksi borong BBM dengan jerigen atau memadati SPBU. Karena stok masih cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumen.***

Ratusan Juta Pajak Penerangan Tak Disetor ke Kas Daerah

PAJAK Penerangan Jalan (PPJ) Kota Palu selama kurun waktu 2006-2008 diduga tidak disetor ke kas daerah. Padahal setiap tahun ditargetkan dana yang bisa dikumpulkan tidak kurang dari Rp8 miliar. Kasus ini melibatkan Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah (BPPKD) Kota Palu. Senin (02/06/2008) siang, aparat Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah menggeledah sejumlah ruangan di BPKKD Kota Palu. Sejumlah dokumen pun disita.

Dalam penggeledahan tersebut, aparat Kejati dipimpin oleh Asisten Pidana Khusus Sampe Tuah. Mereka diterima Kepala Sub Dinas Bidang Anggaran Bakran. Seluruh ruangan diperiksa. Dokumen-dokumen terkait PPJ pun diperiksa. Tidak kurang dari 10 dokumen disita oleh para Jaksa tersebut. Dokumen yang disita antara lain buku Kas Umum 2007 sebanyak empat bundel dan buku APBD Kota Palu 2006 sebanyak dua bundel.

Sampe Tuah belum bersedia memberi penjelasan rinci tentang penggeledahan di Kantor BKPPD Kota Palu.

“Penggeledahan ini kita lakukan untuk kepentingan hukum. Kami menyita sejumlah dokumen untuk diperiksa,” kata Sampe singkat usai bertemu Walikota Palu Rusdi Mastura, Senin siang.

Sumber CatatanPoso di Kejati menjelaskan bahwa bahwa PJP ditarik oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Palu. Selama ini, PT PLN menarik PJP sebesar 10 persen setiap bulan saat pelanggan membayar biaya listrik. Selain memeriksa BPPKD Kota Palu, Kejati juga meminta keterangan BPPKD Poso dan Parigi Moutong. Kota Palu, Poso dan Parigi Moutong merupakan wilayah pemasaran PT PLN Cabang Palu.

Dari penelusuran Kejaksaan di BKPPD Parigi Moutong diketahui dalam laporan realisasi anggaran Pemkab Parigi Moutong Tahun Anggaran 2006 pendapatan dari PPJ dianggarkan lebih dari Rp1,1 miliar. Sementara yang terealisasi sekitar Rp82.925.455. Lalu dari laporan hasil pemungutan PPJ yang disampaikan PT PLN Ranting Parigi dan Moutong sebesar Rp1.683.037.570. Itu adalah realisasi pada Oktober-Desember 2005 dan Januari-November 2006. Sedang hasil pemungutan PPJ sampai akhir tahun 2006 sebesar Rp161.773.105 belum disetor ke Kas Daerah oleh PLN Ranting Parigi dan Moutong. Bahkan sekitar Rp1.600.112.115 digunakan langsung oleh kedua PLN ranting tersebut. Adapula pengunaan untuk upah pungut tagihan pemakaian listrik Pemkab dan tagihan rekening lampu jalan tidak dipertanggungjawabkan ke Bagian Keuangan Sekretariat Kabupaten.

Sementara di Poso hal serupa juga terjadi. Dalam dokumen anggaran Satuan Kerja Dinas Pendapatan Daerah Poso, PPJ dianggarkan Rp900.460.000 dengan realisasi Rp874.741.605. Hasil pemeriksaan atas realisasi PPJ pada Dispenda Poso diketahui bahwa realisasi penerimaan PPJ yang dikelola PT PLN Ranting Poso sebesar Rp125.860.490 tidak disetor ke kas daerah.

Sementara, untuk Kota Palu saat ini masih ditaksir berapa dana yang belum disetor ke Kas Daerah. Yang jelas Kota Palu menanggarkan pendapatan dari PJP sebesar Rp8 miliar setiap tahunnya.***

Tokoh Agama Poso Protes Fit and Proper Test KPU

TOKOH agama Kristen dan Islam Poso, memprotes penyimpangan yang dilakukan oleh tim seleksi Komite Pemilihan Umum Daerah setempat,dalam proses fit and proper test serta adanya dugaan penyuapan selama proses seleksi anggota kpu setempat. Mereka juga melaporkan tim seleksi ke Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah

Kedua tokoh agama tersebut adalah Pendeta Rinaldy Damanik dan Ustadz Muhammad Adnan Arsyal. Mereka memrotes proses fit and proper test yang dilakukan oleh tim seleksi KPU Poso yang diketuai oleh Haris Rengga. Menurut mereka proses fit and proper test tersebut bertentangan dengan keputusan KPU Pusat yang menjelaskan bahwa fit and proper test KPU Kota dan Kabupaten dilakukan oleh KPUD terpilih periode 2008-2013 bukan oleh KPU Lama.

Selain itu, keduanya menyoal kasus penyuapan yang dilakukan peserta seleksi KPU atas nama Iskandar Lamuka dan Marten Rompas sebesar Rp10 juta kepada salah seorang anggota KPU Sulteng Periode 2003 – 2008.

“Saya mendengarkan rekaman pembicaraan yang menyebutkan bahwa Iskandar Lamuka dan Marten Rompas memberikan uang kepada Nelly Muhriani, anggota KPUD Provinsi yang lama sebesar sepuluh juta rupiah. Itu dilakukan sebelum fit and proper test,” kata Damanik.

Namun, Iskandar sudah membantah adanya suap itu. “Itu fitnah. Tidak ada soal suap-menyuap itu,” tandas Iskandar. Nelly pun demikian. “Saya tidak pernah menerima suap dari siapapun terkait pelaksanaan seleksi anggota KPU Poso,” aku Nelly.

Selain itu, Damanik dan Arsyal menyoal masuknya nama Matius Neloe, Kepala Bappeda Poso yang bertanggung jawab atas penyaluran Rp58 miliar dana recovery untuk pemulihan sosial, ekonomi warga korban konflik Poso yang kini dalam penyidikan polisi karena diduga sarat korupsi.

“Sebagai Kepala Bappeda, apakah dia sudah mendapat izin dari Bupati Poso? Dan sebagai pejabat pembuat komitmen yang mengelola dana recovery, apakah dia sudah mendapat izin dari Menkokesra? Itu yang harus diperhatikan oleh KPU Provinsi. Apalagi saat ini, Polisi masih mengusut dugaan korupsi dana recovery,” tekan Damanik.**

Polres Gelar Razia Buru 6 DPO

PULUHAN personil gabungan Intelejen dan Keamanan, Reserse dan Kriminal Kepolisian Resor Poso, Senin (26/5) malam menggelar razia besar-besaran untuk memburu 6 orang yang masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) Mabes Polri terkait aksi-aksi kekerasan di Poso, Sulawesi Tengah. Selain mengejar DPO, sasaran operasi juga adalah untuk mencari bahan peledak dan senjata tajam yang masih dimiliki warga di luar kewenangannya.

Puluhan personil gabungan polisi ini menggelar razia di jalan raya depan markas Polres Poso. Setiap kendaraan yang melintas baik roda dua maupun roda empat diperiksa satu persatu. Untuk memudahkan pemeriksaan, setiap kendaraan diarahkan masuk ke halaman kantor Mapolres kemudian diperiksa. Setiap pengendara diperiksa dan dimintai identitasnya. Sasaran utama razia ini adalah mengejar enam orang DPO kasus kekerasan Poso. Selain itu sasaran lain adalah senjata tajam dan senjata api serta barang berbahaya lainnya.

Namun, dalam razia yang berlangsung selama 1,5 jam ini, Polisi tidak menemukan orang yang dicari serta barang berbahaya.

Menurut Kepala Bagian Operasi Polres Poso Komisaris Polisi Agung Suyono, razia dengan sandi Siwagilemba ini untuk mencari dan mengejar enam DPO yang saat ini diduga masih berada di wilayah Sulawesi Tengah. Selain itu sasaran razia juga adalah senjata tajam, senjata api dan barang berbahaya lainnya.

“Kita terus melakukan operasi penegakan hukum, termasuk mencari enam orang tersangka pelaku aksi-aksi kekerasan di Poso selama ini. Seperti kita ketahui, masih ada enam DPO yang kita duga masih berada di wilayah Sulawesi Tengah,” kata Agung.

Saat ini, Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah nasih mengejar enam DPO tersangka pelaku kekerasan di Poso. Mereka antara lain adalah Iwan Asapa alias Ale, Hamdara Tahmil alias Papa Yus alias Man Labuan, Nanto Alias Bojel, Taufik Buraga alias Upik dan Iin Alias Brur.***

Polisi Penembak Warga Terancam Dipecat

BRIGADIR Kepala (Bripka) Panindai, pelaku penembakan warga sipil di komplek lokalisasi Kelurahan Baru Kabupaten Tolitoli, terancam dipecat. Perbuatan Bripka Panindai dinilai telah menodai institusi kepolisian, tidak saja lingkungan di Kepolisian Resor Tolitoli tapi lembaga kepolisian di tanah air. “Kita akan tindak tegas, kalau perlu kita pecat,” tegas Kapolda Sulawesi Tengah, Komisaris Besar Polisi Suparni Parto. Selasa (27/5) pagi.

Kapolda mengatakan, saat ini Bripka Panindai sudah ditahan dan sedang menjalani pemeriksaan intensif di Mapolres Tolitoli. Kapolda mendapat laporan bahwa, Bripka Panindai datang ke lokalisasi dalam keadaan mabuk.

“Dia mabuk ketemu orang mabuk di lokalisasi, terjadilah insiden penembakan,” Katanya. Juru bicara Polda Sulteng, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Irfaizal Nasution mengatakan penembakan Bripka Panindai terhadap Abdul Muin alias Mangkasa murni kelalaian oknum polisi tersebut.

Pihak Polda Sulteng katanya sudah merintahkan pihak Polres Tolitoli untuk mengusut tuntas kasus penembakan itu.Dia menyebutkan oknum anggota polisi itu melanggar pasal 359 soal kelalaian dan pasal 351 soal penganiayaan. Kasus ini akan ditangani Polres Tolitoli untuk diproses hukum dan akan diarahkan ke peradilan umum. Jika di pengadilan nanti oknum polisi itu terbukti bersalah dan mendapat putusan hukum tetap, maka oknum itu terancam pemberhentian tidak dengan hormat atau PTDH.

Hingga Selasa (27/5), Abdul Muin alias Mangkasa korban penembakan oknum polisi, masih dirawat di ruang Bougenvil Rumah Sakit Umum Mokopido Tolitoli. Meski dalam kondisi sadar, korban Abdul Muin belum bisa bergerak. Leher kanannya yang tertembus peluru kaliber 3,28 milik Bripka Panindai, masih diperban.

Kapolres Tolitoli AKBP Nurfalah mengakui, hingga saat ini pihak Polres Tolitoli masih memeriksa secara intensif oknum polisi Bripka Panindai. Oknum polisi itu diperiksa oleh Unit P3D Polres Tolitoli.

“Kami sudah berkunjung dan meminta maaf kepada pihak keluarga korban. Dan semua urusan soal biaya perawatan korban kami tanggung. Yang jelas, kami tidak menolerir seluruh tingkah anggota yang tidak sesuai dengan prosedur apalagi yang melanggar hukum. Kami menyerahkan sepenuhnya ke peradilan umum,” terang Nurfalah.

Soal ancaman pemecatan, Kopolres Nurfalah menyerahkan sepenuhnya kepada peradilan nanti. “Jika sudah mendapat kekuatan hukum tetap yang menyatakan tersangka bersalah, maka akan direkomendasikan untuk dipecat,” katanya.

Seperti diketahui, Abdul Muin alias Mangkasa (23), seorang warga di Tolitoli Sulawesi Tengah, Sabtu malam ditembak seorang oknum polisi. Sebuah peluru menembus leher bagian kanannya. Pelaku itu tak lain adalah oknum polisi berinisial Brigadir Polisi Kepala (Bripka) Pinandai, Komandan Pos di Kecamatan Dakopamean, Tolitoli. Saksi mata, Hamid (54) mengatakan, kejadian itu begitu cepat.

Saat itu ia sedang berada di dekat tempat kejadian perkara (TKP). Hamid melihat korban Abdul Muin dan Bripka Pinandai sedang berada di rumah seorang warga bernama Elet, komplek lokalisasi di Kecamatan Baru, Tolitoli, sekitar pukul 24.00 WITA. Berselang beberapa saat, terdengar letusan keras yang diduga berasal dari moncong pistol Polisi tersebut. Usai bunyi letusan itu, korban Abdul Muin, berlari keluar rumah dengan leher bersimbah darah sambil berteriak menyebut nama pelaku.

“Tiba-tiba saja terdengar letusan senjata lalu saya keluar rumah dan melihat korban lari keluar pak elet sambil sebut nama Pak Panindai,” terang Hamid yang tinggal bersebelahan dengan TKP.

Korban langsung jatuh tersungkur 15 meter dari TKP sambil mengerang kesakitan akibat luka tembak yang bersarang di leher kanannya. Beberapa anggota polisi yang juga berada di sekitar TKP langsung bertindak, dan membawa korban dengan mobil patroli ke Rumah Sakit Umum Mokopido Tolitoli.

Kapolres Tolitoli Ajun Komisaris Besar Polisi Nur Falah, mengatakan, penyebabnya hanya masalah sepele saja. Dari keterangan pelaku, kejadiannya berawal dari cekcok mulut antarkeduanya dan kemudian korban menantang Bripka Panindai berkelahi.

“Karena merasa jengkel, Bripka Pnd langsung mengancungkan pistol ke arah korban Abdul Hamid dan menembaknya. Peluru dari pistol oknum polisi ini mengenai leher bagian kanan korban,’’ jelas Kapolres AKBP Nur Falah. Aksi penembakan itu terjadi di komplek lokalisasi di Tolitoli. “Keduanya, baik pelaku maupun korban salam keadaan mabuk saat itu,” tambah Nur Falah.***

Kontras Desak Mabes Polri Selidiki Kebakaran Polda Sulteng

Palu – Selama sepekan ini, kebakaran dua kali melanda markas Polda Sulteng, Komisi Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Sulawesi menduga bahwa hal itu adalah kesengajaan. Kebakaran pertama terjadi Selasa (22/5) malam menghabiskan seluruh gedung utama Polda Sulteng. Kemudian kebakaran kedua terjadi Jumat (23/5) malam di ruang Tindak Pidana Korupsi Direktorat Reserse dan Kriminal.

Hal itu disampaikan oleh Edmon Leonardo Siahaan, Koordinator Kontras Sulawesi saat dihubungi,Sabtu (24/5).

“Kapolda Sulteng yang baru diketahui memiliki track record yang bagus buat pemberantasan illegal logging. Saya pikir Mabes Polri harus menyelidiki dengan serius kasus kebakaran ini. Saya menduga Kapolda Suparni merupakan ancaman bagi para penjahat-penjahat illegal logging,” tekan Edmon.

Selama ini, Polda Sulteng memang telah menggelar Operasi Balak Maleo I untuk memberantas illegal logging. Bahkan sebulan lalu, dua orang Polisi diduga terlibat illegal logging. Operasi melibatkan semua Polres di jajaran Polda Sulteng.

Rata-rata hasil illegal logging itu diselundupkan melalui jalur perairan laut menuju Tawau, Malaysia.

Sementara, terkait kebakaran ruang Tipikor Direksrim, Jumat malam, Kapolda Sulteng Suparni Parto tidak bersedia memberikan keterangan. Menurutnya, kebakaran ini akan diselidiki.***

Blog Info

BLOG ini berisi sejumlah catatan jurnalistik saya yang sempat terdokumentasikan. Isi blog ini dapat dikutip sebagian atau seluruhnya, sepanjang menyebutkan sumbernya, karena itu salah satu cara menghargai karya orang lain. Selamat membaca.

Dedication Quote

ORANG yang bahagia itu akan selalu menyediakan waktu untuk membaca, karena itu sumber hikmah. Menyediakan waktu tertawa karena itu musiknya jiwa. Menyediakan waktu untuk berfikir karena itu pokok kemajuan. Menyediakan waktu untuk beramal karena itu pangkal kejayaan. Menyediakan waktu untuk bersenda gurau karena itu akan membuat awet muda.Menyediakan waktu beribadah karena itu adalah ibu dari segala ketenangan jiwa. [Anonim]