Tuesday, November 27, 2007

Pukul Tahanan, Kapolres Donggala Terancam Dipecat


Palu – Jangan coba-coba ringan tangan, meski sebagai aparat keamanan. Tengoklah nasib naas yang dialami Kapolres Donggala, Sulawesi Tengah AKBP Fahruzzaman, Senin (26/11) kemarin ia diperiksa Majelis Sidang Kode Etik Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah. Ia dilaporkan telah menganiaya tersangka korupsi di dalam tahanan. Selain terancam sanksi pemecatan tidak dengan hormat (PTDH). Fahruzzaman juga akan diajukan ke peradilan umum.

Sidang Kode Etik ini diketuai Wakil Kapolda Sulawesi Tengah, Komisaris Besar Polisi I Nyoman Sindra. Sidang ini menghadirkan Fahruzzaman sebagai terperiksa juga mendengarkan kesaksian Yani Agan, korban penganiayaan tersebut.

Dalam sidang ini terungkap penganiayaan terjadi saat korban ditahan sebagai tersangka korupsi kasus dana operasional Wakil Gubernur Sulawesi Tengah Ahmad Yahya. Sementara Fahruzzaman sebagai Kepala Satuan II Tindak Pidana Tertentu Polda Sulteng.

Pemukulan terjadi saat Fahruzzaman memeriksa Yani. Karena kesal pertanyaannya dipotong, Fahruzzaman pun memukul Yani di bagian wajah hingga membuat pelipis kiri yani berdarah. Tak puas dengan itu, Fahruzzaman pun menghina korban dan orangtuaya.

Tentu saja Yani berang, ia lalu melaporkan pemukulan ini ke Propam Polda Sulteng dan Komisi Kepolisian Nasional. Yani juga menyeret Fahruzzaman ke peradilan umum di Pengadilan Negeri.

“Saya akan menghadirkan saksi-saksi yang sempat melihat saya ketika itu,” kata Yani.

Menurut Wakil Kepala Polda Sulteng I Nyoman Sindra, sanksi kode etik akan dijatuhkan kepada terperiksa Fahruzzaman.

“Jika terbukti menganiaya tahanan, sanksi mulai yang teringan dipindahkan hingga sanksi terberat dipecat dari kepolisian,” kata Sindra.

Selain memeriksa Yani, sidang juga memeriksa sejumlah saksi dari polisi, orangtua korban dan teman korban di tahanan. Namun, karena kesaksian belum cukup, Wakil Kapolda menunda sidang untuk mendengar kesaksian tambahan.***

Tanda Tangan Pendeta GKST Dipalsukan untuk Dukungan Pilkada Morowali


Palu – Pendeta Rinaldy Damanik, mantan Ketua Majelis Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah berang. Pasalnya, tanda tangannya dipalsukan untuk surat dukungan Anwar Ibrahim dan S Marunduh, pasangan Calob Bupati dan Wakil Bupati Morowali, Sulawesi Tengah. Di surat dukungan tersebut disebutkan bahwa Damanik menyatakan mendukung pendidikan gratis bagi semua warga Morowali dari SD-SMU. Itu merupakan salah satu program yang dikampanyekan pasangan Cabup dan Wabup ini.

“Wah, yang gratis-gratis itu berat. Secara moral saya mendukung jika pemerintah berupaya seperti itu tapi tidak dengan membuat surat dukungan semacam itu. Bahkan mereka dengan berani memalsukan tanda tangan saya,” kata Damanik kepada CatatanPoso di kantor Kontras Sulawesi, Jalan Raden Saleh, Palu Timur, Selasa (27/11).

Damanik, yang kesohor namanya memang dikenal sebagai Pendeta yang populer di kalangan masyarakat Morowali dan Poso, karenanya kemudian ada pihak yang memanfaatkannya.

“Padahal ketika itu saya tengah berada di Australia. Saya baru mengetahui setelah salah seorang kenalan saya, Yakob namanya memberi tahu saya adanya surat dukungan itu,” aku Damanik.

Karenanya untuk mengklarifikasi adanya surat dukungan itu, Damanik kemudian membawa kasus ini ke Polisi. Ia melaporkan bahwa dirinya merasa dirugikan atas keluarnya surat dukungan palsu tersebut. Pada 23 November lalu, ia mendaftarkan laporannya kepada penyidik Kepolisian Sektor Beteleme, Morowali.

Anwar dan Marunduh sendiri sudah ditetapkan KPUD setempat sebagai pemenang pemilihan kepala daerah yang berlangsung 5 November lalu. Pasangan ini diusung Partai Damai Sejahtera (PDS), Partai Buruh Sosial Demokrat (PBSD) dan Partai Bulan Bintang (PBB). Mereka meraih suara terbanyak dengan perolehan 26.271 suara atau 25,76 persen dari total pemilih di wilayah kabupaten hasil pemekaran Kabupaten Poso tersebut.***

Friday, November 09, 2007

Nelayan Teluk Palu Temukan Ratusan Amunisi Aktif

Palu - Lima nelayan di Kelurahan Mamboro, Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (8/11) siang menemukan ratusan butir amunisi kaliber 5,56 milimeter dan 38 milimeter saat sedang memancing di Pantai Teluk Palu. Semua amunisi tersebut ditemukan dalam satu lokasi sekitar 15 kilometer dari Kota Palu.

Penemuan amunisi ini bermula ketika salah seorang nelayan bernama Israel (35 tahun) dan empat rekannya, Raisman (32), Larry (29), Ispan (28) dan Jimmy (32) yang sedang memancing ikan kehabisan umpan.

Saat mereka mencari siput laut untuk dijadikan umpan, tiba-tiba Israel menemukan satu butir amunisi. Pada saat yang sama, empat rekan lainnya juga menemukan amunisi di lokasi yang sama.

"Karena kami menemukan peluru itu, akhirnya kami berhenti cari siput dan fokus untuk mencari peluru. Ternyata kami temukan sebanyak 111 butir," kata Israel.

Keempat nelayan itu lantas berinsiatif melaporkan hasil temukannya itu ke Markas Brimobda Polda Sulteng yang hanya berjarak 3 kilometer dari pantai itu.

Mereka mengaku takut saat menemukan peluru itu, karena jumlahnya lebih 100 butir. "Kaget juga kami waktu menemukan peluru itu," ujar Israel.

Amunisi yang ditemukan tersebut terdiri dari kaliber 104 butir kaliber 5,56 milimeter dan tujuh butir kaliber 38 milimeter.

Kapolsek Palu Utara, Ajun Komisaris Polisi Sirajuddin Ramli, membenarkan kasus temuan ratusan amunisi oleh keempat nelayan Teluk Palu itu.

"Kami sudah memeriksa keempat nelayan itu. Tim identifikasi juga sudah melakukan identifikasi di lapangan dan sekarang masih dalam penyelidikan soal pemiliknya," kata Sirajuddin Ramli.

Meski belum diketahui pemilik amunisi aktif itu, tapi yang pasti bahwa banyak anggota Brimob Polda Sulawesi Tengah yang berdomisili di Kelurahan Mamboro itu. Baik yang mengontrak rumah, kos-kosan maupun yang sudah memiliki rumah pribadi.

Pasalnya, Markas Brimob Polda Sulteng, terletak di Kelurahan Mamboro, Palu Utara. Namun belum diketahui pasti, apakah ratusan amuinisi aktif itu adalah milik anggota Brimob yang tercecer. "Kami masih menyelidikinya," kata Sirajuddin Ramli. ***

Ratusan butir amunisi tersebut, kini sudah diamankan di markas Sat Brimobda Sulteng, setelah diidentifikasi oleh tim forensik. ***

Bentrok dalam Gambar [2]




Bentrokan antar warga Kelurahan Nunu dan Tawanjuka, Palu Selatan, Sulawesi Tengah menyulitkan warga yang hendak berpergian dari dan ke kedua kelurahan tersebut. Warga harus meminta pengawalan Polisi.***

Bentrok dalam Gambar [1]



Warga Kelurahan Nunu dan Tawanjukan, Palu Selatan, Sulawesi Tengah terlibat bentrok.***

Bentrokan Antarkampung di Palu



Palu - Warga Kelurahan Tavanjuka, Kecamatan Palu Selatan, Sulawesi Tengah, Jumat (09/11) sore terlibat bentrok dengan Warga Kelurahan Nunu, Kecamatan Palu Barat. Meski tidak mengakibatkan korban jiwa, perang batu antar warga kelurahan ini berlangsung seru. Polisi yang kewalahan melerai warga akhirnya melepaskan tembakan untuk menghalau warga ke kelurahan mereka masing-masing.***

Thursday, November 08, 2007

83 Bekas Napi Kasus Poso Tuntut Perhatian Pemerintah

Palu – Sebanyak 83 bekas narapidana korban konflik Poso mengungkapkan bahwa mereka mengalami kesulitan kehidupan sosial ekonomi pasca pembebasannya dari Lembaga Pemasyarakatan Klas 2 A, Palu, Sulawesi Tengah.

Menurut Charles Arima (40), Ketua Forum Komunikasi Keluarga Besar Eks Narapidana (KKBEN) Kasus Konflik Poso, kesulitan kehidupan sosial ekonomi yang mereka hadapi berupa kesulitan mencari pekerjaan untuk menghidupi keluarga dan kesulitan biaya pendidikan untuk anak-anak mereka. Termasuk kesulitan membangun kembali tempat tinggal mereka setelah luluh lantak dihantan konflik suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) di Poso sepanjang kurun waktu 1998 hingga 2000.

Charles meminta Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan Pemerintah Kabupaten Poso memberikan mereka modal awal untuk berusaha mengembangkan ekonomi keluarganya.

“Kami meminta hak-hak kami yang tidak disampaikan kepada kami selama kami berada di dalam Lembaga dipenuhi,” kata Charles yang dikenai kurungan penjara 10 tahun ini.

Hak-hak yang disebut lelaki yang mendapat remisi pada 17 Agustus 2007 lalu ini adalah berupa bantuan pembangunan rumah, modal usaha dan lainnya yang dikucurkan kepada para korban konflik Poso.

Aca Purasongka (35), eks napi lainnya mengakui selama ini mereka mengaku belum pernah mendapat bantuan sepeser pun dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah maupun Pemerintah Kabupaten Poso. Ketika bantuan-bantuan kemanusiaan dikucurkan ke Poso oleh Pemerintah mereka sementara berada di dalam Lapas menjalani masa hukuman mereka dari 2 – 10 tahun kurungan.

Sebanyak 83 eks napi konflik Poso ini ditangkap dan diadili di Pengadilan Negeri Palu pada 2000 silam. Mereka ditangkap dari wilayah Kecamatan Pamona Utara, Pamona Selatan dan Pamona Barat di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah selama konflik SARA menghantam wilayah itu. Mereka dijerat dengan pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang kepemilikan senjata tajam dan senjata api.***

Damai Dirajut dengan Melae

Melae. Itu tradisi melayat rumah duka yang tumbuh subur di tengah masyarakat Donggala, Sulawesi Tengah. Tidak cuma berlaku di tengah keluarga bangsawan, tapi juga rakyat biasa. Melae juga menjadi wadah merajut damai.

Sejumlah tetua adat dipimpin JH Tarro, berpakaian khas Kaili (suku asli di Donggala, Sulawesi Tengah—red) dan menggunakan siga (kopiah adat), datang dengan membawa japi bula (sapi putih), manu bula ante manu vuri (empat ekor ayam putih dan hitam), ose (beras), tolu manu (14 butir telur ayam), serta pinang dan sirihsekarung beras (ose), dua piring beras dan 14 butir telur, serta pinang dan sirih untuk pompanga (menginang sirih)

Tetua adat ini disambut oleh pewaris tahta Kerajaan Banawa, Donggala, Datu Wajar Lamarauna. Para tetua ini berasal dari Tobaku di Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, dan Sarudu, Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat.

Kedatangan mereka disambut alunan musik bambu di rumah Ketua Pitu Nggota Ngata Kaili (ketua dewan adat masyarakat Kaili, Sulawesi Tengah). Mereka bertandang ke rumah pewaris tahta Kerajaan Banawa itu, sebagai tanda duka atas kehilangan raja Banawa, Adam Ardjad Lamarauna, ayah Datu Wajar Lamarauna. Tradisi ini dikenal sebagai Melae Tobaku Sarudu.

JH Tarro, ketua Dewan Adat Tobaku, mengatakan kunjungan mereka adalah wujud rasa duka atas meninggalnya Raja Banawa, Adam Ardjad Lamarauna yang meninggal dunia pada 16 November 2006 silam.

"Karena keterbatasan transportasi dan komunikasi, sehingga saat itu kami tidak sempat melayat jenazah almarhum. Jadi, baru sekarang kami datang memberikan penghiburan kepada keluarga yang ditinggal,” kata Tarro.

Tradisi ini, tidak hanya sekadar memberikan penghiburan kepada keluarga yang ditinggal, tapi juga sebagai wujud dari kekerabatan dan hubungan adat antara Tobaku-Sarudu dan Kerajaan Banawa.

Menurutnya, ikatan kekerabatan dan keadatan itu, tidak boleh terputus, tapi harus terus dipelihara. Ikatan ini, tidak dibatasi sekat-sekat agama dan status sosial. Buktinya, mayoritas tokoh adat Tobaku Sarudu itu adalah mereka yang beragama Kristen, sedangkan didatangi adalah pemeluk agama Islam. Yang berdoa pun, pendeta dari Bala Keselamatan.

"Konflik yang terjadi di Poso itu, karena putus ikatan kekerabatan dan keadatan. Jika saja warga Poso tetap menyatu dalam adat dan kekerabatan seperti ini, maka kami yakin tidak ada saling bunuh di antara mereka," tandas Tarro.

Jadi tidak salah jika disebut tradisi ini adalah tradisi merajut damai.

Datu Wajar Lamarauna yang juga Ketua Pitu Nggota Ngata Kaili (ketua dewan adat tanah Kaili) mengatakan, para tokoh adat Tobaku Sarudu ini dilaksanakan, karena mereka menganggap bahwa orang tuanya (Adam Ardjad Lamarauna) adalah tokoh panutan yang jasa-jasanya patut dikenang.

"Selain sebagai Raja Banawa, ayah saya ketika masih menjabat sebagai bupati, berhasil membuka isolasi wilayah adat Tobaku. Atas jasa-jasanya sehingga digelar tradisi melae ini," jelas Datu Wajar Lamarauna.

Tradisi ini juga, katanya, tidak hanya dilaksanakan untuk kalangan bangsawan, tapi juga oleh masyarakat lainnya di wilayah adat Tobaku Sarudu. Bahkan, para tokoh adat itu datang dengan membawa makanan sendiri, karena mereka tidak mau merepotkan tuan rumah.

Kerajaan Banawa, sebelumnya bernama Kerajaan Pujananti, sebuah kerajaan di Sulawesi Tengah, yang dibentuk pada 1667. Para rajanya antara lain, La Bugia Mpue Uva, Lasabanawa I Sangga Lea Dg Paloera, Lamarauna Mpue Totua, La gaga, Laruhana Lamarauna, Laparenrengi Lamarauna, sampai kepada Adam Ardjad Lamarauna dan sekarang Daru Wajar Lamarauna.***

Diduga Terkait DPO Terorisme, Pencuri Bersenjata Api Ditangkap

Palu - Aparat Kepolisisan Sektor Parigi, Parigi Moutong, Sulawesi Tengah berhasil menangkap tersangka pencuri bersenjata api. Setelah mendapat laporan warga yang menjadi korban pencurian, polisi langsung memburu tersangka. Diduga, senjata api miliknya tersebut, terkait dengan perampokan yang didalangi oleh DPO kasus terorisme Poso beberapa waktu lalu.

Dari tersangka Enal yang dibekuk dirumahnya Jalan Toni Kota, Kecamatan Parigi Kabupaten Parigi Moutong, Polisi menyita sepucuk senjata api rakitan yang beserta dua butir amunisi kaliber 5,56 milimeter.

Saat ini, Polisi masih melakukan pengembangan karena diduga tersangka juga terlibat salah satu jaringan sindikat perampokan bersenjata yang beberapa waktu lalu terjadi di Toribulu, Parigi Moutong, Sulawesi Tengah yang melibatkan sejumlah eks Daftar Pencarian Orang (DPO) terorisme Poso.

“Kita sementara mengembangkan penyelidikan, karena Enal mengaku ia hanya dititipi senjata api jenis revolver tersebut. Kita masih mengejar pemilik senjatanya sesuai keterangan Enal dalam pemeriksaan,” kata Kapolsek Parigi Moutong AKP Yusri Hasan Selasa (2/10) lalu.

Memang dalam pemeriksaan awal, Enal berkeras bahwa senjata itu bukan miliknya, meski ketika ditangkap, senjata api itu diletakan di pinggangnya.

“Saya hanya dititipi oleh teman yang berangkat ke Palu karena ada urusan. Saya bermaksud mengembalikannya, makanya saya taruh di pinggang,” aku Enal.

Nah, dari keterangan itu, tim buru sergap Polsek Parigi langsung melakukan pengejaran sampai ke Kecamatan Kulawi, Kabupaten Donggala, namun pemilik senpi yang disebut-sebut Enal tidak dapat temukan.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, tersangka dijerat dengan Undang-Undang Darurat No 12 Tahun 1951 dengan hukuman maksimal hukuman mati dan minimal kurungan penjara seumur hidup. ***

Blog Info

BLOG ini berisi sejumlah catatan jurnalistik saya yang sempat terdokumentasikan. Isi blog ini dapat dikutip sebagian atau seluruhnya, sepanjang menyebutkan sumbernya, karena itu salah satu cara menghargai karya orang lain. Selamat membaca.

Dedication Quote

ORANG yang bahagia itu akan selalu menyediakan waktu untuk membaca, karena itu sumber hikmah. Menyediakan waktu tertawa karena itu musiknya jiwa. Menyediakan waktu untuk berfikir karena itu pokok kemajuan. Menyediakan waktu untuk beramal karena itu pangkal kejayaan. Menyediakan waktu untuk bersenda gurau karena itu akan membuat awet muda.Menyediakan waktu beribadah karena itu adalah ibu dari segala ketenangan jiwa. [Anonim]