Saturday, January 05, 2008

Polda Sulteng Gelar Operasi Siwagilemba di Poso

Palu - Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah sejak 1 Januari 2008, resmi memberlakukan Operasi pemulihan keamanan dan ketertiban sipil di Poso dengan sandi Operasi Siwagilemba. Operasi ini digelar setelah Operasi Lantodago pada 31 Desember 2007 kemarin.

Kapolda Sulteng Brigadir Jenderal Polisi Badrodin Haiti mengatakan bahwa Operasi Siwagilemba sepenuhnya menjadi tanggung jawab Polda Sulteng.

Sebelumnya, Operasi Lantodago dikoordinir oleh Mabes Polri dengan anggaran dari pusat serta menurunkan sedikitnya 1200 personel termasuk Bawah Kendali Operasi (BKO). Sementara, Operasi Siwagilemba dikoordinir langsung oleh Kapolda Sulteng, dengan anggaran dari daerah dan hanya melibatkan sedikitnya 500 personel polisi dari Polda Sulteng dan Polres Poso.

"Operasi Siwagilemba mengedepankan pendekatan persuasif dengan melakukan pembinaan kepada masyarakat," kata Kapolda Badrodin Haiti.

Kapolda Sulteng menyatakan, operasi keamanan di Poso ini menjadi penting. Saat ini tercatat masih ada sekitar tujuh orang pelaku terorisme di Poso, yang telah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) belum berhasil ditangkap.

Mereka ditengarai masih berada di Poso dan beberapa di antaranya di luar Poso, termasuk di Philipina. Antara lain para DPO itu berinsial M, Id, U, I dan S.

Bukan hanya itu, Kapolda menyatakan masih ada sekelompok orang secara diam-diam terus melakukan kegiatan yang bertujuan untuk mengganggu keamanan di Poso.

"Masih ada sebagian wilayah dalam Kota Poso yang kami anggap rawan, sehingga operasi keamanan dalam skala kecil masih terus dilakukan," tegas Kapolda Badrodin.

Sumber CatatanPoso di Intelijen Kepolisian menyatakan bahwa saat ini masih ada pula 167-200 orang yang diidentifikasi sebagai pendukung DPO. Lalu, sebanyak 100 pemuda potensial menjadi pendukung gerakan radikal, termasuk sebanyak 5 orang diduga sebagai anggota Jamaah Islamiyah masih berada di Poso dan menyebarkan ajaran radikalisme. Sebanyak 100 pemuda potensial itu diduga pernah dilatih oleh Basri, salah seorang terpidana terorisme Poso yang divonis 20 tahun penjara di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Mereka disebut-sebut sebagai "anak bebek." Kelompok ini ahli dalam menembak jitu dan merakit bom.

Karenanya, menurut Kapolda, Poso masih memerlukan penanganan sampai kondisi keamanan dan ketertiban menjadi benar-benar membaik. Apalagi saat ini pemerintah sedang melakukan rekonstruksi dan rehabilitasi pasca konflik.

Persoalan lain yang masih membutuhkan campur tangan aparat keamanan, adalah belum terealisasinya kesepakatan soal pengembalian hak-hak keperdataan masyarakat. "Kami menilai bahwa pengembalian hak-hak keperdataan sesuai kesepakatan Deklarasi Malino itu belum jalan, sehingga ini juga akan menjadi masalah. Maka, Operasi Siwagilemba menjadi sangat penting," tandasnya.

Bupati Poso Piet Inkiriwang juga menyampaikan agar warga Poso bahu-membahu membangun kembali Poso. "Suasana Poso sudah makin kondusif, saatnya kini membangun kembali Poso dan melupakan dendam di antara kita," pinta Piet.

Sementara itu, selama kurun waktu Januari - Desember 2007, Kepolisian berhasil menyita tidak kurang dari 140 senjata api organik dan rakitan, 606 detonator dan sekitar 11.626 butir amunisi dari berbagai kaliber.***

Gua Latea, Makam Leluhur orang Poso

Suku Pamona, suku asli Poso, Sulawesi Tengah mempunyai kebiasaan unik saat menguburkan keluarganya yang meninggal dunia. Jenazah diletakan di dalam peti kayu yang kemudian disimpan di dalam gua hingga tinggal kerangkanya. Sisa-sisa tradisi suku Pamona ini masih bisa kita saksikan di Gua Latea, Tentena, sekitar 57 kilometer arah barat daya Kota Poso atau 267 kilometer dari Palu, Ibukota Provinsi Sulawesi Tengah.

Suasana magis langsung terasa ketika kita hendak memasuki kawasan Perbukitan Peruru di mana Gua Latea berada. Konon kabarnya bahkan untuk berfoto pun kadang-kadang tidak jadi ketika dicetak. Meski terasa suasana magisnya, perasaan kita terobati dengan pemandangan alam yang indah dan hawa udara yang segar.

Gua Latea, adalah gua alam berupa bukit kapur yang usia genesisnya ditaksir tidak kurang dari 30 juta tahun silam. Gua ini digunakan sebagai kuburan suku Pamona. Leluhur orang Pamona yang juga biasanya disebut orang Poso itu, dulunya hidup di bukit-bukit, khususnya yang hidup di perbukitan Wawolembo. Sistem penguburan dengan menaruh jenazah di gua-gua itu, baru berakhir sekitar abad ke-19 Masehi, setelah para penginjil dari Belanda menyebarkan agama Kristen di wilayah ini. Gua ini pernah mengalami keruntuhan batuan sekitar lebih 2000 tahun silam.

Gua ini terdiri dari dua kamar utama. Kamar pertama terletak di kaki bukit di mana terdapat empat pasang peti jenazah dan 36 tengkorak manusia beserta rangkanya.

Lalu, kamar kedua terletak di atas bukit berisi di mana terdapat 17 pasang peti jenazah, 47 buah tengkorak dan lima buah gelang tangan.

Gua ini adalah kuburan leluhur suku Pamona. Cara penguburan zaman dulu masyarakat Pamona ini, sama seperti yang dilakukan di Tanah Toraja, Sulawesi Selatan. Memang, menurut Yustinus Hoke (60), budayawan Pamona, berdasarkan historisnya, orang Pamona dan orang Toraja masih memiliki hubungan kekerabatan yang sangat erat.

“Karena masih ada hubungan kekerabatan itulah, sehingga beberapa tradisi nyaris sama, termasuk salah satunya adalah cara penguburan jenazah dengan menaruhnya di gua-gua,” kata Yustinus.

Menurut Budayawan Pamona ini, tata cara dan tempat penguburan juga dipengaruhi kelas sosialnya. Diduga kaum bangsawan dikuburkan di kamar utama di atas bukit di mana didapat pula gelang-gelang dari besi dan kuningan.

Selain di Latea, situs penguburan serupa juga dapat ditemukan di Gua Pamona di tepian Danau Poso dengan 12 kamar.

Seiring perkembangan zaman, kedua tempat itu kemudian menjadi lokasi wisata, bahkan seringkali menjadi tempat anak-anak bermain.

Hengki Bawias (30), warga Tentena, menceritakan bagaimana asyiknya mereka bermain dalam gua itu.

“Guanya sampai di bawah aliran Danau Poso. Kalau masuk harus bawa senter, karena setelah kamar ketiga, cahaya sudah tidak ada lagi. Makin jauh juga kita sudah susah bernapas. Tapi saat anak-anak kami suka bermain-main di dalamnya, karena menantang rasa ingin tahu kami,” tutur Hengki, yang kini sudah menjadi pendeta.


Jembatan Rusak
Gua yang merupakan pekuburan kuno ini dapat dicapai langsung dari jalan utama Kota Tentena, Kecamatan Pamona Utara, Kabupaten Poso. Jaraknya hanya sekitar 2 kilometer. Sepeda motor dapat dipakai sampai kilometer pertama lalu dilanjutkan dengan berjalan kaki sampai di mulut gua.

Tapi jangan bersusah hati dulu, suara serangga hutan seperti orkestra, alrian sungai dan tipuan hawa yang segar bisa mengobati kepenatan kita.

Jalan setapak menuju gua ini sudah dibeton dan dibuat berundak-undak. Tapi tetap harus hati-hati karena jalannya agak licin karena berlumut.

Dua jembatan akan kita lewati sebelum sampai ke mulut gua. Sayang, kondisinya rusak, sehingga papan-papan kayu jembatan sudah berganti jadi pokok-pokok bambu.

“Jembatan ini pernah diperbaiki pada 1994, kemudian tidak pernah lagi sampai kayunya menjadi lapuk. Mudah-mudahan setelah ini, setelah Poso sudah aman kembali kita bisa perbaiki lagi dua jembatan menuju gua Latea,” Viktor Nggasi, seorang juru pelihara Gua Latea.

Pemerintah setempat memang agak melupakan pemeliharaan situs ini, setelah 1998-2000, hampir seluruh wilayah Kabupaten Poso dilanda konflik suku, agama, ras dan antargolongan (SARA). Kini, setelah masa damai tiba makam leluhur orang Poso ini kembali dikunjungi.***

TNI Musnahkan Puluhan Senpi dan Ratusan Amunisi

Poso – Puluhan senjata api organik dan rakitan, Jumat (4/1) hari ini, di Poso Sulawesi Tengah dimusnakan. Pemusnahan ini dilakukan di Markas Batalyon Infanteri 714 Sintuvu Maroso dan dipimpin langsung oleh Panglima Kodam VII Wirabuana, Mayor Jenderal TNI Djoko Susilo Hutomo. Senjata, bahan peledak dan amunisi tersebut adalah hasil Operasi Teritorial TNI selama 2007, selain ditemukan langsung, sebagiannya adalah hasil penyerahan secara sukarela oleh warga.

Senpi, bahan peledak dan amunisi yang dimusnahkan tersebut terdiri dari 2 pucuk senpi laras panjang, 5 pucuk senpi laras pendek, ditambah 20 pucuk senpi laras panjang rakitan dan 11 pucuk senpi laras pendek rakitan. Kemudian ditambah dengan 406 butir amunisi dari berbagai kaliber, 1 bom rakitan dan 2 magazen.

Pangdam VII Wirabuana Mayjen TNI Djoko Susilo Hutomo mengatakan bahwa senpi, handak dan amunisi tersebut adalah hasil operasi TNI dan penyerahan warga selama 2007.

Menjawab apakah akan menggelar Operasi selain operasi pemulihan bersandi Siwagilemba yang digelar Polri, Pangdam Djoko mengatakan bahwa TNI akan tetap menggelar Ops Teritorial.

“TNI akan tetap melanjutkan operasi teritorial yang sudah dilakukan selama dua tahun terakhir, dan 2008 ini akan kami lanjutkan kembali. Itu sebagai upaya mendukung pemulihan keamanan dan ketertiban yang dilakukan oleh Polri,” kata Djoko menjawab CatatanPoso.

Menyinggung pengungkapan kasus terorisme di Poso dan masih adanya 7 tersangka yang sudah dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO), Djoko mengatakan bahwa pihaknya tetap mendukung dan membantu Polri dalam pengungkapannya.***

Bambu Nasi Jaha Laku, Asap Dapur pun Mengepul

Palu - Menjelang perayaan hari-hari besar agama di Palu, Sulawesi Tengah, utamanya Natal dan Tahun baru ada pasar dadakan di Jalan Nusa Indah, Palu Selatan. Tapi tidak semua kebutuhan Anda di jual di sana , yang dijual hanya bambu untuk penganan tradisional yang dinamai nasi jaha (sejenis lemang), daun pisang pembungkus burasa (nasi yang dikukus dengan cari dibungkus daun pisang) dan janur pembungkus kalopa (sejenis ketupat).

Adalah Hayati, salah seorang perempuan penjual bungkus kalopa dan daun pisang pembungkus burasa di Jalan Nusa Indah itu. Sejak pagi hari ia sudah mulai membuat bungkus kalopa. Jika pembeli dating, bungkus-bungkus kalopa dari janur itu tinggal ditawarkan. Harganya hanya Rp 100 per buah.

Tangan hayati begitu telaten, menjalin dua helai janur kelapa menjadi sebuah bungkus kalopa yang apik. Jika tidak ada kesibukan lain, dalam sehari, biasanya dia bisa membuat tidak kurang dari 100 bungkus kalopa. Lalu setelah itu dijualnya ke pasar dadakan yang hanya ada saat menjelang hari-hari besar agama ini.

Keuntungannya menurut hayati lumayan juga. Bisalah untuk mengepulkan asap dapur. Apalagi ia juga menjual daun pisang buat bungkus burasa atau pepes ikan.

”Kalau tidak untung, mana mungkin saya mau jualan tiap tahun. Ini sudah hampir sepuluh tahun, saya jualan kalo mau hari raya,” aku Hayati.

Selain Hayati, ada pula Saleh. Lelaki ini adalah penjual bambu untuk nasi jaha, penganan tradisional yang dibuat dari beras ketan yang dibumbu aneka rupa lalu dimasak dalam bambu dan tiap 1 centimeter ketebalannya dilapisi daun pisang.

Lelaki ini mengaku menjadi penjual bambu hampir sejak tahun 1980-an. Ia pun adalah pengisi setia pasar dadakan. Bambu yang dijualnya berasal dari dataran Palolo, lembah subur di selatan Kota Palu, Sulawesi Tengah.

Untuk tiap ruasnya, Saleh memberi harga Rp 500. Tapi kalau ada yang menawar tentu boleh juga dilepas di bawah harga. Sama dengan Hayati, ia pun berharap bisa mengepulkan asap dapur dari berjualan bambu, agar bisa dipakai buat lebaran.

“Kalo mau tahun baru banyak orang bikin nasi jaha. Biasanya mereka sudah pesan duluan sama saya jauh-jauh hari. Bisalah hasilnya dibawa pulang buat anak istri,” kata Saleh, sambil terus mengukur ruas-ruas bamboo dan menggergajinya.

Nah, jika suatu saat anda ke Jalan Nusa Indah dan berharap pasar dadakan ini ada, datanglah di saat menjelang perayaan hari-hari besar agama, utamanya Natal dan Tahun Baru. Di luar waktu itu, jangan harap Anda akan bersua dengan pasar dadakan ini.***

Blog Info

BLOG ini berisi sejumlah catatan jurnalistik saya yang sempat terdokumentasikan. Isi blog ini dapat dikutip sebagian atau seluruhnya, sepanjang menyebutkan sumbernya, karena itu salah satu cara menghargai karya orang lain. Selamat membaca.

Dedication Quote

ORANG yang bahagia itu akan selalu menyediakan waktu untuk membaca, karena itu sumber hikmah. Menyediakan waktu tertawa karena itu musiknya jiwa. Menyediakan waktu untuk berfikir karena itu pokok kemajuan. Menyediakan waktu untuk beramal karena itu pangkal kejayaan. Menyediakan waktu untuk bersenda gurau karena itu akan membuat awet muda.Menyediakan waktu beribadah karena itu adalah ibu dari segala ketenangan jiwa. [Anonim]